Selasa, 08 Januari 2013

Mahasiswa Harus Berilmu Sebelum Bertindak

Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
Kewajiban belajar agama bukan hanya bagi mahasiswa yang duduk di Jurusan Syari’ah atau yang belajar di Universitas Islamiyah. Mahasiswa teknik dan kedokteran serta mahasiswa mana pun punya kewajiban yang sama. Ada kadar wajib dari ilmu agama yang mesti setiap mahasiswa pelajari. Karena tidak adanya ilmu agama itulah yang menyebabkan mahasiswa banyak yang salah jalan dan salah langkah. Akhirnya ada yang asal berkoar, namun bagai tong kosong nyaring bunyinya dan ujung-ujungnya tidak mendatangkan maslahat malah mengundang petaka.
Dasari Segalanya dengan Ilmu
Seorang dokter misalnya tidak bisa mengobati pasien sembarangan, ia harus mendasarinya dengan ilmu. Jika ia nekad, maka bisa berujung kematian pada pasien. Begitu pula halnya dengan seorang muslim. Dalam beramal dan bertindak, ia harus mendasari segalanya dengan ilmu. Imam Syafi’i berkata,
مَنْ أَرَادَ الدُّنْيَا فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ ، وَمَنْ أَرَادَ الْآخِرَةَ فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ
Siapa yang ingin dunia, wajib baginya memiliki ilmu. Siapa yang ingin akherat, wajib baginya pula memiliki ilmu.” (Dinukil dariMughnil Muhtaj)
Ilmu tidaklah diperoleh tiba-tiba layaknya ilmu laduni yang diyakini kaum sufi. Namun ilmu itu diraih dengan belajar siang dan malam. Sebagaimana kata Ibnu Syihab Az Zuhri, seorang ulama di masa tabi’in, di mana beliau berkata,
من رام العلم جملة ذهب عنه جملة وإنّما العلم يطلب على مرّ الأيام واللّيالي
Siapa yang terburu-buru meraih ilmu dalam jumlah banyak sekaligus, maka akan hilang dalam jumlah banyak pula. Yang namanya ilmu dicari siang demi siang dan malam demi malam.” (Diriwayatkan oleh Ibnu ‘Abdil Barr dalam kitab Al Jaami’)
Jika seseorang tidak mendasari tindakannya dengan ilmu, ujung-ujungnya hanya mendatangkan bencana. Sebagaimana kata ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz,
مَنْ عَبَدَ اللَّهَ بِغَيْرِ عِلْمٍ كَانَ مَا يُفْسِدُ أَكْثَرَ مِمَّا يُصْلِحُ
Barangsiapa beribadah pada Allah tanpa ilmu, maka kerusakan yang ia perbuat lebih banyak daripada mendatangkan maslahat.” (Dinukil dari Majmu’ Al Fatawa Ibnu Taimiyah, 2: 382)
Ilmu yang Diprioritaskan
Tentu yang lebih diprioritaskan bagi setiap muslim untuk dipelajari adalah ilmu akidah dan tauhid. Karena kaum muslimin -bahkan banyak dari mereka- yang tidak mengetahui apa saja yang merusak akidah dan tauhidnya. Seperti akidahnya masih bercampur dengan pemahaman penolak atau penta’wil sifat. Ketika ditanyakan Allah di mana, jawabannya pun beraneka ragam. Padahal berbagai dalil sudah menyebutkan bahwa Allah itu menetap tinggi di atas 'Arsy seperti ayat,
الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى
(Yaitu) Rabb Yang Maha Pemurah. Yang beristiwa' (menetap tinggi) di atas 'Arsy” (QS. Thoha : 5). Sebagian ulama besar Syafi’iyah mengatakan bahwa dalam Al Qur’an ada 1000 dalil atau lebih yang menunjukkan Allah itu berada di ketinggian di atas seluruh makhluk-Nya. Dan sebagian mereka lagi mengatakan ada 300 dalil yang menunjukkan hal ini.
Imam Asy Syafi’i berkata, “Sesungguhnya Allah berada di atas ‘Arsy-Nya yang berada di atas langit-Nya, namun walaupun begitu Allah pun dekat dengan makhluk-Nya sesuai yang Dia kehendaki. Allah Ta’ala turun ke langit dunia sesuai dengan kehendak-Nya” (Lihat Al ‘Uluw lil ‘Aliyyil Ghofar, hal. 165). Ini masalah besar tentang Allah, namun banyak yang keliru menjawab pertanyaan tersebut dengan mengatakan bahwa Allah di mana-mana atau ada yang mengatakan bahwa Allah di dalam hati. Padahal ada perkataan keras dari Abu Hanifah, “Jika seseorang amengingkari Allah di atas langit, maka dia kafir.” Beliau mengatakan demikian setelah ada yang menyatakan bahwa ia tidak mengetahui di manakah Allah, di langit ataukah di bumi (Lihat Al ‘Uluw lil ‘Aliyyil Ghofar, hal. 135-136).
Begitu pula sebagian mereka memahami bahwa sah-sah saja memberontak atau tidak taat pada penguasa apalagi penguasa yang berbuat maksiat semacam korupsi. Padahal Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
تَسْمَعُ وَتُطِيعُ لِلأَمِيرِ وَإِنْ ضُرِبَ ظَهْرُكَ وَأُخِذَ مَالُكَ فَاسْمَعْ وَأَطِعْ
Dengarlah dan ta’at kepada pemimpinmu, walaupun mereka menyiksa punggungmu dan mengambil hartamu. Tetaplah mendengar dan ta’at kepada mereka” (HR. Muslim no. 1847).
Dalam Minhajus Sunnah, Ibnu Taimiyah rahimahullah menerangkan mengenai hadits di atas,
فتبين أن الإمام الذي يطاع هو من كان له سلطان سواء كان عادلا أو ظالما
“Jelaslah dari hadits tersebut, penguasa yang wajib ditaati adalah yang memiliki sulthon (kekuasaan), baik penguasa tersebut adalah penguasa yang baik atau pun zholim”
Imam Nawawi rahimahullah juga berkata,
وَأَمَّا الْخُرُوج عَلَيْهِمْ وَقِتَالهمْ فَحَرَام بِإِجْمَاعِ الْمُسْلِمِينَ ، وَإِنْ كَانُوا فَسَقَة ظَالِمِينَ.
“Adapun keluar dari ketaatan pada penguasa dan menyerang penguasa, maka itu adalah haram berdasarkan ijma’ (kesepakatan) para ulama, walaupun penguasa tersebut adalah fasik lagi zholim”  (Syarh Muslim, 12: 229).
Gara-gara tidak memahami akidah Ahlus Sunnah di atas, sebagian mahasiswa pun salah dalam bertindak ketika menyikapi penguasa yang zholim. Mereka sungguh lancang menggumbar aib penguasa di mimbar-mimbar dan tempat umum. Padahal yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tuntunkan adalah,
مَنْ أَرَادَ أَنْ يَنْصَحَ لِسُلْطَانٍ بِأَمْرٍ فَلاَ يُبْدِ لَهُ عَلاَنِيَةً وَلَكِنْ لِيَأْخُذْ بِيَدِهِ فَيَخْلُوَ بِهِ فَإِنْ قَبِلَ مِنْهُ فَذَاكَ وَإِلاَّ كَانَ قَدْ أَدَّى الَّذِى عَلَيْهِ لَهُ
Barangsiapa yang hendak menasihati pemerintah dengan suatu perkara maka janganlah ia tampakkan di khalayak ramai. Akan tetapi hendaklah ia mengambil tangan penguasa (raja) dengan empat mata. Jika ia menerima maka itu (yang diinginkan) dan kalau tidak, maka sungguh ia telah menyampaikan nasihat kepadanya. Dosa bagi dia dan pahala baginya (orang yang menasihati)” (HR. Ahmad 3: 403. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini hasan dilihat dari jalur lain).
Di antara mahasiswa pun ada yang masih percaya dengan ramalan dan hal-hal yang berbau klenik, yang itu semua tidak bisa lepas dari syirik dan menunjukkan cacatnya tauhid. Dari sini menunjukkan bahwa perlu adanya pembinaan akidah dan prinsip beragama yang benar. Setelah akidah dan tauhid ini dibenarkan, yang tidak kalah penting adalah mempelajari ibadah yang harus dikerjakan setiap harinya seperti wudhu, shalat dan puasa. Begitu pula ditambah dengan cara bermuamalah dan berakhlak terhadap sesama tidak kalah penting untuk dikaji dan dipelajari.
Jangan Asal-Asalan Bertindak
Jika kita sudah mengetahui prinsip penting dalam beragama, maka setiap mahasiswa pun harus menyadari bahwa mereka tidak boleh asal-asalan dalam bertindak. Walaupun kadang hasil mereka nyata, namun kalau jalan yang ditempuh keliru, yahkita katakan keliru. Lihatlah kisah yang disebutkan Abu Hurairah berikut.
Abu Hurairah berkata bahwa beliau mengikuti perang Khoibar. Lantas Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata pada orang yang mengaku membela Islam, “Ia nantinya penghuni neraka.” Tatkala orang tadi mengikuti peperangan, ia sangat bersemangat sekali dalam berjihad sampai banyak luka di sekujur tubuhnya. Melihat pemuda tersebut, sebagian orang menjadi ragu dengan sabda Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam. Namun ternyata luka yang parah tadi membuatnya mengambil pedang dan membunuh dirinya sendiri. Akhirnya orang-orang pun berkata, “Wahai Rasulullah, Allah membenarkan apa yang engkau katakan.” Pemuda tadi ternyata membunuh dirinya sendiri. Rasul pun bersabda,
إِنَّهُ لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ إِلاَّ نَفْسٌ مُسْلِمَةٌ ، وَإِنَّ اللَّهَ لَيُؤَيِّدُ هَذَا الدِّينَ بِالرَّجُلِ الْفَاجِرِ
Berdirilah wahai fulan (yakni Bilal), serukanlah: Tidak akan masuk surga melainkan seorang mukmin. Allah mungkin saja menolong agama ini melalui laki-laki fajir (ahli maksiat).” (HR. Bukhari no. 3062 dan Muslim no. 111).
Coba kita renungkan kisah di atas. Orang tersebut memang benar memperjuangkan Islam, namun ia keliru dan salah jalan karena ia membunuh dirinya sendiri. Sehingga yang benar adalah tempuhlah jalan yang benar dalam memperjuangkan Islam dan akan diperoleh hasil yang sesuai harapan.
Tidak cukup bermodalkan semangat, segala tindakan itu butuh ilmu. Kata Imam Bukhari, “Ilmu itu sebelum berkata dan bertindak.” Wallahu waliyyut taufiq. Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.

[Dari seorang mahasiswa S2 Teknik Kimia KSU Riyadh KSA yang peduli terhadap sesama]
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal, pengasuh Muslim.Or.Id dan Rumaysho.com

Panggang-GK, 11 Ramadhan 1433 H

Minggu, 06 Januari 2013

Jadilah cewek harus tegar ya dek...


Aa' mau bagi-bagi ilmu berbagi dikit nich dek... yang pasti Aa' ngasih motivasi buat adek-adek

Kebalikan cewek cengeng adalah tegar. Tegar dalam menghadapi masalah, tegar dalam bersikap dan tangguh dalam pendirian yang positif.

Kamu bisa kok menjadi cewek tegar di usia belia ini. Syaratnya cuma satu, kamu paham tujuan hidup kamu dan tahu bagaimana melewati kehidupan ini agar aman sentosa hingga di tujuan akhir kelak, akhirat.

Tujuan hidup seorang muslim dan muslimah meskipun dia masih ABG, itu semua sama yaitu meraih ridho Ilahi untuk kebahagiaan yang hakiki. Kalau tujuan ini sudah dipahami dengan baik dan benar, maka tujuan selain itu akan minggir semua. Hal remeh-temeh semisal diputusin cowok atau bertepuk sebelah tangan terhadap cowok yang disuka, itu menjadi hal yang kecil dan tak perlu dirisaukan lagi. Sebaliknya, dia akan berusaha menempuh jalan untuk memudahkan meraih tujuan itu tadi.

Lalu, jalan apa yang harus ditempuh agar tujuan tercapai? Kalau memang sudah paham bahwa ridho Allah segalanya dan menjadi tujuan akhir, maka jalan yang diambil juga harus sesuai dengan maunya Allah Subhanahu wa Ta’ala. Untuk mengetahui hal ini, tidak bisa tidak kamu kudu punya ilmunya. Karena sesungguhnya iman tanpa ilmu itu sesat, ilmu tanpa iman tak ada gunanya. Keduanya harus berjalan seiring. Imam Bukhari menulis sebuah bab dalam kitab shahihnya "Al-'Ilmu Qablal Qauli wal 'Amal", artina  Berilmu dulu sebelum berkata dan beramal.

Banyak sumber dan kegiatan yang bisa kamu lakukan untuk menimba ilmu ini. Sering-seringlah mengikuti pengajian fahmu ala salaf. Di sana kamu bisa memahami banyak hal yang sebelumnya terlewat olehmu, manfaatkanlah masa mudamu untuk mengenal Allah, taat kepada Allah, taat kepada Rasul, mengikuti Sunnah Rasulullah Shalallahu'alayhi wa Sallam, salah satunya bisa menyebabkan mendapat naungan nanti pada hari kiamat, nah lho gampangkan jalan ketaatan mah?? Dan satu hal yang perlu adek camkan cinta buta terhadap cowok yang belum tentu jadi suamimu. Waktumu akan jauh lebih berguna daripada nangis bombay meratapi diri karena ditinggal cowok.

Tak ada kata terlambat. Cewek yang semula cengeng karena merasa lemah setelah ditinggal si cowok, bisa menjadi sosok yang tegar ketika mengenal Islam dengan benar dan baik. Jangan percaya dengan lagu Rossa yang booming di jaman dulu bertitel Tegar. Tuh lagu isinya malah kebalikan yaitu lemah tanpamu alias tanpa si cowok. Tegar itu adalah ketika kamu bisa tetap semangat meskipun tanpa si dia. Bahkan kamu seharusnya lega karena tanpa si dia alias pacar, kamu jadi terbebas dari dosa mendekati zina. Apalagi lagu-lagu sekarang banyak menjerumuskan kemaksiatan dan dilarang oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala, cukupkan hiburanmu dengan Al-Qur'an, datang ke majlis ilmu. Imam Adh Dhohak mengatakan, “Nyanyian itu akan merusak hati dan akan mendatangkan kemurkaan Allah.” (Talbis Iblis, Ibnul Jauzi, hal. 289, Darul Kutub Al ‘Arobi, cetakan pertama, 1405 H)


Fokus kamu yang semula hanya di satu titik yaitu cowok dan cowok mulu, sekarang ini mulai bisa melihat secara lebih objektif. Ternyata dunia itu indah untuk sekadar meratapi kehilangan satu cowok yang nggak penting. Lihat tuh sodara-sodara yang ada di Palestina, Suriah, Myanmar dan bannyak tempat lain di dunia. Mereka kehilangan anak, orang tua, suami/istri serta saudara kandung dalam hitungan detik.

Mereka saja yang pantas untuk menangis dan meratap mampu bersikap tegar dengan semua cobaan itu. Semua itu tak lain dan tak bukan, karena iman di dada serta pemahaman tentang kehidupan yang lurus. Dengan bekal ini, semua cobaan terasa lebih ringan. Mereka menapakai dunia tidak dengan cengeng dan terus-terusan menangis. Mereka bangkit untuk kemudian berlari mengejar cita-cita kebebasan. Nah kamu yang sudah tinggal di negeri bebas dari zona perang, seharusnya bersyukur dan nggak cengeng karena masalah cowok.

Adek-adek Aa' yang baik hatinya, kamu bisa kok bangkit dari keterpurukan dan menjadi sosok tegar. Mulai sekarang, ubah pola pertemanan kamu. Tapi tidak dengan serta merta meninggalkan temanmu yang dulu. Pelan tapi pasti kamu harus mulai mencari teman yang bisa memotivasi kamu dalam kebaikan. Bukan malah yang ngomporin kamu untuk pacaran.

Kamu yang dulu suka banget nonton sinetron atau FTV cengeng yang isinya mulu tentang pacaran, stop mulai dari sekarang. Isi waktumu yang singkat di dunia untuk melakukan hal-hal yang lebih berguna. Belajar, membantu ortu, mengkaji Islam dan bahkan juga berdakwah. Sok atuh, kita semangat jadiilah manusia yang bermanfaat buat orang lain.


Aa' Khairin Syamruddin An Nagarawy

Risalah Untuk Pecinta Ahlul Bait


Risalah Untuk Pecinta Ahlu Bait

02JAN
Risalah kpd para pecinta Ahlu BaitDitulis oleh Tim Peniliti dan Kajian Dar Al Muntaqa
Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam, shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi yang diutus oleh Allah kepada seluruh manusia, pemimpin dan suri taudan kita Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam, kepada keluarganya yang baik dan suci, para sahabatnya dan orang-orang yang senantiasa menempuh sunnahnya hingga hari kiamat.
Risalah untuk pecinta Ahlu Bait

Risalah ini kami haturkan kepada para pembaca yang berfikir cerdas dan positif yang selalu mengedepankan akal sehatnya di atas hawa nafsu, mementingkan kebenaran di atas sikap fanatic, memahami kebenaran karena muatan bukan karena orang, dan sadar bahwa kebenaran berhak untuk diikuti.
Kami menerbitkan risalah ini dengan judul “Risalah (Catatan Penting) untuk Para Pecinta Ahlu Bait)” di mana kami ambil isinya dari sumber-sumber Syiah terpercaya, karena pada dasarnya Syiah juga sama dengan manusia lain, ada yang berakal sehat dan berfikir positif, masih mencintai kebaikan dan senang dengannya, sehingga jika kebaikan itu ditawarkan kepadanya dengan ijin Allah dia akan bisa menerima. Meski tidak bisa menampik fakta bahwa mayoritasnya adalah para Fanatis dan pengikut ekstrim yang lebih mengedepankan hawa nafsu dari pada kebenaran, dia membekukan akal sehatnya demi perintah hawa nafsu untuk bertaklid buta kepada orang lain tanpa ada sedikit pun bashirah, ilmu dan dalil dari Allah Azza Wajalla.
Harapan kami pembaca dapat menerima risalah ini dengan lapang dada, akal terbuka, dan semata-mata mencari kebenaran. Karena kebenaran akan senantiasa mulia dan berharga di mana saja dan dari siapa saja.
Berikut ini kami sajikan kepada anda para pembaca catatan-catatan penting dan point-point inti risalah kami:
1. Syiah menganggap bahwa tidak ada hubungan yang terjalin antara keluarga Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam dengan Para sahabat dan juga keluarga Quraisy lainnya selain dari pada hubungan permusuhan, kebencian dan konflik belaka. Pernyataan itu termuat dalam kitab-kitab mereka. Jika persepsi itu memang benar lalu apa inti di balik pemberian nama serta jalinan hubungan pernikahan antara keluarga Nabi dan sahabatnya dan orang-orang sesudah mereka.
Di antara contohnya adalah :

a. Ada di antara anak-cucu keturunan Ali Radhiyallahu yang diberi nama dengan nama Sahabat, terkhusus Abu Bakar, Umar, Utsman dan Thalhah Radhiyallahu Anhum. ada yang bernama Abu Bakar bin Ali ada pula yang bernama Abu Bakar bin Al Hasan As Syahid, mereka gugur bersama Al Husain Radhiyallahu Anhu [1].
kemudian Abu Bakar bin Al Hasan kedua bin Al Hasan cucu Rasulullah Radhiyallahu Anhu, dan Abu Bakar bin Musa Al Kazhim.
Adapun yang berjuluk dengan sebutan Abu Bakar di antaranya adalah Ali Zainal Abidin bin Al Husain As Syahid, dan Ali Ridha bin Musa Al Kazhim.
Kedua : Nama Umar, nama Umar banyak sekali dimiliki oleh keluarga Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam, bahkan nama ini berlanjut hingga delapan belas generasi dari keturunan Al Hasan dan Al Husain.
Di antara anak cucu Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam yang bernama Umar adalah sebagai berikut : Umar Al Athraf bin Ali [2] , Umar bin Al Hasan, dia terbunuh bersama Al Husain As Syahid Radhiyallahu Anhu [3]. Umar bin Husain As Syahid, Umar Al Asyraf bin Ali Zainal Abidin, Umar (As Syajari) bin Ali Al Ashghar bin Umar Al Asyraf bin Zainal Abidin.
Kemudian nama Utsman, nama ini juga banyak dimiliki oleh Ahlu Bait Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam, di antaranya :
Utsman bin Ali bin Abu Thalib, ibunya adalah ummul Banin Al Kilabiyah, dia terbunuh bersama saudaranya Al Husain As Syahid dalam peristiwa pembantaian. Lalu Utsman bin Yahya bin Sulaiman salah satu cucu Ali bin Al Husain Radhiyallahu Anhum ajma’ien (semoga Allah meridhai mereka semua).
Kemudian Nama Thalhah di Ahlu Bait Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam : Thalhah bin Al Hasan cucu Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam, dan ibunya adalah Ummu Ishaq binti Thalhah bin Ubaidillah Radhiyallahu Anhu [4]. , lalu Thalhah bin Al Hasan ketiga bin Al Hasan kedua bin Al Hasan cucu Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam.
Kemudian nama Aisyah juga ada di Ahlul Bait, di antara keluarga Ali Radhiyallahu Anhu yang bernama Aisyah adalah : Aisyah binti Al Imam Ja’far bin Musa Al Kazhim, Aisyah binti Ali Ar Ridha, Aisyah binti Ali Al Hadi, Aisyah binti Muhammad bin Al Hasan bin Ja’far bin Al Hasan kedua.
Bukankah mereka adalah Ahlul Bait yang harus menjadi teladan kaum Syiah di semua lini? Namun apakah kenyataannya Syiah mengikuti mereka saat memberi nama anak laki-laki dan perempuannya? Apakah orang syiah berani memberi nama anak lelakinya Abu Bakar, atau Umar atau Utsman, dan beranikah dia memberi nama anak perempuannya Aisyah?.
b. Pertalian hubungan pernikahan dan nasab antara Ahlul bait dengan Sahabat Nabi Radhiyallahu Anhum terutama dengan keluarga Abu Bakar, keluarga Al Khatthab dan keluarga Az Zubair banyak sekali disebutkan dalam sumber-sumber utama Syiah.
a. Ummu Kaltsum binti Ali Radhiyallahu Anhu menikah dengan Umar bin Al Khatthab Radhiyallahu Anhu [5].
Sesungguhnya Ali Radhiyallahu menikahkan anak perempuannya dengan Umar Radhiyallahu tidak Cuma mengindikasikan bagaimana eratnya hubungan kasih sayang keduanya, akan tetapi juga menunjukkan bahwa Ali melihat Umar bin Al Khatthab adalah sosok lelaki tepat yang berhak untuk menjadi suami dari cucu Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam. Hal ini tentu berbeda dengan keyakinan Syiah tentang diri Umar Radhiyallahu Anhu.
Renungkanlah firman Allah Ta’ala
وَالطَّيِّبَاتُ لِلطَّيِّبِينَ وَالطَّيِّبُونَ لِلطَّيِّبَاتِ أُولَئِكَ مُبَرَّءُونَ مِمَّا يَقُولُونَ لَهُمْ مَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ
“erempuan yang baik untuk lelaki yang baik dan laki-laki yang baik untuk perempuan yang baik pula”[An Nur : 26]
b. Fatimah binti Ali bin Abu Thalib Radhiyallahu Anhu menikah dengan Al Mundzir bin Ubaidah bin Az Zubair Radhiyallahu Anhu.
c. Sakinah binti Al Husain As Syahid menikah dengan Mush’ab bin Az Zubair.
d. Ruqayyah binti Al Husain Radhiyallahu Anhu menikah dengan Amru bin Az Zubair.
e. Fatimah binti Al Husain As Syahid menikah dengan Abdullah bin Amru bin Utsman bin Affan.
f. Ummul Hasan binti Al Hasan cucu Nabi Radhiyallahu Anhu menikah dengan Abdullah bin Az Zubair.
g. Malikah binti Al Hasan kedua menikah dengan Jakfar bin Mush’ab bin Az Zubair.
h. Al Hasan bin Ali menikah dengan Hafshah binti Abdur Rahman bin Abu Bakar Radhiyallahu Anhum Ajma’iin.
i. Al Hasan bin Ali Radhiyallahu Anhu menikah dengan Ummu Ishaq binti Thalhah bin Ubaidillah Radhiyallahu Anhu, kemudian ketika Al Hasan telah meninggal dunia dia berwasiat kepada saudaranya Al Husain As Syahid agar menikahi Ummu Ishaq setelahnya, hingga kemudian Al Husain menikahinya dan lahirlah Fathimah.
j. Muhammad Al Baqir menikah dengah dengan Ummu Farwah binti Al Qasim bin Muhammad bin Abu Bakar Radhiyallahu Anhu, hingga lahirlah Al Imam Ja’far As Shadiq [6].
2. Kita temukan kaum Syiah bertaqarrub kepada Allah dengan cara mencela sahabat-sahabat terkemuka Nabi Radhiyallahu Anhum, terutama tiga Khulafa` Ar Rasyidun; Abu Bakar, Umar dan Utsman Radhiyallahu Anhum. Sementara tidak kita temukan seorang sunni yang mencela satu pun dari Ahli Bait! Bahkan mereka bertaqarrub kepada Allah dengan mecintai Ahlu bait, dan hal tersebut tidak bisa diingkari atau bahkan didustakan oleh kaum Syiah sendiri.
3. Sumber-sumber Syiah menyebutkan bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam telah menginformasikan pada Ahlu Baitnya tentang gangguan-gangguan yang akan mereka hadapi, karena Allah telah memberitahunya tentang semua yang akan terjadi setelahnya hingga hari kiamat. Namun di sisi lain Syiah menyebutkan dalam kitab-kitab muktabarnya tentang argumentasi mereka menfonis murtad sahabat Nabi Radhiyallahu Anhum dengan hadits Al Haudh :
إِنَّكَ لَا تَدْرِيْ مَا أَحْدَثُوْا بَعْدَكَ، إِنَّهُمْ لَمْ يَزَالُوْا مُرْتَدِّيْنَ عَلَى أَعْقَابِهِمْ
“Sesungguhnya kamu tidak mengetahui apa yang mereka perbuat sesudahmu, mereka masih saja murtad berbalik ke belakang.”[7] Bukankah hadits ini adalah dalil dan bukti jelas bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam tidak mengetahui segala yang terjadi sesudahnya?. Oleh karena itu Jika Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam sendiri tidak mengetahui ilmu ghaib apalagi selain beliau? Tentu lebih tidak tahu.
4. Keuntungan pribadi apa yang diperoleh Abu Bakar dan Umar Radhiyallahu Anhuma dari tampilnya mereka sebagai khalifah? Keduanya bahkan tidak membangun istana, tidak mewarisi harta, dan tidak pula menyerahkan khilafah sesudahnya kepada anak keturunan, justru Umar menyerahkan urusan Khilafah kepada enam dewan Syuro dari sahabat terkemuka, dan beliau juga berwashiat untuk tidak pernah menyerahkan khilafah kepada anak keturunan Al Khatthab selamanya.
5. Umar Radhiyallahu Anhu menunjuk enam orang sebagai dewan Syuro sesudah dia meninggal, kemudian tiga di antaranya mengundurkan diri, lalu Abdrurrahman bin Auf juga ikut mengundurkan diri, hingga tersisa Utsman dan Ali Radhiyallahu Anhuma. dari sini kenapa Ali tidak menyebutkan dari awal bahwa dia telah diberi wasiat untuk tampil sebagai khalifah, apakah dia takut pada seseorang sepeninggal Umar?!
6. Syiah tidak bisa mengingkari bahwa Abu Bakar dan Umar telah berbaiat kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam di bawah pohon Ar Ridhwan. Dan Allah telah merekomendasikan ridha-Nya terhadap mereka yang berbaiat karena Dia Maha mengetahui luar dalam mereka.
Sebagaimna yang termaktub dalam firman-Nya :
لَقَدْ رَضِيَ اللَّهُ عَنِ الْمُؤْمِنِينَ إِذْ يُبَايِعُونَكَ تَحْتَ الشَّجَرَةِ فَعَلِمَ مَا فِي قُلُوبِهِمْ فَأَنْزَلَ السَّكِينَةَ عَلَيْهِمْ وَأَثَابَهُمْ فَتْحًا قَرِيبًا
“Sungguh Allah telah meridhai orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu (Muhammad) di bawah pohon, Dia mengetahui apa yang di dalam hati mereka, lalu Dia memberikan ketenangan atas mereka dan memberikan balasan kemenangan yang dekat.” [Al Fath : 18]
Apakah layak Syiah sekarang ini mengkufuri berita Allah dalam ayat tersebut, dan justru berpendapat lain? Seakan-akan mereka berpendapat : “Wahai Rabb Engkau tidak mengetahui tentang mereka seperti yang kami ketahui.”
7. Shalat adalah praktek rukun islam yang paling agung, lalu kenapa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam mempersilahkan Abu Bakar untuk mewakilinya sebagai imam shalat ketika beliau sedang sakit, padahal Ali juga ada? Kenapa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam lebih mengedepankan Abu Bakar sebagai imam shalat dari pada Ali padahal menurut keyakinan Syiah Ali adalah penerima wasiat khilafah Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam? Dan jika Abu Bakar maju karena keinginannya sendiri, lalu kenapa Ali tidak mengingkari dan menyuruhnya mundur kemudian dia sendiri yang maju sebagai imam shalat dengan alasan bahwa dia adalah khalifah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam dan penerima mandate wasiat beliau?.
8. Setelah Wafatnya Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam tampuk khilafah dipegang oleh Abu Bakar kemudian Umar, kemudian Utsman Radhiyallahu Anhum. Dan Syiah menganggap mereka sesat, zhalim dan kafir, karena telah merampas hak Ahlul bait. Namun faktanya Ali, Ammar, Salman dan Al Miqdad Radhiyallahu Anhum shalat di belakang mereka atau tidak? Apakah sah menurut Syiah shalat di belakang orang fasiq, apalagi di belakang an nashib (para penentang, lawan dan musuh Syiah yang dianggap jahat oleh mereka) atau kafir?
9. Penaklukan islam di masa Abu Bakar, Umar dan Utsman Radhiyallahu Anhum begitu luar biasa, di bahwah komando mereka Negara-negara adidaya telah mereka taklukan seperti Persia, Syam, Baitul Maqdis, Mesir, Afrika, hingga Negri sindi dan lain sebagainya,
Pertanyaannya : Apakah semua jasa dan kiprah besar mereka dalam islam dianggap sebagai kemenangan besar dari Allah Ta’ala atau tidak?
Dan apakah orang yang memiliki peran sebesar itu semasa menjabat khalifah, dianggap sebagai orang yang paling rusak dan zhalim?
Lalu bagaimana dengan tentara yang di bawah komando mereka?
Tidak terbantahkan lagi bahwa saat menjabat khalifah mereka adalah pemimpin yang memiliki kekuatan militer yang solid dengan pasukan yang selalu gigih berjuang di medan tempur dan patuh terhadap komando pemimpinnya. Dan Syiah tidak boleh lupa bahwa dalam serombangan pasukan itu yang telah menaklukan berbagai macam negri adalah Ali, Al Hasan dan Al Husain, Salman, Abu Dzar dan Ammar semoga Allah meridhai mereka semua, jika demikian lalu hukum apa yang pantas diberikan kepada pilar islam ini?.
10. Kitab-kitab muktabar Syiah sepakat bahwa hubungan yang terjalin antara Ali dengan Umar Radhiyallahu Anhuma adalah hubungan kebencian dan permusuhan. Namun fakta yang kita temukan Umar memerintahkan Ali untuk menggantikannya memegang tugas khilafah sementara, tatkala dia berangkat sendiri untuk misi penaklukan Baitul Maqdis, dan seandainya Umar terbunuh secara otomatis Ali menjadi Khalifah, apakah sikap Umar tersebut mengindikasikan bahwa dia membenci dan memusuhi Ali? Dan apakah sikap Ali yang menerima mandate sementara khilafah dari Umar mengindikasikan bahwa Umar telah mendzhaliminya?
Apakah sikap masing-masing tidak bisa dipahami bahwa mereka adalah insan yang saling mencintai satu sama lain, dan Ali adalah sebagai juru nasehat Umar Radhiyallahu Anhuma dan juga dewan mentrinya. Sedangkan Umar bagi Ali adalah Khalifah yang diridhai dan diberi petunjuk oleh Allah Azza Wajalla.
11. Allah Ta’ala berfirman :
إِلَّا تَنْصُرُوهُ فَقَدْ نَصَرَهُ اللَّهُ إِذْ أَخْرَجَهُ الَّذِينَ كَفَرُوا ثَانِيَ اثْنَيْنِ إِذْ هُمَا فِي الْغَارِ إِذْ يَقُولُ لِصَاحِبِهِ لَا تَحْزَنْ إِنَّ اللَّهَ مَعَنَا
“Jika kalian tidak menolongnya sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir mengusirnya (dari Makkah) sedangkan dia salah satu dari kedua orang ketika keduanya berada di dalam gua, ketika itu dia berkata kepada sahabatnya, “Jangan engkau bersedih sesungguhnya Allah bersama kita.”[At Taubah : 40]
dalam ayat ini tercatat peristiwa besar islam yaitu hijrah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam dari Makkah ke Madinah dan tampil untuk menemai beliau sahabat mulia Abu Bakar As Shiddiiq Radhiyallahu Anhu.
Pertanyaannya : Apakah mungkin Allah Ta’ala memilih untuk menemani Nabi-Nya Shallallahu Alaihi Wasallam dalam peristiwa sebesar ini orang yang tidak memiliki kapabelitas sama sekali? Apakah Rasululullah Shallallahu Alaihi Wasallam seorang yang lemah dan tidak mampu untuk mendapatkan satu orang saja dari sahabatnya untuk menemani beliau,yang lebih baik dari pada orang yang dianggap oleh kalangan Syiah sebagai sosok fasiq dan dzhalim?
Ataukah sebaliknya bahwa Allah memang benar-benar telah memilih untuk perjalanan besar manemani Nabi-Nya Shallallahu Alaihi Wasallam ini seseorang yang nyata kapabelitasnya? Dan pilihan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam kepadanya berdasarkan pengetahuan beliau bahwa Abu Bakar adalah sosok tepat untuk menemani perjalanan penting ini.
Kemudian jika Abu Bakar adalah orang fasiq dan dzhalim sebagaimana yang diyakini oleh Syiah maka bagaimana mungkin Allah Azza Wajalla menggabungkannya bersama Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam dalam konteks ayat :
إِنَّ اللَّهَ مَعَنَا
“Sesungguhnya Allah bersama kita.”
Kalaulah anggapan Syiah tentang Abu Bakar itu benar tentu seharusnya konteks dalam firman Allah tersebut berbunyi :
إِنَّ اللَّهَ مَعِيْ
“Sesungguhnya Allah bersamaku.”
12. Syiah meriwayatkan dari al imam Ja’far As Shadiq pendiri madzhab Ja’fari menurut keyakinan mereka, bahwa dia pernah dengan bangga berkata :
أَوْلَدَنِيْ أَبُوْ بَكْرٍ مَرَّتَيْنِ
“Abu terlahir dari Abu Bakar dua kali.” [8]
Maksudnya nasab beliau sampai kepada Abu bakar dari dua jalur :
Pertama : dari jalur ibunya Fatimah binti Al Qasim bin Muhammad bin Abu Bakar.
Kedua : dari jalur nenek dari ibunya, Asma` binti Abdurrahman bin Abu Bakar, yaitu ibu Fatimah binti Al Qasim bin Muhammad bin Abu Bakar.
Namun kita temukan juga Syiah meriwayatkan riwayat-riwayat dusta dari Ja’far As Shadiq yang mencela Abu Bakar Radhiyallahu Anhu.
Pertanyaannya : Bagaimana mungkin imam Jakfar As Shadiq berbangga dengan kakeknya Abu Bakar. Sedangkan di sisi lain beliau mencelanya? Omongan semacam ini tidak mungkin keluar kecuali dari lisan orang biasa yang bodoh, bukan seorang imam besar yang dianggap oleh Syiah sebagai tokoh paling faqih dan bertaqwa di masanya.
Dan semua orang Syiah memilih bungkam tidak memuji dan tidak mencela sama sekali, ketika ada sumber mereka meriwayatkan dari Ja’far As Shadiq bahwasanya beliau berkata kepada istrinya ketika bertanya tentang Abu Bakar dan Umar : “Bolehkah aku berloyalitas pada keduanya?.” Jakfar berkata : berikan loyalitasmu untuk mereka.” Istrinya berkata : “Kalau begitu aku akan berkata kepada Rabbku saat bertemu dengan-Nya bahwasanya anda telah memerintahkanku untuk berloyalitas pada mereka?!. Jakfar berkata: “Iya.” [9].
Dan diriwayatkan pula dari sebagian sumber Syiah bahwasanya ada salah seorang sahabat Al Baqir yang keheranan ketika mendengar beliau mensifati Abu Bakar dengan sebutan “As Shiddieq”, orang tersebut berkata : “Apakah anda mensifatinya seperti itu?! Al Baqir berkata : tentu! As Shiddiiq, maka barang siapa yang tidak mengucapkan As Shiddiiq untuknya sungguh Allah tidak akan percaya pada perkataannya kelak di Akhirat [10].
Selanjutnya bagaimana sikap Syiah sekarang kepada Abu Bakar As Shiddiiq Radhiyallahu Anhu?.
13. Jikalau ada orang kafir dimakamkan di pengkuburan umum kaum muslimin maka wajib bagi mereka untuk membongkar kuburannya dan mengeluarkan jasadnya untuk dimakamkan di selain pengkuburan muslimin.
Menurut Doktrin keyakinan Syiah bahwa Abu Bakar dan Umar Radhiyallahu Anhuma adalah kafir dan dzhalim, namun kenyataannya kenapa Ali bin Abu Thalib Radhiyallahu Anhu tidak pernah membongkar kuburan mereka berdua demi membersihkan kuburan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam dari najisnya, jika memang doktrin Syiah adalah benar? Lalu apakah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam begitu rendah di sisi Rabbnya hingga Allah menjadikan kuburan beliau di sekeliling kuburan dua orang yang dianggap oleh Syiah kafir dan dzhalim?.
14. Kesuksesan pendidik dan pemimpin dalam mengkader anak didiknya adalah bukti kehandalan dan kepiawaiannya dalam dunia pengkaderan dan pendidikan. Lalu apakah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam dinilai minus dalam bidang ini? Jika ada anggapan bahwa mayoritas orang yang langsung berada dalam binaan dan bimbingan beliau telah menyeleweng dari prinsip-prinsip yang telah beliau ajarkan?
Semua sadar bahwa setiap Nabi pasti disertai oleh orang-orang pilihan dan terbaik dari umat di masanya, akan tetapi apakah ada anggapan bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam sebaik-baik Nabi dan makhluk Allah tidak mendapatkan keistimewaan itu, karena mayoritas sahabatnya adalah orang-orang yang berkarakter buruk kecuali hanya sebagian kecil dari mereka? Relakah seorang muslim yang berakal menerima cela dan kekurangan ini terdapat pada diri Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam?
15. Sebagaimana yang tersinyalir dalam sumber-sumber Syiah bahwa kehidupan social para Sahabat Nabi Radhiyallahu Anhum adalah kehidupan yang diliputi oleh nuansa permusuhan dan pertarungan.
Namun di tempat yang berbeda Al Qur`an Al Kariem menyebutkan pada kita hal yang berbeda dengan informasi itu.
Allah berfirman :
مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ
Muhammad adalah Rasul Allah, dan orang-orang yang bersama dengan dia bersikap keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesame mereka.” [Al Fath : 29]
وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا
“Dan ingatlah nikmat Allah kepada kalian, ketika kalian (di masa jahiliyyah) dahulu bermusuhan lalu Allah mempersatukan hati kalian. Sehingga dengan karunia-Nya kalian menjadi bersaudara.”[Ali Imran : 103]
فَإِنَّ حَسْبَكَ اللَّهُ هُوَ الَّذِي أَيَّدَكَ بِنَصْرِهِ وَبِالْمُؤْمِنِينَ . وَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ لَوْ أَنْفَقْتَ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا مَا أَلَّفْتَ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ وَلَكِنَّ اللَّهَ أَلَّفَ بَيْنَهُمْ إِنَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
“Maka sesungguhnya Allah cukup (menjadi pelindung) bagimu, Dialah Dzat yang menguatkanmu dengan pertolongan-Nya dan dengan dukungan orang-orang mukmin, dan Dia Dia Allah mempersatukan hati mereka (orang yang beriman). Walaupun kamu menginfakkan semua kekayaan yang ada di bumi niscaya kamu tidak akan dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka, sesungguhnya Dia Maha perkasa lagi Maha bijaksana”. [Al Anfal : 62-63]
Lalu siapa yang harus kita percaya, kitab-kitab dan sumber-sumber Syiah, atau Al Qur`an Al Kariim? Dan jika memang benar kondisi social Sahabat Nabi Radhiyallahu Anhum seperti yang digambarkan oleh kitab-kitab Syiah, maka bagaimana mungkin dien (agama) ini sampai kepada generasi-generasi berikutnya? Kalau begitu dien ini menyebar melalui tangan-tangan siapa? Dan siapa pula yang berperan menaklukan berbagai negri dan menyebarluaskan dienul islam di dalamnya?
16. Menurut keyakinan Syiah mayoritas Sahabat Nabi Radhiyallahu Anhum dihukumi murtad dan fasiq. Jika memang demikian lalu untuk siapa ayat-ayat pujian dan sanjungan berikut ini turun?
وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
“Dan orang-orang yang terdahulu lagi pertama-tama (masuk islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka, dan mereka pun ridha kepada Allah, Allah menyediakan kepada mereka surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya, itulah kemenangan yang agung.”[At Taubah : 100]
لَقَدْ رَضِيَ اللَّهُ عَنِ الْمُؤْمِنِينَ إِذْ يُبَايِعُونَكَ تَحْتَ الشَّجَرَةِ فَعَلِمَ مَا فِي قُلُوبِهِمْ فَأَنْزَلَ السَّكِينَةَ عَلَيْهِمْ وَأَثَابَهُمْ فَتْحًا قَرِيبًا
“Sungguh Allah telah meridhai orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu (Muhammad) di bawah pohon, Dia mengetahui apa yang di dalam hati mereka, lalu Dia memberikan ketenangan atas mereka dan memberikan balasan kemenangan yang dekat.” [Al Fath : 18]
مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ تَرَاهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ ذَلِكَ مَثَلُهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَمَثَلُهُمْ فِي الْإِنْجِيلِ كَزَرْعٍ أَخْرَجَ شَطْأَهُ فَآزَرَهُ فَاسْتَغْلَظَ فَاسْتَوَى عَلَى سُوقِهِ يُعْجِبُ الزُّرَّاعَ لِيَغِيظَ بِهِمُ الْكُفَّارَ وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ مِنْهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا
“Muhammad adalah utusan Allah, dan orang-orang yang bersama dengan dia bersikap keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih-sayang sesama mereka, kamu melihat mereka rukuk dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, pada wajah mereka tampak tanda-tanda bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka (yang diungkapkan) dalam taurat dan sifat-sifat mereka (yang diungkapkan) dalam Injil, yaitu seperti benih yang mengeluarkan tunasnya kemudian tunas itu semakin kuar, lalu menjadi besar dan tegak lurus di atas batangnya; tanaman itu menyenangkan hati penanamnya, karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin) Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan di antara mereka, ampunan dan pahala yang besar.”[11] [Al Fath : 29]
كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ
“Kalian adalah sebaik umat yang dilahirkan untuk manusia, kalian memerintahkan kemakrufan, melarang kemungkaran dan beriman kepada Allah.” [Ali Imran : 110]
Dan masih banyak lagi ayat-ayat Al Qur`an yang memuji mereka apalagi hadits-hadits Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam tentangnya?. Lalu kepada siapa kita harus percaya, sumber-sumber Syiah yang mencela Sahabat Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam atau ayat-ayat dalam Kitabullah Azza Wajalla?.
17. Allah Ta’ala berfirman
لِلْفُقَرَاءِ الْمُهَاجِرِينَ الَّذِينَ أُخْرِجُوا مِنْ دِيَارِهِمْ وَأَمْوَالِهِمْ يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا وَيَنْصُرُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ أُولَئِكَ هُمُ الصَّادِقُونَ . وَالَّذِينَ تَبَوَّءُوا الدَّارَ وَالْإِيمَانَ مِنْ قَبْلِهِمْ يُحِبُّونَ مَنْ هَاجَرَ إِلَيْهِمْ وَلَا يَجِدُونَ فِي صُدُورِهِمْ حَاجَةً مِمَّا أُوتُوا وَيُؤْثِرُونَ عَلَى أَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ وَمَنْ يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ . وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ .
“(harta rampasan) untuk orang-orang kafir yang berhijrah, yang terusir dari kampung halamannya dan meninggalkan harta bendanya demi mencari karunia dari Allah dan keridhaan-Nya dan demi menolong (agama) Allah dan Rasul-Nya mereka itulah orang-orang yang benar. Dan orang-orang Anshar yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin) mereka mencintai orang yang berhijrah ke tempat mereka dan mereka tidak menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); mereka mengutamanakan (Muhajirin) atas dirinya sendiri, meskipun mereka juga memerlukannya. Dan siapa yang dijaga dirinya dari sifat kekikiran, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung. Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar, mereka berdoa, “Ya Rabb kami, ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau tanamkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman, ya Rabb kami, sungguh Engkau Maha Penyantun, Maha Penyayang.” [Al Hasyr : 8-10]
Dalam ayat ini Allah Azza Wajalla mengklasifikasikan kaum muslimin dalam tiga kelompok saja tidak lebih.
Kelompok pertama adalah : Para Sahabat Muhajirin, dan mereka telah wafat.
Kelompok kedua adalah : Para Sahabat Anshar dan mereka juga telah wafat.
Dan kelompok ketiga adalah Al Mustaghfiriina Lahum yaitu kelompok pengikut mereka yang senantiasa memohonkan ampun untuknya dan mereka selalu ada hingga hari kiamat.
Lalu Syiah memposisikan diri mereka di mana dari tiga kelompok yang tersebut di atas, karena tidak mungkin masuk mereka dalam katagori sahabat Muhajirin dan tidak pula Anshar, selain itu mereka juga tidak mau menjadi bagian dari orang-orang yang senantiasa memohonkan ampun untuk sahabat Muhajirin dan Anshar?
18. Syiah menetapkan keimanan Sahabat semasa hidupnya Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, akan tetapi mereka menganggapnya murtad sepenigal beliau Shallallahu Alaihi Wasallam.
Alangkah mengherankan! bagaimana mungkin para sahabat Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam sepakat untuk murtad setelah beliau meninggal? Kenapa? Sangat sulit dibayangkan mereka yang membantu Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam dalam kondisi yang penuh dengan cobaan, kesulitan dan kesusahan, dan mereka juga rela mengorbankan nyawa dan sesuatu yang paling berharga dari harta mereka, hingga di antara mereka banyak yang terbunuh di dalamnya, kemudian setelah berjalannya waktu tanpa ada angin dan hujan tiba-tiba mereka murtad sepeninggal Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam.?!
Atau menurut Syiah kekafiran para sahabat ini hanya semata-mata disebabkan oleh sikap mereka yang berloyalitas terhadap Abu Bakar Radhiyallahu Anhum dan mengangkatnya sebagai Khalifah?.
Kalau memang benar karena itu timbul beberapa pertanyaan :
Kenapa para sahabat Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam sepakat untuk berbaiat kepada Abu Bakar, apa yang mereka takuti dari Abu Bakar?
Apakah Abu Bakar adalah seorang yang sangat berkuasa dan dictator hingga kemudian memaksa mereka untuk berbaiat kepadanya suka atau tidak?
Kemudian bukankah Abu Bakar hanya seorang yang berasal dari Bani Taim, warga minoritas di kalangan suku Quraisy yang berjumlah sedikit dibanding dengan jumlah suku Quraisy dari Bani Hasyim, Bani Abdu Ad Dar dan Bani Makhzum.
Bila Abu Bakar tidak mampu memaksa para Sahabat Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam untuk berbaiat kepadanya, lalu kenapa para sahabat Ridhwanullahi Alaihim rela berkorban dengan jihad, iman, bantuan jasa, perjuangan, dunia dan akhirat mereka untuk wewenang (kedudukan) selainnya dan dia adalah Abu Bakar Radhiyallahu Anhu?
19. Faktor apa yang membuat kaum Anshar ikut serta membaiat Abu Bakar, padahal telah diberitahukan kepada mereka bahwa jabatan khilafah adalah milik keturunan Quraisy, dan kaum Anshar tidak memiliki bagian dalam hal itu?
20. Para ulama Syiah Itsna Asyariyah banyak sekali menyebutkan bahwa kaum Anshar memiliki hubungan kecintaan yang erat dengan Ali bin Abu Thalib Radhiyallahu Anhum, hingga diceritakan oleh mereka bahwa banyak dari sahabat Anshar yang berada di pihak Ali pada peristiwa Shiffin.
Jika berita tersebut benar lalu kenapa mereka tidak menyerahkan khilafah kepada Ali akan tetapi justru kepada Abu Bakar? Sama sekali tidak ditemukan jawaban memuaskan yang menghibur dan mengobati kekecewaan.
Oleh karena itu kami menemukan kontradiksi kitab-kitab Syiah dalam hal ini di mana pada satu sisi mereka memuji para sahabat Anshar yang memihak Ali dalam peristiwa siffin, namun di sisi lain ditemukan juga dalam kitab-kitab itu sendiri mereka menghukumi para Sahabat Anshar sebagai orang-orang yang murtad pada peristiwa di Bani Tsaqifah.
21. Ketika Abu Bakar dan Umar Radhiyallahu Anhuma memegang khilafah, adakah di antara Syariat dien (agama) yang mereka sembunyikan? Apakah Ali Radhiyallahu pernah membeberkan bahwa ada Syariat yang mereka sembunyikan sejak menjabat sebagai khalifah?
Lalu perkara apasaja yang mereka ada-adakan semasa kekhilafahannya hingga kemudian dilebur oleh Ali Radhiyallahu Anhu sejak dia menjabat sebagai khalifah?
22. Jika Mua’awityah dianggap kafir dan zindiq sebagaimana yang telah disepakati oleh kitab-kitab muktabar Syiah, lalu kenapa Al Hasan Radhiyallahu Anhu mengundurkan diri untuknya! Bahkan dia mengabdikan dirinya sebagai rakyat yang patuh di bawah kuasanya!! Bukankah pengunduran diri Al Hasan Radhiyallahu Anhu dari jabatan khilafah untuk seorang kafir zindiq menurut Syiah, merupakan perbuatan yang dapat menciderai kemaksuman Al Hasan! Bahkan hal tersebut dapat dianggap sebagai tindak criminal terhadap hak umat dan rakyatnya yang telah diamanatkan oleh Allah kepadanya!!.
Sikap Al Hasan ini menunjukkan dua kemungkinan dan tidak ada selainnya, kemungkinan pertama adanya cacat pada diri Al Hasan karena dia telah menghianati amanat yang diembannya dan meninggalkan imamah. (dan kemungkinan ini tidak mungkin terjadi pada beliau, pent)
Kemungkinan kedua Al Hasan Radhiyallahu Anhu melihat Mu’awiyah memiliki keahlian dan kemampuan mengemban amanat khilafah sehingga beliau mengundurkan diri untuknya.
23. Allah Ta’ala berfirman :
يَا نِسَاءَ النَّبِيِّ لَسْتُنَّ كَأَحَدٍ مِنَ النِّسَاءِ إِنِ اتَّقَيْتُنَّ فَلَا تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ وَقُلْنَ قَوْلًا مَعْرُوفًا . وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى وَأَقِمْنَ الصَّلَاةَ وَآتِينَ الزَّكَاةَ وَأَطِعْنَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا
“Wahai istri-istri Nabi! Kamu tidak seperti perempuan-perempuan yang lain, jika kamu bertakwa, maka janganlah kamu tunduk (melemah lembutkan suara) dalam berbicara sehingga bangkit nafsu orang-orang yang ada penyakit di dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik. (32) Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu, dan jangan kamu berhias dan (bertingkah laku) seperti orang-orang jahiliyyah terdahulu. Dan laksanakanlah Shalat, tunaikan zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, wahai Ahlu Bait, dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.” [Al Ahzab : 32-33]
Konteks ayat di atas adalah sebuah pembicaraan yang ditujukan kepada istri-istri Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, dan seluruh kandungan ayat termasuk juga di dalamnya ayat :
إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا
“Sesungguhnya Allah bermaksud untuk menghilangkan dosa dari kalian wahai Ahlu Bait dan membersihkan kamu sebersih bersihnya.”
Termasuk serangkaian ayat-ayat sebelumnya yang turun berkaitan dengan ummahatul Mukminin. Lalu kenapa Syiah mengeluarkan istri-istri Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam dari konteks ayat ini dengan dalil hadits kisa`?
Apakah hadits kisa` sengaja datang untuk mencancel (membatalkan) kandungan ayat-ayat sebelumnya?! Atau hadits tersebut adalah tambahan yang menjelaskan bahwa ayat tathhir juga mencakup selain istri-istri Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, sehingga tidak memunculkan pemahaman bahwa ayat tersebut hanya terbatas pada istri-istri Rasulullah saja karena konteksnya memang demikian?
24. Sesungguhnya dalam ayat di atas terkadung delapan perkara yang berkisar antara perintah dan larangan.
1.
فَلَا تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ
“Janganlah kalian melemah lembutkan suara.”
2.
وَقُلْنَ قَوْلًا مَعْرُوفًا
“Dan Ucapkanlah perkataan yang baik.”
3.
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ
“Dan menetaplah di dalam rumah-rumah kalian.”
4.
وَلَا تَبَرَّجْنَ
“Dan janganlah kalian berhias.”
5.
وَأَقِمْنَ الصَّلَاةَ
“Dan dirikanlah shalat.”
6.
وَآتِينَ الزَّكَاةَ
“Dan tunaikanlah zakat.”
7.
وَأَطِعْنَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ
“Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya.”
8.
وَاذْكُرْنَ مَا يُتْلَى
“Dan ingatlah apa yang dibacakan.”
Jika kita bertanya kepada muslim cerdas dan pintar : perkara-perkara ini dilayangkan kepada para istri Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam. apa tujuannya? Tanpa ragu dia akan menjawab : “Agar supaya istri-istri Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam menjadi suci lagi disucikan.” Dan Allah Ta’ala sendiri yang menjelaskan alasan di balik perintah dan larangan-Nya tersebut dengan firman-Nya;
إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا
“Sesungguhnya Allah bermaksud untuk menghilangkan dosa dari kalian wahai Ahlu Bait dan membersihkan kamu sebersih bersihnya.”
Maka penafsiran makna ayat di atas kurang lebih adalah : “Wahai istri-istri Nabi sesungguhnya Allah Ta’ala memerintahkan dan melarang kalian perkara-perkara ini, dengan tujuan untuk menghapus dosa-dosa kalian dan mensucikan kalian sesuci-sucinya.”
25. Hadits kisa` khusus untuk lima person sebagaimana yang disebutkan dalam al Hadits. Namun kenapa Syiah memasukkan lebih dari lima ke dalamnya? Apakah Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam sendiri yang menyebutkan dalam nash bahwa mereka berlima adalah Ahlu baitnya, kemudian ditambah Sembilan orang dari keturunan Al Husain Radhiyallahu Anhu sesuai dengan urutan nama yang makruf di kalangan sekte Syiah Itsna Asyariyah tanpa seorang pun dari keturunan Al Hasan Radhiyallahu Anhu terlibat di dalamnya sama sekali?.
Bagaimana bisa sekte Syiah Itsna Asyariyah memasukkan nama-nama yang tidak disebutkan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallama sendiri, padahal secara bersamaan mereka mengeluarkan orang-orang yang sebenarnya Al Qur`an turun berkaitan dengan diri mereka, yakni para Ummahatul Mukminin Radhiyallahu Anhun?.
26. Hadits kisa` versi Ahlus Sunnah disinyalir dalam beberapa sumber, hanyasaja sumber yang paling unggul menurut mereka adalah shahih Muslim, di mana hadits tersebut diriwayatkan dari Ummul Mukminin Aisyah Radhiyallahu Anha. Maka apabila Aisyah Radhiyallahu Anha memiliki sikap permusuhan dengan Ahlul Bait sebagamana pendaangan Syiah, lalu kenapa dia meriwayatkan hadits semacam itu (Hadits kisa`) bila nantinya bisa menjadi boomerang baginya jika anggapan Syiah terbukti benar?
Lalu keuntungan pribadi apa yang dikeruk dan diperoleh Ibunda Aisyah Radhiyallahu Anha ketika meriwayatkan hadits semacam ini?
27. Allah Azza Wajalla menurunkan ayat-ayat suci Al Qur`an tentang pembersihan diri ibunda Aisyah Radhiyallahu Anha pada peristiwa dusta yang dituduhkan terhadapnya, dan mensucikannya dari perbuatan keji itu.
Namun eronisnya kita masih menemukan sebagian Syiah menuduh beliau khianat !!-Na’uudzu billaahi min dzalik- [12] .
Bukankah pernyataan tersebut secara otamatis merupakan hinaan terhadap Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam? Selain itu juga terdapat hinaan terhadap Allah Azza Wajalla Yang Maha mengetahui perkara ghaib, karena Dia tidak pernah menginformasikan pada Nabi-Nya bahwa istrinya adalah seorang penghianat.
Amat sangat tidak mungkin ibunda Aisyah melakukan hal itu. Inilah bukti seburuk-buruk madzhab yang berani menghina kesucian istri manusia terbaik, sekaligus ibunda orang-orang beriman.
28. Bagaimana bisa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam dikuburkan di rumah Aisyah Radhiyallahu Anha? Sedangkan kelompok Syiah menuduhnya kafir dan munafiq-Nau’uudzu billahi min dzalik-? Bukankah pengkuburan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam di rumah Aisyah Radhiyallahu Anha menunjukkan bukti jelas bahwa beliau sangat ridha dan cinta kepadanya?
29. Menurut Syiah pengangkatan imam berdasarkan pada Nash (teks religius) langsung dari Allah Ta’ala, sebagaimana kenabian juga berdasarkan nash langsung dari Allah Ta’ala. Karena itulah seorang imam yang telah direkomendasikan oleh Allah sebagai simbul umat yang wajib ditaati tidak memiliki hak untuk menolak jabatan (kedudukan) itu, sebagaimana seorang Nabi yang telah diresmikan oleh Allah sebagai Nabi tidak dapat untuk menolaknya.
Jika memang demikian ketentuannya kenapa kita temukan Ali Radhiyallahu Anhu menolak pengangkatannya sebagai imam ketika ditawarkan kepadanya jabatan tersebut setelah terbunuhnya Utsman bin Affan Radhiyallahu Anhu, justru tatkala tawaran tersebut datang kepadanya beliau berkata :
دَعُوْنِيْ وَالْتَمِسُوْا غَيْرِيْ فَإِنَّا مُسْتَقْبِلُوْنَ أَمْرًا لَهُ وُجُوْهٌ وَأَلْوَانٌ
“Tinggalkanlah aku, dan carilah yang lain, karena kita akan menghadapi perkara yang memiliki banyak ragam (versi) dan warna (corak).”[13] [Nahjul Balaghah, Hal 136]
Bagaimana mungkin Ali bin Abu Thalib Radhiyallahu Anhu boleh berkata demikian (bila dia telah diangkat oleh Allah secara nash sebagai imam) ?
30. Syiah selalu mengaku bahwa sebenarnya nash (teks religius) yang menetapkan Ali sebagai Khalifah telah tersurat di dalam Al Qur`an kemudian para sahabat menyembunyikannya (mempolitisinya), ini adalah tuduhan dusta, karena kenyataannya kita dapatkan para Sahabat Nabi tidak pernah menyembunyikan satu pun hadits yang menunjukkan imamah Ali. Seperti hadits : “Kedudukanmu di sisiku seperti kedudukan Harun di sisi Musa.” Dan hadits-hadits lain yang serupa dengan itu. Jika benar mereka menyembunyikan ayat-ayat Al Qur`an yang mereka maksud lalu kenapa tidak sekalian saja menyembunyikan hadits-hadis ini juga?.
31. Berkaitan tentang kesmpurnaan dan totalitas Al Qur`an Allah berfirman :
وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِكُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً وَبُشْرَى لِلْمُسْلِمِينَ
“Dan kami turunkan kitab Al Qur`an kepadamu untuk menjelaskan segala sesuatu, sebagai petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang islam.” [An Nahl : 89]
مَا فَرَّطْنَا فِي الْكِتَابِ مِنْ شَيْءٍ ثُمَّ إِلَى رَبِّهِمْ يُحْشَرُونَ
“Tidak ada sesuatu pun yang kami luputkan di dalam Al Qur`an, kemudian kepada Rabb mereka, mereka dikumpulkan.” [Al An’am : 38]
لَا يَأْتِيهِ الْبَاطِلُ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَلَا مِنْ خَلْفِهِ تَنْزِيلٌ مِنْ حَكِيمٍ حَمِيدٍ
“Yang tidak akan didatangi oleh kebatilan baik dari depan maupun dari belakang (pada masa lalu dan yang akan datang), yang diturunkan dari Rabb Yang Maha Bijaksana lagi Terpuji.”[Fushilat : 42]
Jika doktrin meyakini imamah (kepemimpinan) dua belas imam merupakan bagian dari rukun islam, hingga konsokuensi dari siapa saja yang tidak meyakininya adalah kafir. Lalu kenapa hal sekrusial itu tidak pernah disebutkan sama sekali di dalam Al Qur`an, meski hanya dengan satu ayat saja yang secara nyata menjelaskannya, hingga dapat menghilangkan kebingungan dan keraguan, serta dapat dijadikan hujjah dan dalil yang bisa dijadikan pijakan saat terjadi perselisihan. Padahal di waktu yang sama Al Qur`an lebih banyak memperinci perkara-perkara yang tidak lebih penting dari imamah, seperti tentang hukum waris, pernikahan, akad, haidh, nikah, nifas, buruan dan lain sebagainya?.
32. Menurut Syiah Ali bin Abu Thalib Radhiyallahu Anhu berbaiat kepada Abu Bakar Radhiyallahu Anhu karena terpaksa, jika pendapat ini bisa terima, pertanyaannya : kenapa Ali bin Abu Thalib Radhiyallahu Anhu berbaiat kepada Umar Radhiyallahu Anhu karena kemauannya sendiri bukan karena terpaksa? Sebagai buktinya Ali menjabat sebagai mentrinya Umar, dan dia juga ditunjuk sebagai kepala dewan syuro Umar, hingga Umar berkata :
أَعُوْذُ مِنْ مُعْضَلَةٍ لَيْسَ لَهَا أَبُو الْحَسَنِ
“Aku berlindung dari dilemma yang diselesaikan tanpa mengikut sertakan Abu Al Hasan (Ali).”
Kalau begitu hal ini memastikan bahwa Abu Bakar dan Umar Radhiyallahu Anhuma adalah imam adil yang berpetunjuk, jikalau keduanya adalah imam dzalim dan semenah-menah sebagaimana yang digambarkan oleh Syiah niscaya Ali juga terlibat dalam perbuatan kezhaliman, karena yang membantu orang yang berbuat zhalim sama saja dengan pelakunya. Allah berfirman :
وَلَا تَرْكَنُوا إِلَى الَّذِينَ ظَلَمُوا فَتَمَسَّكُمُ النَّارُ وَمَا لَكُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ مِنْ أَوْلِيَاءَ ثُمَّ لَا تُنْصَرُونَ
“Dan janganlah kalian cenderung kepada orang yang dzhalim yang menyebabkan kalian disentuh oleh api neraka, sedangkan kalian tidak memiliki seorang pelindung pun sehingga kalian tidak mendapat pertolongan.” [Hud : 113]
33. Tertera dalam Nahjul Balaghah, sumber utama Syiah yang paling diangungkan oleh mereka, berikut ini :
Di antara isi surat yang di kirimkan oleh Ali kepada Muawiyah :
“Sesungguhnya aku telah dibaiat oleh orang-orang yang pernah berbaiat kepada Abu Bakar, Umar dan Utsman dengan cara dan konsep baiat mereka pula, maka bagi yang hadir tidak boleh memiliki pilihan lain, dan yang tidak hadir tidak boleh menolak, karena Musyawaroh adalah wewenang Sahabat Muhajirin dan Anshar. Jika mereka telah sepakat mengangkat seorang untuk menjadi imam berarti Allah telah ridha dengan kesepakatan itu, jika ada yang keluar dari kesepakatan ini karena cela atau bid’ah maka mereka diajak untuk kembali ke jalan yang benar, namun jika mereka enggan mereka berhak untuk diperangi karena alasan keluar dari jalan (consensus/ijmak) orang-orang beriman, dan Allah membiarkannya dalam kesesetan yang dilakukan olehnya. Aku bersumpah wahai Mu’awiyah jika kamu berfikir dengan akal jernihmu tanpa dicampuri oleh hawa nafsu niscaya akan kamu dapati diriku berlepas dari orang-orang yang membunuh Utsman, dan kamu juga benar-benar mengarti bahwa aku mengasingkan diri darinya. Kecuali jika kamu menuduhku berbuat jahat maka kamu juga bertindak jahat pula sesuai dengan apa yang kamu fikirkan.” [14]
Teks surat di atas menghasilkan kesimpulan-kesimpulan sebagai berikut :
1. Imam dipilih melalui kesepakatan para Sahabat Muhajirin dan Anshar, dan tidak ada kaitannya sama sekali dengan rukun imamah menurut Syiah.
2. Sesungguhnya Ali dibaiat dengan konsep dan cara yang pernah berlaku pada imam sebelumnya Abu Bakar, Umar dan Utsman Radhiyallahu Anhum Ajma’ien.
3. Syuro (Musyawarah) adalah wewenang para Sahabat Muhajirin dan Anshar, dan ini adalah bukti keistimewaan dan tingginya derajat mereka di sisi Allah. Fakta ini berbeda dengan gambaran yang dicerminkan dan ditampilkan oleh Syiah tentang para Sahabat mulia tersebut.
4. Persetujuan Sahabat Muhajirin dan Anshar serta ridha dan pembaitan mereka terhadap imamnya adalah merupakan ridha Allah juga. Maka sama sekali tidak ada tindakan merampas hak imamah sebagaimana yang diklaim oleh Syiah. Jika tidak bagaimana mungkin Allah meridhai persetujuan tersebut.
5. Syiah banyak sekali melaknat Mu’awiyah, padahal tidak pernah kita temukan Ali bin Abu Thalib Radhiyallahu Anhu melaknatnya dalam risalah-risalahnya.
34. Jika Al Hasan Radhiyallahu Anhu adalah imam yang diangkat langsung oleh Allah Ta’ala, lalu kenapa dia mengundurkan diri dari tugasnya dan bahkan menyerahkannya kepada orang lain.
35. Jika Al Hasan Radhiyallahu Anhu adalah seorang yang maksum, pasti pengunduran dirinya untuk Mu’wiyah adalah benar, tidak salah dan diridhai oleh Allah, karena seorang yang maksum tidak boleh melakukan perbuatan yang tidak diridhai oleh Allah.
Namun sumber-sumber syiah menyebutkan bahwa Al Husain Radhiyallahu Anhu, Maksum kedua setelah Al Hasan Radhiyallahu Anhu tidak menyukai sikap saudaranya.
Abu Mukhannaf berkata : “Nampaknya Maula kita Al Husain bin Ali Alaihis Salam tidak suka dengan sikap saudaranya Al Hasan yang mengundurkan diri untuk Muawiyah, dan dia berkata : jika hidungku digilas dengan sembilah pisau tajam niscaya lebih aku sukai dari apa yang telah dilakukan oleh saudaraku.” [15]
Tidak ada arti lain dari ungkapan ini kecuali anggapan bahwa yang dilakukan oleh Al Hasan adalah salah dan tidak diridhai oleh Allah hingga Al Husain tidak menyukai sikapnya. Ini membuktikan bahwa Al Hasan bukanlah seorang yang maksum, karena seorang yang maksum tidak mungkin berbuat salah, terlebih dalam urusan yang berkaitan dengan masadepan umat. Atau jika tidak demikian apakah Al Husain sendiri yang tidak maksum karena dia tidak suka dengan perbutan maksum yang tiada salah dan tidak berbuat kecuali benar.
36. Apakah Al Husain As Syahiid keluar (ke Kufah sebelum incident pembantaian terhadap dirinya) karena kemauannya sendiri atau karena surat yang berdatangan dari para kepala Syiahnya (pendungkungnya)?. Lalu kenapa setelah mengontaknya mereka kemudian menghinakannya dengan membiarkannya berangkat sendiri?. Dan yang paling tragis para pemimpin pasukan Syiah itu sendiri yang membantai Al Husain dan keluarganya.
37. Mana yang lebih baik untuk mashlahat umat, apakah pengunduran diri Al Hasan untuk Muawiyah demi mendapatkan mashlahat keamanan? Atau keluarnya Al Husain untuk menyongsong pertempuran hingga menimbulkan banyak mushibah, dan terparah adalah tertumpahnya darah Al Husain dan keluarganya yang mulia, kemudian setelah itu terjadi peristiwa Al Hurrah dan pengepungan Ka’bah?
Kemudian mana yang lebih benar antara perdamaian dan serah terima jabatan yang dilakukan oleh Al Hasan padahal dia memiliki jumlah pasukan yang luar biasa? Atau keluar menyongsong pertempuran seperti yang dilakukan oleh Al Husain dengan jumlah pasukan yang sangat kecil?
Tentu ada satu dari dua opsi di atas yang benar dan yang lain salah, tidak mungkin benar semua atau salah semua, kemudian yang salah tidak bisa disifati sebagai maksum karena menurut Syiah seorang yang maksum tidak bisa salah.
38. Sumber-sumber Syiah menyebutkan bahwa Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam mewariskan dan menyalurkan ilmunya hanya kepada Ahlu baitnya tidak kepada yang lain, dan ilmu-ilmu tersebut kemudian tertuang dalam mushaf Fatimah, Al Jufar dan lain sebagainya. Bayangkan apakah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam boleh melakukan hal semacam itu sementara beliau diutus untuk seluruh manusia?. Sebagaimana firman Allah
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ
“Dan Aku (Allah) tidak mengutusmu (Muhammad) kecuali sebagai rahmat untuk seluruh alam.” [Al Anbiya` : 107]
dan juga firman-Nya
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا كَافَّةً لِلنَّاسِ بَشِيرًا وَنَذِيرًا وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
“Dan tidaklah Aku utus kamu kamu wahai Muhammad kecuali kepada seluruh manusia untuk memberi kabar gembira dan peringatan, akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.”[Saba` : 28]
39. Syiah menganggap bahwa Ghadir Khum adalah nash terdepan yang menjelaskan bahwa Khilafah telah tertulis secara teks religius (nash) untuk Ali bin Abu Thalib Radhiyallahu Anhu. Namun apakah Ali kemudian berhujjah (berargument) dengan hadits ini terhadap Abu Bakar dan Sahabat lainnya untuk menuntut dan merebut haknya sebagai khalifah?…. Jika seandainya bisa diterima alasan bahwa Ali bin Abu Thalib diperintahkan untuk diam dan bungkam atas apa saja yang dia dapat, lalu kenapa Salman, Abu Dzar, Al Miqdad bin Al Aswad, Ammar dan Sahabat lain yang dianggap oleh Syiah hanya berloyalitas kepada Ali saja bukan yang lain, juga ikut diam dan bungkam? Apakah mereka juga diperintahkan untuk diam atas sesuatu yang menimpa Ali?
40. Sikap Syiah kepada Al Hasan Radhiyallahu Anhu dianggap sebagai sikap buruk dan negative, hal itu disebabkan beliau mengundurkan diri dari Khilafah untuk Mu’awiyah Radhiyallahu Anhu, meski demikian mereka juga tidak dapat mencela Al Hasan karena beliau termasuk dalam bagian hadits Al Kisa`, kalau mereka mencelanya tentu dapat menganulir dalil-dalil mereka bahwa Ahlul Kisa` adalah maksum, namun kemudian sikap protes tersebut mereka tampakkan secara nyata terhadap anak cucu Al Hasan, maka mereka menutup ruang Khilafah untuk anak cucunya dan hanya menyematkannya kepada anak cucu Al Husain saja. Sehingga di antara mereka ada yang berkata : “Seluruh anak keturunan Al Hasan bin Ali telah melakukan tindakan buruk, dan tidak bisa dianggap sebagai taqiyyah.” [16]
41. Beberapa sumber muktabar Syiah menyebutkan bahwa sebenarnya para imam mengetahui berbagai penindasan yang akan mereka dapatkan, namun mereka tetap menemui dan menjemputnya. Maka siksaan hingga ajal yang datang pada mereka pada dasarnya atas kemauan mereka juga. seperti yang disebutkan oleh Al Kulaini dalam kitabnya : “Sesungguhnya para imam mengetahui kapan mereka akan mati, dan mereka tidak mati kecuali dengan ikhtiyar (kemauan) mereka.” Jika memang betul demikian lalu apa perlunya taqiiyah buat mereka?
42. Taqiyyah dan kemaksuman tidak mungkin bersatu, karena taqiyyah aplikasinya adalah diam dari kebenaran atau diam atas kebatilan, dan sikap semacam itu dapat menciderai kemaksuman. Sebagaimana taqiyyah sendiri juga menyelisihi nash-nash yang tercantum dalam Al Kitab dan As Sunnah bahkan atsar ahlu bait sekaligus yang menganjurkan untuk bersabar dalam menghadapi ujian, teguh dan kuat dalam memegang prisip kebenaran meski mengalami banyak gangguan dan intimidasi.
Sebagaimana yang pernah dinasehatkan oleh Ali Radhiyallahu : “Bagaimanakah sikap kalian nanti, jika telah tiba masa di mana hudud (hukum sanksi pidana) telah diabaikan dan dibekukan, harta dirampas silih berganti, para wali Allah dimusuhi sedangkan para musuh Allah dipercayai sebagai wali (pemimpin)? Mereka berkata : “Wahai amiirul mukminin! Lalu apa yang harus kami perbuat? Beliau berkata : “Jadilah seperti Sahabat Isa Alaihis Salam, mereka dibelah dengan gergaji, dan disalib di atas kayu, sesungguhnya mati dalam ketaatan pada Allah Azza Wajalla lebih baik dari pada hidup dalam kemaksiatan terhadap-Nya.”
43. Jika taqiyyah memiliki kedudukan yang penting dalam agama sebagaimana yang disebutkan dalam sumber sumber muktabar Syiah, lalu kenapa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam tidak pernah menggunakannya saat berada dalam kondisi darurat dan situasi genting. Bahkan diceritakan secara shahih dari beliau tatkala turun firman Allah Ta’ala :
وَأَنْذِرْ عَشِيرَتَكَ الْأَقْرَبِينَ
“Dan berilah peringatan kepada kuargamu yang terdekat.” [As Syu’ara` : 214],
beliau Shallallahu Alaihi Wasallam mendaki gunung Shafa, dan dengan lantang berseru kepada orang Quraisy di siang bolong. Sebagaimana beliau Shallallahu Alaihi Wasallam juga berseru dengan sekeras suaranya pada peristiwa Hunain padahal beliau berdiri sendirian berhadapan dengan musuh :
Aku adalah Nabi bukan pendusta
Aku adalah anak keterunan Abdul Muthallib
Bukankah dalam kondisi segenting ini seharusnya beliau Shallallahu Alaihi menggunakan taqiyyah yang disyariatkan Allah Ta’ala padanya, dan tidak menyerahkan diri dan para sahabatnya ke dalam situasi sulit dan mara bahaya besar? Dan kenapa Al Husain Radhiyallahu Anhu tidak menggunakannya, yakni bertaqiyyah kepada Hakam bin Ziyad demi menghindari tumpah darahnya, keluarga dan para sahabatnya yang mulia?.
44. Terdapat dalam beberapa kitab Syiah riwayat-riwayat dari imam yang saling berkotradikisi pada permasalahan furu’. Kadang ditemukan imam berfatwa haram dalam satu masalah, kadang makruh dan kadang pula mubah. Kemudian jika ditanyakan sebab kontradiksi ini, Syiah menjawab “imam berfatwa seperti itu karena taqiyyah.” Memang sudah maklum bagi setiap muslim bahwa perbedaan dalam permasalahan furu’ boleh saja, tidak ada saling mencela di dalamya, namun apakah kontradisi semacam ini perlu dilakukan oleh seorang imam dengan alasan taqiyyah?
45. Sumber-sumber muktabar Syiah menyebutkan bahwa para imam mereka mati karena ikhtiyar (kemauan) mereka, sebagaimana yang tersebut dalam riwayat ini :
“Para imam tahu kapan mereka mati, dan mereka tidak mati kecuali dengan ikhtiyarnya (pilihan/kemauan) sendiri.” [17]
Namun di sisi lain juga disebutkan bahwa tidak ada imam kecuali meninggalnya karena dibunuh atau diracun.[18] “Tidak ada Imam kecuali mati terbunuh atau diracun.” Pertanyaannya: kenapa dia memilih dirinya untuk dibunuh, bukankah hal terebut bisa dianggap bunuh diri yang haram?
46. Ali Radhiyallahu Anhu meninggal dengan terbunuh dalam kondisi umat sangat membutuhkan dirinya karena berkobarnya api fitnah yang mengkacau balaukan mereka, jika demikian kenapa harus memilih untuk terbunuh sedangkan dia mengharamkan umatnya untuk melakukan itu, sekaligus mereka juga sangat membutuhkan dirinya? Ditambah lagi resiko matinya beliau adalah pengunduran diri Al Hasan Radhiyallahu Anhu dari khilafah untuk Muawiyah yang dianggap oleh Syiah sebagai biangnya kufur dan thaghut?
47. Kitab-kitab Syiah banyak sekali menyebutkan hal-hal yang bersifat supra natural di luar kebiasaan dan normal manusia yang dimiliki oleh Ahlu Bait, seperti yang disebutkan oleh Al Hasan As Shaffar yang wafat pada tahun 290 H dalam kitabnya “Bashair Ad Darajat” misalanya :
“Bab bahwasanya para imam berjalan di muka bumi dan bisa mengetahui siapa saja yang dia mau dengan kemampuan yang diberikan oleh Allah kepadanya.”
Dan juga “Bab bahwasanya Amirul Mukmin Alaihis salam bisa mengendarai awan, dan naik ke ruang angkasa.”
Dan “Bab bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam dan para imam diberi kemampuan melihat yang tidak diberikan kepada selain mereka, di mana mereka bisa melihat apa yang dikerjakan manusia baik dalam kondisi tidur atau terjaga.”
Dan masih banyak lagi yang mereka sebutkan, jika itu semua benar, lalu kenapa mereka tidak bisa berpaling dari mara bahaya yang menimpanya. Ali bin Abu Thalib Radhiyallahu Anahu terbunuh dengan cara yang jahat, Al Husain Radhiyallahu Anhu keluarganya di bantai di depan matanya, jika dia memiliki kemampuan supra natural seperti yang kalian sebutkan kenapa dia tidak menahan anak panah yang menghujam leher anaknya, yang kemudian disembelih di depannya? Yang benar adalah para Ahlu Bait memang mendapat karomah yang dianugerahkan oleh Allah kepada mereka, akan tetapi kemudian tidak lantas hal-hal yang bersifat supra natural dan khurafat bisa disandarkan pada mereka.
48. Definisi imam menurut Syiah adalah : “Manusia yang memiliki kepemimpinan menyeluruh dalam perkara dien (agama) dan dunia sebagai wakil dari Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam.” [19]
Apakah definisi ini sesuai untuk criteria Al Mahdi yang masih ghaib?
49. Hadits yang bercerita tentang Al Mahdi berbunyi :
لَوْ لَمْ يَبْقَ مِنَ الدُّنْيَا إِلَّا يَوْمٌ لَطَوَّلَ اللهُ ذلِكَ الْيَوْمَ حَتَّى يَبْعَثَ فِيْهِ رَجُلًا مِنْ أَهْلِ بَيْتِيْ يُوَاطِئُ اسْمَهُ اسْمِيْ وَاسْمُ أَبِيْهِ اسْمَ أَبِيْ
“Jikalau tidak ada yang tersisa dari dunia ini kecuali hanya sehari saja, niscaya Allah akan memperpanjang hari itu hingga Dia mengutus di dalamnya seorang lelaki dari Ahlu Baitku, namanya sama dengan namaku dan nama ayahnya juga sama dengan namaku.”
Dan sudah maklum sekali bahwa nama Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam adalah, Muhammad bin Abdullah, sedangkan nama Al Mahdi menurut Syiah adalah Muhammad bin Al Hasan! Tentu ini adalah kerancauan yang luar biasa.
50. Syiah berkata : Sebab tersembunyinya imam mereka yang kedua belas adalah karena takut dari kedzhaliman. Jika demikian lalu kenapa dia masih terus menerus bersembunyi meskipun bahaya tersebut telah sirna dengan berdirinya banyak kedaulatan Syiah sepanjang sejarah, seperti kedaulatan Abidiyyiin, Buwaihiyyiin, Shafawiyyiin, dan yang terakhir adalah kedaulatan iran?!
Kenapa dia tidak keluar sekarang padahal Syiah sudah memiliki kekuatan untuk menolong, membela dan melindunginya?! Bukankah mereka sudah berjumlah jutaan pengikut yang siap mengorbankan nyawa siang dan malam….?!
51. Menurut Syiah bahwa jika Al Mahdi mereka telah muncul, maka dia akan berhukum dengan hukum keluarga Dawud! Lalu mana berada di mana syariat Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam yang menghapus syariat para Nabi sebelumnya?!
52. Kenapa diceritakan bahwa jika Al Mahdi Syiah telah keluar maka dia akan berdamai dengan Yahudi dan Nashrani dan membunuh orang-orang arab terutama Quraisy?!! Bukankah Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam berasal dari arab dan Quraisy, begitu juga para imam kalian?!
53. Syiah meriwayatkan dari Abu Abdillah-Ja’far As Shadiq-berkata : “Perkara ini akan dipimpin oleh lelaki yang tidak ada orang yang menyebut namanya kecuali dia telah kafir….” [Al Anwar An Nu’maniyah. (2/53)] Namun mereka juga meriwayatkan dari Muhammad Al Hasan Al Askari bahwasanya dia berkata kepada Al Mahdi : “Kamu akan mengandung seorang anak lelaki bernama Muhammad, dia akan menjadi pemimpin sesudahku..” [20]
Bukankah ini sangat kontradiktif?! Kalian berkata : barang siapa yang menyebut namanya maka dia kafir, namun kalian juga berkata bahwa Al Hasan Al Askari menyebut namanya Muhammad!
54. Sumber-sumber Syiah menganggap bahwa Fatimah Radhiyallahu Anha telah dilecehkan, dipukul, diremukkan tulangnya serta janinnya yang tak berdosa diaborsi… Jika benar demikian lalu di mana seorang Ali Radhiyallahu Anhu yang terkenal gagah dan kuat?! Dan di mana Banu Hasyim yang menguasai arab dan non arab, serta terkenal dengan keberaniannya di masa jahiliyah dan islam? Dan di mana pula para pendukung Ali seperti Abu Dzar, Salman dan Al Miqdad? Dan di mana para Sahabat dan kerabatnya?
55. Menurut Syiah, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam telah memberi tahu Ali Radhiyallahu Anhu tentang cobaan yang akan diterima oleh Fatimah Radhiyallahu Anha, namun beliau menyuruhnya untuk tetap diam atas semua itu.
Namun di tempat lain sumber-sumber Syiah dan juga Ahlus sunnah menyebutkan bahwasanya Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam sempat marah lalu bangkit dan berkhutbah hanya karena beliau mendengar Ali Radhiyallahu Anhu ingin menikah dengan anak perempuan Abu Jahal. Beliau Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda : “Sesungguhnya Fatimah adalah bagian dari diriku, dan sesungguhnya aku tidak suka dia disakiti.” [Muttafaqun Alaih]. Hal itu demi menjaga perasaan Fatimah Radhiyallahu Anha.
Jika melihat kisah hadits di atas maka bagaimana mungkin Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam menyuruh Ali Radhiyallahu Anhu diam atas intimidasi yang akan dialami oleh istrinya Fatimah Radhiyallahu Anha dan ancaman pembunuhan terhadapnya, padahal beliau adalah orang yang melarang Ali untuk menikah lagi yang sebenarnya dihalalkan oleh Allah untuknya demi menjaga perasaan Fatimah?!
Kemudian pengakuan Syiah bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam menyuruh Ali untuk tidak membela keluarga dan kehormatannya adalah sesuatu yang mustahil secara akal dan syareat, karena beliau sendiri yang memerintahkan umatnya untuk membela harta dan keluarga dengan sabdanya :
« مَنْ قُتِلَ دُونَ مَالِهِ فَهُوَ شَهِيدٌ وَمَنْ قُتِلَ دُونَ أَهْلِهِ أَوْ دُونَ دَمِهِ أَوْ دُونَ دِينِهِ فَهُوَ شَهِيدٌ »
“Barang siapa yang terbunuh karena membela hartanya maka dia syahid, barang siapa yang terbunuh karena membela keluarga atau darahnya atau agamanya maka dia syahid.” [21]
Dan dalam riwayat kitab-kitab Syiah terdapat hadits dengan bermncam-macam lafadzh, di antaranya :
Dan diriwayatkan dari Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Aalihi Wasallam bersabda : “Barang siapa yang terbunuh karena membela keluarganya yang terdzhalimi maka dia syahid, barang siapa yang terbunuh karena membela hartanya yang terdzhalimi maka dia syahid, barang siapa yang terbunuh karena membela tetangganya yang terdzhalimi maka dia syahid, dan barang siapa yang terbunuh karena membela Dzat Allah maka dia syahid.” [22]
Apakah mungkin Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam memerintahkan seluruh kaum muslimin untuk membela harta dan istri-istri mereka, namun kemudian beliau memerintahkan Ali Radhiyallahu Anhu untuk tidak membela istri terbaik yang dianugerahkan oleh Allah kepadanya, Fatimah sang penghulu wanita seluruh alam? Bahkan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam saja diperintahkan untuk membela seluruh wanita kaum muslimin melebihi istri-istri yang ada dalam rumah Nabi Radhiyallahu Anhun sendiri.”
56. Kasus Tanah Fadak :
Sumber Syiah berbeda-beda cerita tentang kasus Fatimah Radhiyallahu Anha yang menuntut hak kepemilikan tanah Fadak, ada yang menyebutkan bahwa Fatimah hanya menuntut hak warisan seorang anak perempuan dari ayahnya yang meninggal, namun yang aneh dalam fiqih Syiah ditetapkan seorang wanita tidak boleh mewarisi benda mati yang tidak bisa dipindahkan seperti tanah, kebun dsb.
Al Kulaini meletakkan Bab khusus dalam Al Kafinya dengan judul “Seorang wanita tidak bisa mewarisi iqar (benda mati yang tidak bisa dipindahkan seperti tanah, kebun dsb)”, dia meriwayatkan dalam bab ini sebuah atsar dari Abu Jakfar yang berbunyi : “Wanita tidak boleh mewarisi tanah atau iqar (benda mati yang tidak bisa dipindahkan) sama sekali.” [Furu’ Al Kafi oleh Al Kulaini (7/127]
At Thausi juga meriwayatkan dalam Tahdzib Al Ahkamnya dari Maisir berkata : “Aku bertanya kepada Abu Abdullah Alaihis Salam tentang warisan yang didapat oleh wanita? Maka beliau berkata : “Mereka hanya mendapatkan nilai batu bata, bangunan, kayu, tebu. Adapun tanah dan iqar (yang tidak bisa dipindahkan seperti tanah, kebun dsb) maka dia tidak mendapatkannya sama sekali.
Sedangkan di antara sumber yang menyebutkan bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam telah menshadaqahkan tanah Fadak untuk Fatimah Radhiyallahu Anha, dari Abu Abdullah Alaihis salam berkata : “Ketika Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam telah meninggal dunia dan Abu Bakar menggantikan posisinya, dia mengirim utusan ke wakil Fatimah untuk keluar dari tanah Fadak, lalu Fatimah Radhiyallahu Anha datang kepadanya dan berkata : “Wahai Abu Bakar, anda mengaku sebagai khalifah ayahku Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam dan menggantikan posisinya dan anda telah mengirim utusan ke wakilku dan mengeluarkannya dari tanah Fadak padahal anda telah tahu bahwasanya Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam telah menshadaqahkannya untukku, dan aku pun mempunyai saksi untuk itu. Maka Abu Bakar Radhiyallahu Anhu berkata kepadanya : “Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam tidak diwarisi.” Lalu Fatimah pulang kepada Ali dan memberitahunya, Ali berkata : “Kembalilah padanya dan katakan : “Kamu menganggap bahwasanya Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam tidak diwarisi, padahal Sulaiman mewarisi Dawud, dan Yahya mewarisi Zakariyya, lalu bagaimana aku tidak mewarisi ayahku?” [23] Dalam kisah ini terdapat dikotomi yang cukup jelas, di awal kisah disebutkan bahwa tanah Fadak adalah wasiat untuk Fatimah Radhiyallahu Anha. Dan dalam perkataan Abu Bakar Radhiyallahu Anha kepadanya : “Bahwasanya Nabi Shallallahu Alaihi Wa Alihi Wasallam tidak diwarisi.” Kemudian dalam rujuknya Fatimah Radhiyyallahu Anha kembali disebutkan perkataannya : “Dan bagaimana mungkin aku tidak mewarisi ayahku.” Sementara pembicaraannya seputar warisan.?!
Bukankah mungkin bagi Fatimah untuk berkata : “Aku berbicara kepada anda tentang wasiat, sedangkan anda mengajakku bicara tentang warisan. Apa hubungannya ini dengan itu?.
57. Jika tanah Fadak adalah hibah dari Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam untuk Fatimah Radhiyallahu Anha, lalu apakah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam juga memberikan anak perempuannya Ummu Kaltsum Radhiyallahu Anha sebagaimana yang beliau berikan kepada Fatimah? Atau beliau menggabungkannya dalam harta yang diberikan kepada Fatimah Radhiyallahu Anha? Karena Ummu Kaltsum Radhiyallahu Anha juga ada ketika Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam menaklukan Fadak dan Khaibar, dia meninggal pada tahun ke 9 (Sembilan) Hijriyah. Bolehkah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam berbuat tidak adil terhadap anak-anaknya? Bukankah beliau yang bersabda : “Jika aku tidak adil siapa lagi yang bisa adil?”
عَنِ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيْرٍ رَضِيَ اللهُ أَنَّ أَبَاهُ أَتَى بِهِ إِلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ : إِنّيْ نَحَلْتُ ابْنِيْ هَذَا غُلَامًا. فَقَالَ : لَا , فَقَالَ رَسُوْلَ الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : فَأَرْجِعْهُ
An Nu’man bin Basyir Radhiyallahu Anhu meriwayatkan bahwa ayahnya pernah membawanya kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam dan berkata : “Sesungguhnya aku memberi anakku ini seorang budak milikku.” Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda : “Apakah setiap anakmu kamu beri sama seperti itu?” Dia berkata : “Tidak.” Maka Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda : “Kalau begitu refisilah (pemberianmu).” [24]
Mungkinkah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam melarang sesuatu pada umatnya lalu beliau sendiri melakukannya? Apakah mungkin Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam melakukan perbuatan yang beliau anggap sebagai tindak kedzhaliman terhadap anak-anak?
58. Apa yang diperbuat oleh Ali Radhiyallahu Anhu dengan tanah Fadak setelah dia menduduki khilafah? Apakah dia membaginya kepada seluruh ahli waris Fatimah Radhiyallahu Anha? Atau dia tetap membiarkannya seperti yang dilakukan oleh Abu Bakar Radhiyallahu Anhu?
59. Syiah mengklaim bahwa hanya Ali saja yang memiliki dan membukukan teks asli Al Qur`an, hanyasaja dia menyembunyikannya karena takut menimbulkan fitnah dan kemurtadan, akan tetapi di masa Abu Bakar Radhiyallahu Anhu kaum muslimin berperang di bawah perintahnya, dan sedikitpun beliau tidak pernah menghiraukan ketakutan mereka dari kemurtadan (padahal rata-rata mereka adalah para hafidz Al Qur`an), sementara Ali bin Abu Thalib Radhiyallahu Anhu termasuk dalam ekspedisi pasukan melawan para pembangkang zakat pada waktu itu. Lalu apakah ketika Ali bin Abu Thalib Radhiyallahu Anhu berkuasa lantas beliau mengeluarkan teks asli Al Qur`an yang diklaim oleh Syiah hanya beliau sendiri yang hafal?
60. Apakah Ahlul Bait memiliki kitab suci selain Al Qur`an yang dapat ditimba ilmu mereka darinya? Kisah kitab lain apalagi yang diceritakan oleh sumber-sumber Syiah? Seperti Mushaf Fatimah, Al Jami’, Shahifah An Namus, Shahifah Dzuabat As Saif, Shahifah Ali, Al Jufar, At Taurat dan Al Injil, Az Zabur?
61. Syiah mengingkari perkataan mereka sendiri bahwa Al Qur`an telah terdistorsi, dan mereka menganggap bahwa itu hanya kebohongan Ahlus Sunnah yang dituduhkan terhadap Syiah, jika kalian tidak mengaku, apa yang bisa kalian katakan dengan teks-teks yang tercantum dalam kitab-kitab muktabar Syiah ini :
عَنْ أَبِيْ عَبْدِ اللهِ قَالَ : “وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فِيْ وِلَايَةِ عِلِيٍّ وَوِلَايَةِ الْأَئِمَّةِ مِنْ بَعْدِهِ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا” قَالَ هَكَذَا نُزِلَتْ
Dari Abu Abdillah berkata (tentang bunyi ayat dalam surat Al Ahzab ayat 71) : “WAMAN YUTHI’ILLAHA WARASUULAHU FII WILAAYATI ‘ALIYYIN WAWILAAYATI AL AIMMATI MIN BA’DIHI FAQAD FAAZA FAUZAN AZHIIMAA (Barang siapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya dalam wilayah Ali dan wialayah para imam setelahnya maka dia benar-benar telah beruntung sebesar-besarnya).” Beginilah ayat yang sebenarnya turun [25].
Dari Abu Ja’far berkata : “Sebenarnya asli teks ayat (Al Baqarah : 90) yang dibawa Jibril kepada Rasulullah Shallallahu Alahi Wasallam adalah :
بِئْسَمَا اشْتَرَوْا بِهِ أَنْفُسَهُمْ أَنْ يَكْفُرُوا بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فِيْ عَلِيٍّ بَغْيًا
“Sangatlah buruk (perbuatan) mereka menjual dirinya dengan mengingkari apa yang diturunkan oleh Allah tentang Ali karena dengki.” [26]
Dari Jabir berkata : Sesungguhnya teks ayat (Al Baqarah : 23) yang dibawa oleh Jibril kepada Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam adalah :
وَإِنْ كُنْتُمْ فِي رَيْبٍ مِمَّا نَزَّلْنَا عَلَى عَبْدِنَا فِيْ عَلِيٍّ فَأْتُوا بِسُورَةٍ مِنْ مِثْلِهِ
“Jikalau kalian ragu terhadap apa yang Aku turunkan kepada ham-Ku (Muhammad) tentang Ali maka buatlah satu surah semisal dengannya.” [27]
Dan dari Abu Abdillah Alaihis Salam berkata : “Sebenarnya teks ayat (An Nisa` : 47) yang dibawa oleh Jibril kepada Muhammad adalah seperti ini :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ آمِنُوا بِمَا نَزَّلْنَا فِيْ عَلِيٍّ نُوْرًا مُبِيْنًا
“Wahai orang-orang yang diberikan Al Kitab, berimanlah kepada apa yang Aku turunkan tentang Ali dengan cahaya yang nyata.” [28]
Muhammad bin Sinan meriwayatkan dari Ar Ridha Alaihis Salam berkata : (teks ayat As Syura : 13) adalah :
كَبُرَ عَلَى الْمُشْرِكِينَ بِوِلَايَةِ عَلِيٍّ مَا تَدْعُوهُمْ إِلَيْهِ يَا مُحَمَّدُ مِنْ وِلَايَةِ عَلِيٍّ
“Berat bagi orang-orang musyrik (untuk mengikuti) wilayah Ali, yang kamu serukan mereka kepadanya wahai Muhammad berupa wilayah Ali.” [29]
Dan dari Abu Abdullah berkata : (dia membaca surat Al Ma’arij : 1-2)
سَأَلَ سَائِلٌ بِعَذَابٍ وَاقِعٍ لِلْكَافِرِينَ بِوِلَايَةِ عَلِيٍّ لَيْسَ لَهُ دَافِعٌ
“Seorang bertanya tentang adzab yang pasti terjadi. Pada orang-orang kafir dengan wilayah Ali yang dia tidak dapat menolaknya.” Dia berkata : “Demi Allah beginilah ayat ini turun kepada Muhammad Shallallahu Alahi Wasallam.”
62. Syiah selalu berdalil atas imamah para imam mereka dengan hadits At Tsaqalain, menurut mereka At Tsaqal Al Akbar adalah Al Qur`an al kariem sedangkan At Tsaqal al asghar adalah mereka para imam. Barang siapa yang tidak meyakini para imam seperti keyakinan Syiah Itsna Asyariyah maka dia telah kafir dan murtad, karena telah menciderai kemaksuman dan imamah mereka. Sementara yang menciderai At Tsaqal al akbar yakni Al Qur`an maka dia seperti mujtahid, jika salah tetap mendapatkan pahala, oleh karena itu para ulama besar yang menjadi referensi mereka ketika ditanya tentang An Nuri At Thibrisi dan kitabnya “Fashlu Al Khithab Fie Bayaani Tahriifi Kitabi Rabbi Al Arbab” (kitab yang menetapkan adanya distorsi di dalam Al Qur`an), maka para ulama referensi itu menjawab : dia adalah seorang alim besar, dia hanya berijtihad dan salah, namun tetap mendapat pahala!!!.
63. Jika ada seseorang yang ingin mengikuti Syiah, lalu madzhab apa yang harus dia jalani karena madzhab Syiah begitu banyak dan bermacam-macam?! Antara Itsna Asyariyah, Ismailiyyah, Zaidiyyah, Daruz….. dan lain sebagainya. Sementara setiap madzhab yang ada mengaku berafiliasi terhadap Ahlu Bait, menetapkan imamah, dan memusuhi Sahabat. Mereka semua juga meyakini imamah Ali bin Abu Thalib Radhiyallahu Anhu sebagai rukun agama dan dia adalah Khalifah langsung setelah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, dan mengaku bahwa agama sebenarnya ada bersama mereka.
64. Jika Syiah mengaku bahwa mereka menimba ilmuya dari satu sumber, lalu kenapa bisa terjadi perbedaan yang luar biasa dalam hadits-hadits mereka? Tokoh Syiah Abu Jakfar Muhammad bin Al Hasan At Thausi berkata dalam muqaddimah kitab “Tahdziib Al Ahkam” salah satu empat kitab andalan mereka : “Segala puji bagi Allah Penguasa kebenaran dan Pemiliknya, semoga shalawat dan salam-Nya tercurahkan atas sebaik-baik makhluk pilihan yaitu Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam. Ada salah satu teman yang mengingatkan saya -semoga Allah memberikan kebaikan padanya karena kebenaran yang disampaikan kepada kami- tentang hadits-hadits para ulama kita -semoga Allah menguatkan mereka dan merahmati yang telah lebih dahulu pergi- serta perbedaan, dikotomi, konflik dan kontradiksi yang terjadi di dalamnya, hingga tidak ada satu hadits pun yang disepakati melainkan di depannya ada yang menyelisihinya. Factor inilah yang kemudian dijadikan oleh para musuh dan lawan kita sebagai celah dan cacat besar dalam madzhab kita.”
Seorang Syiah Itsna Asyariyah sejati Dildar Ali Al Kahnawi berkata dalam Asasu Al Ushul : “Sesungguhnya hadits-hadits ma`tsur dari para imam kita banyak sekali terjadi perbedaannya, hingga hampir tidak ditemukan satu hadits pun melainkan sudah ada di hadapannya hadits lain yang menentang, dan tidak ada khabar dari mereka melainkan ada khabar lain yang melawan, sehingga semua itu menyebabkan orang-orang Syiah yang kurang dalam ilmunya keluar dari madzhabnya….”
Seorang alim bijak Syiah, pakar sekaligus peneliti mereka Syihabuddin Al Karki berkata dalam kitabnya “Hidaayat Al Abrar Ila Thariiqi Al Aimmati Al Athar” Cetakan Pertama tahun 1396 H : “Oleh karena itu disebutkan dalam muqaddimah Tahdziib Al Ahkam bahwa penulis bertujuan untuk menampik perbedaan yang terjadi dalam hadits-hadits kita dari para imam. Setelah sampai iformasi kepadanya bahwa sebagian pengikut Syiah keluar karena celah tersebut.”
Demikian pengakuan langsung dari para ulama Syiah Itsna Asyariyah tentang kotroversi yang terjadi dalam madzhab mereka.
Allah Ta’ala berfirman :
وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللَّهِ لَوَجَدُوا فِيهِ اخْتِلَافًا كَثِيرًا
“Sekiranya Al Qur`an itu bukan dari Allah niscaya mereka akan mendapatkan banyak hal yang bertentangan di dalamnya.”
[An Nisa` : 82]
65. Sebagian orang Syiah ada yang bernamakan nama-nama penghambaan kepada selain Allah Ta’ala, seperti; Abdu Al Husain, Abdu Al Aimmat, Abdu Ar Ridha dan lain sebagainya. Dari mana Syiah mendapatkan nama-nama ini? Apakah ada nash syar’ie yang membolehkan pemberian nama dengan nama-nama penghambaan kepada selain Allah Azza Wajalla? Apakah ada salah satu dari para imam maksum –menurut mereka- yang menamai dirinya atau anaknya dengan nama-nama itu?
66. Syiah beranggapan bahwa Tanah yang sering mereka sebut dengan “Turbah Husainiyah (debu tanah Husain)” memiliki kesucian yang luar biasa menurut mereka. Tapi apakah tanah tersebut ada wujudnya? Dan apakah memang dianggap suci oleh para imam?
67. Syiah selalu melakukan ritual ibadah dengan memukul dan melukai diri sebagai ratapan atas pembantaian Al Husain Radhiyallahu Anhu dan keluarganya. Namun di watu itu pula berbagai sumber muktabar mereka meriwayatkan tentang larangan memukul dan melukai diri serta meratapi kematian. Sebagaimana yang tersebut dalam Tafsir As Shafi tentang tafsir firman Allah Azza Wajalla :
وَلَا يَعْصِينَكَ فِي مَعْرُوفٍ
“Dan tidak mendurhakaimu dalam urusan yang baik.” [Al Mumtahanah : 12]
“Janganlah memukul pipi, menggores wajah, mengoyak rambut, merobek kantong baju, melumurinya dengan warna hitam dan memanggil dengan panggilan wail (celaka). Lalu mereka berbaiat kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa’aalihi Wasallam atas hal itu.”
Dari Rasululullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda : “Niyahah (meratapi orang yang telah meninggal) adalah merupakan amalan Jahiliyah.” [30]
Ali bin Abu Thalib Radhiyallahu Anhu berkata sepeninggal Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam seraya berseru kepadanya : “Jikalau engkau tidak melarang berkeluh kesah dan memerintahkan kesabaran niscaya akan habis air mata kami.” [31]
Dari Ali bin Abu Thalib Radhiyallahu Anhu berkata : “Barang siapa yang memukulkan tangannya ke paha ketika tertimpa mushibah maka telah rontok amalnya.” [32]
Bukankah Syiah sekarang dalam perkara ini menyelisihi perintah Allah dan Rasul-Nya serta perintah para imam juga?
Jika memukul diri sendiri termasuk perbuatan yang disyariatkan bukankah yang lebih berhak diratapi seperti itu adalah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, kemudian anaknya Fatimah Radhiyallahu Anha?. Lalu apakah Ali Radhiyallahu Anhu meratapi mereka dengan cara seperti itu?
68. Syiah biasa memperingati tradisi ritual peratapan dengan mengenakan baju berwarna hitam sebagai ungkapan kesedihan atas Al Husain Radhiyallahu Anhu, sementara riwayat-riwayat dari Ahlu Bait secara nyata melarang untuk mengenakan warna hitam. Di antaranya :
Dari Ali Radhiyallahu Anhu berkata : “Janganlah memakai baju hitam karena itu adalah bajunya Firaun.” [33]
Dan disebutkan dalam tafsir As Shafi tentang tafsir ayat :
وَلَا يَعْصِينَكَ فِي مَعْرُوفٍ
“Dan tidak mendurhakaimu dalam urusan yang baik.” [Al Mumtahanah : 12]
Bahwasanya Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam membaiat para wanita muslimah untuk tidak melumuri baju dengan warna hitam, merobek kantung baju, memanggil dengan panggilan wail (celaka).” [34]
69. Menurut Syiah anggota badan dalam sujud delapan; kening, hidung, dua telapak tangan, dua lutut dan dua telapak kaki. Dan delapan anggota ini harus menempel tanah dalam kondisi sujud. [35]
Kemudian mereka mengatakan wajib bersujud di atas sesuatu yang tidak dimakan dan tidak pula dipakai, oleh karena itu mereka meletakkan tanah di bawah keningnya. Sementara pada anggota sujud lainnya mereka tidak meletakkan tanah di bawahnya?!
Demikian catatan-catatan ringan yang kami sajikan, seraya berdoa kepada Allah agar menganugerahkan kepada kita ikhlas dalam perkataan dan perbuatan, serta menunjukkan kita pada jalan yang lurus. Washallallahu Wasallama ‘Alaa Muhammad Wasallama Tasliiman Katsiiran.
—————————————-
1. [Al Irsyad Al Mufid, Hal 186 dan 248]
2. Kasyful Ghummah Fie Ma’rifatil A`immah oleh Ali Al Arbali (2/66)
3. Al Irsyad Al Mufied Hal. 197
4. Al Irsyad Al Mufid, Hal 194
5. Al Kulaini dalam Al Kafi Fi Al Furu’ (6/115), At Thausi dalam Tahdziibul Ahkam, Bab Adad An Nisa` Juz 8, Hal 148
6. Pertalian hubungan pernikahan antara keluarga Ali dengan sebagian keluarga pamannya dari keluarga Abu Bakar, keluarga Umar, keluarga Utsman dan keluarga Az Zubair banyak sekali, yang kemudian dikupas oleh Syaikh As Sayyid bin Ahmad bin Ibrahim dalam kitabnya “Al Asma` Wa Al Mushaharat Baina Ahlil Baiti Wa As Shahabah Radhiyallahu Anhum” barang siapa yang ingin lebih mendalaminya silahkan merujuknya kembali dalam kitab tersebut karena dia adalah kitab yang komplit dan simple dalam bahasan ini.
7. Hadits ini menurut Ahlu Sunnah Muttafaqun Alaih, dan diriwayatkan pula oleh Al Majlisi dalam Biharul Anwar Juz 8, Hal 27, dan Juz 3, Hal 165, dan Juz 28, Hal 27, dan lain sebagainya
8. Kasyful Ghummah oleh Al Arbali, Juz 2, Hal 373
9. Raudhah Al Kafi, Juz 8, Hal 101
10. Kasyfu Al Ghummah Juz 2 Hal 360
11. Dalam firman Allah ini : Al Fath : 29
ذَلِكَ مَثَلُهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَمَثَلُهُمْ فِي الْإِنْجِيلِ
“itulah permisalan mereka di dalam At Taurat dan permisalan mereka di dalam Al Injil.” Termasuk sesuatu yang mustahil jika pujian Allah Ta’ala ini ditujukan kepada orang Yahudi dan Nasrani di dalam kitab-kitab mereka. Dan mustahil Allah Ta’ala memberikan mereka dua sifat agung sementara Dia Maha mengetahui bahwa mereka akan murtad, karena hal itu melazimkan adanya cela pada Dzat Allah –dan Allah Maha Suci dari segala cela- karena Yahudi dan Nashrani akan berkata (Allah telah berdusta pada kita –Na’uudzu billahi Min Dzalik- di mana Dia menyebutkan shifat kaum yang shalih kemudian mereka murtad?) ayat ini laksana pedang panas membara yang memukul telak siapa saja yang menganggap kafir para Sahabat Muhammad dan semoga Allah meridhai mereka.
12. lihat Tafsir Al Qummi, Juz 2, Hal 377, dan Al Burhan oleh Al Bahrani, Juz 4, Hal 358
13. Nahjul Balaghah, Hal 136
14. lihat kitab “Shafwat Syuruh Nahji Al Balaghah, Hal 593
15. Disebutkan oleh Abu Al Hasan Al Irbili dalam kitabnya “Kasyfu Al Ghummah Fie Ma’rifati Al Aimmah, Juz 2 Hal 205] dia juga mengutip bait-bait Syair yang dinisbatkan kepada Al Husain Radhiyallahu Anhu :
Tidak ada kesedihan melebihi sikap saudaraku yang membuatku terluka.
Allah tidak meridhai atas sikap dan perbutannya.
Akan tetapi jika Allah telah menetapkan perkara dalam taqdir-Nya
Maka pada waktu itu pula kamu akan melihatnya nyata
Jikalau aku diundang untuk berunding di dalamnya
Niscaya mereka akan melihat saudaranya ini jauh dari rela
Aku tidak pernah ridha dengan keputusan yang mereka rela
Walau seklompok orang datang kepadaku untuk memaksa
Walau hidungku digilas oleh sembilah pisau sebelumnya
Selamanya aku tidak akan pernah patuh dengan perdamaiannya
16. Tanqiihul Maqaal, Juz 3 Hal 142
17. lihat Ushulu Al Kafi oleh Al Kulaini, (1/258), dan kitab Al Fushul Al Muhimmah oleh Al hurr Al Amili, hal 155
18. Bihar Al Anwar, 43/364
19. Al Mufid An Nukat Al I’tiqadiyah, Hal 39
20. Al Anwar An Nu’maniyah (2/55)
21. Sunan Abu Dawud dan disahihkan oleh Al Albani
22. Mizan Al Hikmah, oleh Muhammad Ar Risyhari, Juz 5, Hal 121. sebagaimana juga diriwayatkan oleh Al Majlisi dalam Bihar Al Anwar, Juz 10, hal 364. dan Musnad Ar Ridha Juz 2 Hal 498, dan masih banyak sumber Syiah yang lain lagi.
23. Al Ikhtishash oleh Al Mufid
24. HR Al Bukhari, lihat Fathul Bari 5/211
25. lihatlah kitab Ushul Al Kafi (1/414)
26. Ushul Al Kafi (1/417).
27. Syarah Ushul Al Kafi : (7/66)
28. Syarah Ushul Al Kafi : (7/66)
29. Syarah Ushul Al Kafi (5/301)
30. Man Laa Yahdhuruhu Al Faqiih, oleh As Shaduq (4/271-272)
31. Nahju Al Balaghah, hal 576. Dan lihat pula Mustadrak Al Wasail (2/445)
32. Al Khishal oleh As Shaduq. Hal 621, dan Wasail As Syiah (3/270)
33. Man Laa Yahdhuruhu Al Faqiih oleh Abu Ja’far Muhammad Babawaih Al Qummi (1/232) dan diriwayatkan oleh Al Hurr Al Amili dalam Wasail As Syiah (2/916)
34. Tafsir As Shafi, Juz 5 hal 166
35. Wasail Syiah oleh Al Hurr Al Amili (3/598)