Tampilkan postingan dengan label Hadits. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Hadits. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 04 Januari 2020

Karena Wanita Harus Dinasihati

Karena Wanita Harus Dinasihati
Karena Wanita Harus Dinasihati

? Karena Wanita Harus Dinasihati ?
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
✅ Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,
وَاسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا فَإِنَّهُنَّ خُلِقْنَ مِنْ ضِلَعٍ وَإِنَّ أَعْوَجَ شَيْءٍ فِي الضِّلَعِ أَعْلاَهُ فَإِنْ ذَهَبْتَ تُقِيمُهُ كَسَرْتَهُ وَإِنْ تَرَكْتَهُ لَمْ يَزَلْ أَعْوَجَ فَاسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا
? “Dan berilah nasihat dengan baik kepada para wanita, karena sesungguhnya wanita itu tercipta dari tulang rusuk (yang bengkok), dan tulang rusuk yang paling bengkok itu adalah bagian paling atasnya, jika engkau memaksa untuk meluruskannya engkau akan mematahkannya, namun jika engkau biarkan ia akan tetap bengkok, maka nasihatilah para wanita dengan baik.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairahradhiyallahu’anhu]
? #Beberapa_Pelajaran:
1) Kewajiban menasihati wanita dengan metode yang lembut dan tidak membiarkannya dalam kebengkokan, hendaklah diluruskan namun dengan cara yang baik, bukan dengan cara yang kasar dan keras.
2) Bersikap kasar dan keras kepada wanita akan mematahkannya, maknanya adalah akan terjadi perceraian.
3) Isyarat bolehnya menceraikan seorang istri apabila tidak dapat diluruskan.
4) Anjuran untuk menggunakan metode pendekatan hati dalam menasihati, agar hati orang yang dinasihati lebih mudah menerima kebenaran.
5) “Politik” dalam mengatur wanita adalah dengan memaafkan kesalahannya dan bersabar menghadapi kebengkokannya serta tetap memberi nasihat dengan cara yang baik.
? [Disarikan dari Fathul Baari, (9/253-254) dan‘Umdatul Qori, (29/403-405)]
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم
? Sumber: https://sofyanruray.info/karena-wanita-harus-dinasihati/
══════ ❁✿❁ ══════
➡ Bergabunglah dan Sebarkan Dakwah Sunnah Bersama⤵
?Markaz Ta’awun Dakwah dan Bimbingan Islam:
?Gabung Channel Telegram: http://goo.gl/6bYB1k
?Gabung Group WA: 08111377787
?www.facebook.com/taawundakwah
?www.taawundakwah.com
?PIN BB: 5D4F8547
?Youtube: Ta’awun Dakwah⁠⁠

Larangan Berbicara dan Berbuat Sia-sia Saat Mendengar Khutbah Jum’at dan Cara Membangunkan Orang yang Tidur


Larangan Berbicara dan Berbuat Sia-sia Saat Mendengar Khutbah Jum'at dan Cara Membangunkan Orang yang Tidur
⛔ Larangan Berbicara dan Berbuat Sia-sia Saat Mendengar Khutbah Jum’at dan Cara Membangunkan Orang yang Tidur ?
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
➡ Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا قُلْتَ لِصَاحِبِكَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ أَنْصِتْ وَالإِمَامُ يَخْطُبُ فَقَدْ لَغَوْتَ
? “Apabila engkau berkata kepada temanmu pada hari jum’at: Diamlah! Padahal imam sedang berkhutbah maka sungguh engkau telah berbuat sia-sia.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu]
? #Beberapa_Pelajaran:
1. Hadits yang mulia ini menunjukkan wajibnya diam dan mendengar khutbah Jum’at serta haramnya berbicara.
✅ Al-Hafiz Ibnu Abdil Barr rahimahullah berkata,
لا خلاف بين فقهاء الأمصار في وجوب الإنصات للخطبة على من سمعها
“Tidak ada perbedaan pendapat di antara ahli-ahli fiqh dari berbagai negeri bahwa wajib atas orang yang mendengar khutbah (Jum’at) untuk diam.” [Al-Istidzkar, 5/43]
✅ Asy-Syaikh Ibnu Baz rahimahullah berkata,
وسماه النبي صلى الله عليه وسلم لاغياً مع أنه آمر بالمعروف، فدل ذلك على وجوب الإنصات وتحريم الكلام حال الخطبة
? “Dan Nabi shallallahu’alaihi wa sallam menamakannya sebagai orang yang berbuat sia-sia padahal ia memerintahkan yang ma’ruf, maka itu menunjukkan wajibnya diam dan haramnya berbicara saat khutbah Jum’at.” [Majmu’ Al-Fatawa, 30/252-253]
2. Ringkasan Beberapa Permasalahan:
➡ Mengucapkan salam dan menjawab salam serta mendoakan orang yang bersin ketika imam sedang khutbah juga terlarang.
➡ Bahkan melarang kemungkaran dengan lisan juga terlarang.
➡ Pengecualiaan bagi orang yang diajak berbicara oleh khatib karena suatu keperluan maka boleh berbicara sebatas keperluan.
➡ Boleh berbicara sebelum dan sesudah khatib berkhutbah atau ketika khatib diam di antara dua khutbah.
➡ Apabila ada orang yang mengucapkan salam hendaklah dijawab saat khatib selesai berkhutbah atau di antara dua khutbah.
➡ Boleh memberi isyarat kepada orang yang mengucapkan salam dan berjabat tangan tanpa berbicara.
➡ Ketika mendengar khatib menyebut nama Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam maka boleh bershalawat secara pelan, tidak dikeraskan.
➡ Juga boleh mengaminkan doa khatib secara pelan, tidak dikeraskan.
➡ Boleh berbicara dalam kondisi darurat seperti para petugas di Masjidil Haram yang menegur orang-orang yang duduk atau sholat di arus keluar masuk jama’ah.
➡ Dianjurkan sholat tahiyyatul masjid walau khatib sedang khutbah.
➡ Boleh merekam khutbah.
? [Lihat Fatawa Lajnah, 8/240-250]
3. Hadits yang mulia ini juga menunjukkan bahwa semua perbuatan sia-sia terlarang, seperti memainkan jari-jari, kerikil, jenggot, HP, pena dan lain-lain.
➡ Apalagi berbicara, bahkan menegur orang lain yang berbicara pun dihukumi sebagai perbuatan sia-sia, padahal asalnya disyari’atkan karena termasuk amar ma’ruf dan nahi munkar.
✅ Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,
وَمَنْ مَسَّ الْحَصَى فَقَدْ لَغَى
? “Dan barangsiapa yang menyentuh (memainkan) kerikil maka ia telah berbuat sia-sia.” [HR. Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu]
4. Lalu bagaimana cara menegur yang dibolehkan? Bagaimana pula dengan saudara kita yang tertidur saat khutbah Jum’at, apakah kita bangunkan atau biarkan saja?
➡ Jawabannya: Harus ditegur dengan memberi isyarat tanpa berbicara dan dibangunkan dengan cara menyentuhnya, tidak dengan ucapan.
✅ Asy-Syaikh Ibnu Baz rahimahullah berkata,
يستحب إيقاظهم بالفعل لا بالكلام؛ لأن الكلام في وقت الخطبة لا يجوز
? “Dianjurkan untuk membangunkan mereka dengan perbuatan bukan dengan ucapan, sebab berbicara ketika khutbah tidak boleh.” [Majmu’ Al-Fatawa, 30/252-253]
5. Mengkhususkan pembacaan hadits ini ketika imam sedang naik mimbar atau setelahnya, baik dibaca oleh imam maupun mu’adzin, termasuk bid’ah (lihat Fatawa Lajnah, 8/241-242).
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم

══════ ❁✿❁ ══════
➡ Bergabunglah dan Sebarkan Dakwah Sunnah Bersama⤵
?Markaz Ta’awun Dakwah dan Bimbingan Islam:
?Join Channel Telegram: http://goo.gl/6bYB1k
?Gabung Group WA: 08111377787
?www.facebook.com/taawundakwah
?www.taawundakwah.com
?PIN BB: Penuh

Mayyit Tersiksa karena Tangis Ratapan Keluarga

⛔ Mayyit Tersiksa karena Diratapi 2
Mayyit Tersiksa karena Tangis Ratapan Keluarga ?
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
✅ Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ الْمَيِّتَ لَيُعَذَّبُ بِبُكَاءِ أَهْلِهِ عَلَيْهِ
? “Sesungguhnya mayit diazab karena tangis ratapan keluarganya atasnya.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu’anhuma]
✅ Dalam riwayat yang lain,
الْمَيِّتُ يُعَذَّبُ فِى قَبْرِهِ بِمَا نِيحَ عَلَيْهِ
? “Mayit itu diazab di kuburnya dengan sebab ratapan atasnya.” [HR. Muslim dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu’anhuma]
✅ Dalam hadits yang lain,
مَنْ نِيحَ عَلَيْهِ فَإِنَّهُ يُعَذَّبُ بِمَا نِيحَ عَلَيْهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
? “Barangsiapa yang diratapi kematiannya maka ia akan diazab dengan sebab ratapan itu pada hari kiamat.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Al-Mughirah bin Syu’bah radhiyallahu’anhu]
? #Beberapa_Pelajaran:
1) Mayit akan diazab dengan sebab tangisan keluarganya yang disertai ratapan, hal itu jika si mayit mewasiatkan untuk diratapi atau ia tidak mewasiatkan untuk meninggalkannya padahal ia tahu mereka biasa melakukannya, apatah lagi ketika hidupnya ia pernah mengajari mereka untuk melakukan ratapan kematian.
✅ Al-Imam Abdullah bin Mubarok rahimahullah berkata,
إذا كان ينهاهم في حياته ففعلوا شيئا من ذلك بعد وفاته، لم يكن عليه شئ
? “Jika si mayit telah melarang mereka ketika hidupnya, lalu mereka masih tetap meratapinya setelah kematiannya, maka ia tidak akan diazab sedikit pun.” [Umdatul Qori, 4/74, Ahkamul Janaiz, hal. 28]
✅ Ucapan beliau ini merupakan pendapat Jumhur ulama, sebagai bentuk kompromi dengan firman Allah ta’ala,
وَلا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى
? “Seseorang tidaklah menanggung dosa orang lain.” [Al-An’am: 164]
2) Beberapa bentuk ratapan:
✅ Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,
لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَطَمَ الْخُدُودَ وَشَقَّ الْجُيُوبَ وَدَعَا بِدَعْوَى الْجَاهِلِيَّةِ
? “Bukan bagian dari kami orang yang menampar-nampar pipi, merobek-robek pakaian dan menyeru dengan seruan jahiliyah (ketika ditimpa musibah).” [HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu’anhu]
✅ Sahabat yang mulia Abu Musa Al-Asy’ari radhiyallahu’anhu berkata,
إِنَّ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم بَرِئَ مِنَ الصَّالِقَة وَالْحَالِقَةِ وَالشَّاقَّةِ
? “Sesungguhnya Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam berlepas diri dari wanita yang meraung-raung, memotong rambut dan mencabik-cabik pakaian (ketika ditimpa musibah).” [HR. Muslim]
✅ Sahabat yang Mulia Jabir bin Abdullah Al-Bajali radhiyallahu’anhu berkata,
كُنَّا نَعُدُّ الِاجْتِمَاعَ إِلَى أَهْلِ الْمَيِّتِ وَصَنِيعَةَ الطَّعَامِ بَعْدَ دَفْنِهِ مِنَ النِّيَاحَةِ
? “Dahulu kami menganggap bahwa berkumpul di rumah keluarga mayyit dan membuat makanan setelah ia dikuburkan termasuk meratap.” [HR. Ahmad, Ahkamul Janaaiz, hal. 167]
3) Meratap termasuk bid’ah dan tasyabbuh kepada orang-orang kafir, karena itu termasuk kebiasaan Jahiliyah yang merupakan dosa besar.
✅ Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,
أَرْبَعٌ فِى أُمَّتِى مِنْ أَمْرِ الْجَاهِلِيَّةِ لاَ يَتْرُكُونَهُنَّ الْفَخْرُ فِى الأَحْسَابِ وَالطَّعْنُ فِى الأَنْسَابِ وَالاِسْتِسْقَاءُ بِالنُّجُومِ وَالنِّيَاحَةُ
? “Empat perkara pada umatku yang termasuk perkara Jahiliyah yang tidak mereka tinggalkan, berbangga dengan keturunan, mencaci nasab, menisbatkan hujan kepada bintang dan meratapi mayit.” [HR. Muslim dari Abu Musa Al-Asy’ari radhiyallahu’anhu]
4) Peringatan khusus bagi para wanita untuk tidak meratapi mayyit, karena yang paling banyak meratap adalah kaum wanita.
✅ Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,
النَّائِحَةُ إِذَا لَمْ تَتُبْ قَبْلَ مَوْتِهَا تُقَامُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَعَلَيْهَا سِرْبَالٌ مِنْ قَطِرَانٍ وَدِرْعٌ مِنْ جَرَبٍ
? “Seorang wanita yang meratapi mayit jika tidak bertaubat sebelum mati maka pada hari kiamat ia akan dibangkitkan dengan memakai pakaian dari ter dan baju tameng dari kudis.” [HR. Muslim dari Abu Musa Al-Asy’ari radhiyallahu’anhu]
5) Ada keyakinan yang batil bahwa apabila mayyit terkena air mata keluarganya maka ia akan mendapat azab, keyakinan ini tidak berdasar dalil. Bahkan menangis itu sendiri tidak terlarang jika tanpa mengeluarkan ucapan atau tidakan yang bertentangan dengan syari’at.
✅ Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam pun menangis ketika meninggal putera beliau yang bernama Ibrahim, beliau memeluknya dan menciumnya, dalam keadaan beliau menangis, seraya bersabda,
إِنَّ الْعَيْنَ تَدْمَعُ وَالْقَلْبَ يَحْزَنُ ، وَلاَ نَقُولُ إِلاَّ مَا يَرْضَى رَبُّنَا وَإِنَّا بِفِرَاقِكَ يَا إِبْرَاهِيمُ لَمَحْزُونُونَ
? “Sesungguhnya mata boleh menangis, hati pun bersedih, namun kita tidak boleh mengucapkan kecuali yang diridhoi oleh Rabb kita. Sesungguhnya kami sedih karena berpisah denganmu wahai Ibrahim.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Anas bin Malik radhiyallahu’anhu]
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم
? Sumber: https://sofyanruray.info/mayyit-tersiksa-karena-tangis-ratapan-keluarga

══════ ❁✿❁ ══════
➡ Bergabunglah dan Sebarkan Dakwah Sunnah Bersama⤵
?Markaz Ta’awun Dakwah dan Bimbingan Islam:
?Join Channel Telegram: http://goo.gl/6bYB1k
?Gabung Group WA: 08111377787
?www.facebook.com/taawundakwah
?www.taawundakwah.com
?PIN BB: 5D4F8547
?Youtube: Ta’awun Dakwah

Kamis, 04 Juli 2013

Kesibukan Orang-Orang Shalih di Bulan Ramadhan

Bulan Ramadhan, bulan yang paling dinanti kaum muslimin sedunia. Dengan segala keistimewaannya, kedatangan bulan Ramadhan membuat orang-orang shalih semakin bertambah sibuk, dengan ibadah dan amal shalih, ibadah dan amal shalih.
Para salaf adalah orang-orang shalih yang merindu bulan Ramadhan. Mereka terus menanti dan tak henti berdoa kepada Allah agar dipertemukan dengan Ramadhan. Ketika Ramadhan telah tiba, mereka bersungguh-sungguh mengejar pahala serta meninggalkan dosa dan kelalaian. Mereka tak menyia-nyiakan kesempatan emas sekali setahun ini.
Serampai keutamaan bulan Ramadhan
عن كعب، قال: عن الله تعالى اختار من الشهور شهر رمضان واختار من البلاد مكة واختار من الليالي ليلة القدر، واختار الساعات للصلوات، فالمؤمن بين حسنتين فحسنة قضاها وأخرى ينتظرها.
Dari Ka’ab; dia bertutur, “Allah ta’ala telah memilih bulan Ramadhan di antara sekian bulan yang ada. Dia pun telah memilih Mekkah di antara negeri-negeri yang terhampar. Dia telah memilih lailatul qadr di antara beragam malam. Dia telah memilih waktu-waktu tertentu (bagi hamba-hamba-Nya) untuk menunaikan shalat. Karenanya, seorang mukmin berada di antara dua kebaikan. Satu kebaikan telah ia laksanakan, sedangkan kebaikan yang lain masih dinantinya.” (Hilyatul Auliya’, juz 2, hlm. 458)
فجعل ليلة القدر خيرا من ألف شهر وجعل شهر رمضان سيد الشهور ويوم
“Maka Dia menjadikan lailatul qadr lebih baik dibandingkan seribu bulan. Dia juga telah menjadikan bulan Ramadhan sebagai penghulu seluruh bulan dan hari.” (I’lamul Muwaqqi’in, juz 2, hlm. 73)
قال ابن الطوير: ولم يكن لهم أسمطة عامة في سوى العيدبن وشهر رمضان .
Ibnu Ath-Thuwair berkata, “Tak ada tradisi yang menyeluruh bagi kaum muslimin selain pada dua hari ‘Ied dan bulan Ramadhan.” (Subhul A’sya, juz 2, hlm. 5)
أنه اليوم الذي يستحب أن يتفرغ فيه للعبادة وله على سائر الأيام مزية بأنواع من العبادات واجبة ومستحبة فالله سبحانه جعل لأهل كل ملة يوما يتفرغون فيه للعبادة ويتخلون فيه عن أشغال الدنيا فيوم الجمعة يوم عبادة وهو في الأيام كشهر رمضان في الشهور وساعة الإجابة فيه كليلة القدر في رمضان ولهذا من صح له يوم جمعته وسلم سلمت له سائر جمعته ومن صح له رمضان وسلم سلمت له سائر سنته ومن صحت له حجته وسلمت له صح له سائر عمره فيوم الجمعة ميزان الأسبوع ورمضان ميزان العام والحج ميزان العمر وبالله
“Sesungguhnya, ini adalah hari yang dianjurkan untuk memperbanyak ibadah. Dalam setiap hari dia memiliki keistimewaan dengan beragam bentuk ibadah, baik yang wajib maupun yang mustahab. Allah –Mahasuci Dia– telah menjadikan satu hari khusus untuk umat setiap agama*, yang mereka habiskan untuk beribadah dan menyingkir dari kesibukan dunia. Hari Jumat adalah hari untuk beribadah. Hari jumat dalam satu pekan, sebagaimana ramadhan dalam satu tahun. Waktu yang mustajab pada hari Jumat bagaikan lailatul qadr pada bulan Ramadhan.
Oleh karena itu, barang siapa yang sukses dan selamat dalam menjalani hari Jumat maka akan sukses pula seluruh hari dalam satu pekannya. Barang siapa yang sukses dan selamat menjalani Ramadhan, sukses pula sepanjang tahunnya. Barang siapa yang sukses dan selamat dalam menunaikan haji, sukses pula seluruh usia. Hari Jumat merupakan timbangan satu pekan, Ramadhan adalah timbangan satu tahun, dan haji adalah timbangan sepanjang usia. Semoga Allah berkenan menghadiahkan hidayah taufik.” (Zadul Ma’ad, juz 1, hlm. 386, poin ke-23)
(*Agama yang disyariatkan Allah untuk umat para nabi terdahulu maupun umat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallampen. )
Teladan Al-Mushthafa shallallahu ‘alaihi wa sallam
وكان من هديه صلى الله عليه و سلم في شهر رمضان الإكثار من العبادات فكان جبريل عليه الصلاة و السلام يدارسه القرآن في رمضان وكان إذا لقيه رمضان أجود بالخير من الريح المرسلة وكان أجود الناس وأجود ما يكون في رمضان يكثر فيه من الصدقة والإحسان وتلاوة القرآن والصلاة والذكر والإعتكاف
“Di antara petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di bulan Ramadhan adalah memperbanyak ibadah. Jibril ‘alaihishshalatu wassalam mengajarkan Al Quran kepada beliau saat Ramadhan. Jika Ramadhan tiba, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadi lebih dermawan bagai angin yang berembus; beliau adalah manusia yang paling dermawan dan menjadi semakin dermawan di bulan Ramadhan. Kala itu, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam banyak bersedekah, berbuat kebajikan, membaca Al Quran, shalat, berzikir, dan beri’tikaf.” (Zadul Ma’ad, juz 2, hlm. 30)
Mereka sibuk membaca dan merenungi Al Quran
عن منصور، عن إبراهيم، قال: كان الأسود يختم القرآن في رمضان في كل ليلتين، وكان ينام بين المغرب والعشاء وكان يختم القرآن في غير رمضان كل ست ليال.
Dari Manshur dari Ibrahim; dia berkata, “Aswad mengkhatamkan Al Quran setiap dua malam selama bulan Ramadhan. Dia tidur antara maghrib dan isya. Pada selain bulan Ramadhan, dia mengkhatamkan Al Quran setiap enam malam.” (Hilyatul Auliya’, juz 1, hlm. 250)
أنه كان يختم القرآن في كل سبع ليال مرة، فإذا جاء رمضان ختم في كل ثلاث ليال مرة، فإذا جاء العشر ختم في كل ليلة مرة
“Sungguh, Qatadah mengkhatamkan Al Quran tiap tujuh malam. Kemudian jika bulan Ramadhan tiba, dia mengkhatamkan Al Quran tiap tiga malam. Kemudian, jika sepuluh hari terakhir Ramadhan datang, dia mengkhatamkan Al Quran sekali dalam semalam.” (Hilyatul Auliya’, juz 1, hlm. 364)
كان أبو رجاء يختم بنا في قيام رمضان لكل عشرة أيام.
“Abu Raja’ mengkhatamkan Al Quran saat mengimami qiyamul lail di bulan Ramadhan setiap sepuluh hari.” (Hilyatul Auliya’, juz 1, hlm. 348)
Mereka sibuk berdoa
عن أبي عمرو الأوزاعي، قال: كان يحيى بن أبي كثير يدعو حضرة شهر رمضان: اللهم سلمني لرمضان وسلم لي رمضان وتسلمه مني متقبلاً.
Dari Abu ‘Amr Al-Auza’i; dia berkata, “Yahya bin Abi Katsir berdoa memohon kehadiran bulan Ramadhan, ‘Ya Allah, selamatkanlah aku agar bisa berjumpa dengan Ramadhan, selamatkanlah aku agar berhasil menjalani Ramadhan, dan terimalah amalku.’” (Hilyatul Auliya’, juz 1, hlm. 420)
Mereka sibuk bersedekah
عن مغيرة، قال: كان عبد الرحمن بن أبي نعم يفطر في رمضان مرتين، وكنا إذا قلنا له كيف أنت يا أبا الحكم؟ قال: إن نكن أبراراً فكرام أتقياء، وإن نكن فجاراً فلئام أشقياء.
Dari Mughirah; dia berkata, “Abdurrahman bin Abi Ni’am menyediakan hidangan buka puasa sebanyak dua kali saat Ramadhan. Jika kami berkata kepadanya, ‘Bagaimana keadaanmu, wahai Abul Hikam?’ maka dia berujar, ‘Jika kita adalah pelaku kebajikan, betapa mulia orang-orang yang bertakwa. Jika kita adalah pendosa, betapa terhinanya orang-orang yang celaka.’” (Hilyatul Auliya’, juz 2, hlm. 292)
عن الصلت بن بسطام قال: كان حماد بن أبي سليمان يفطر كل ليلة في شهر رمضان مائة إنسان. فإذا كان ليلة الفطر كساهم ثوبا ثوبا وأعطاهم مائة مائة.
Dari Ash-Shultu bin Bashtham; dia berkata, “Setiap malam, Hammad bin Abi Sulaiman menyajikan hidangan buka puasa untuk seratus orang selama bulan Ramadhan. Jika malam Idul Fitri telah tiba, dia akan membagikan pakaian kepada mereka satu per satu, serta memberi mereka uang masing-masing seratus.” (Al-Karamu wal Juwdu wa Sakha’un Nufusi, juz 1, hlm. 5)
Maraji’:
Al-Karamu wal Juwdu wa Sakha’un Nufusi, Al-Barjalani, Maktabah Asy-Syamilah.
Hilyatul Auliya’, Abu Nu’aim Al-Ashbahani, Al-Maktabah Asy-Syamilah.
I’lamul Muwaqqi’in, Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah, Al-Maktabah Asy-Syamilah.
Subhul A’sya, Al-Qalqasyindi, Al-Maktabah Asy-Syamilah.
Zadul Ma’ad, Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah, Al-Maktabah Asy-Syamilah.
***
artikel muslimah.or.id
Penulis: Athirah Ummu Asiyah
Muraja’ah: Ustadz  Ammi Nur Baits

Menggemarkan Membaca Al-Qur’an di Bulan Ramadhan

Bulan Ramadhan, dikenal juga dengan ‘Bulan Al Qur’an’ karena pada bulan inilah AlQur’an diturunkan
Allah Ta’ala berfirman,
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنزِلَ فِيهِ الْقُرْءَانُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ
“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil).” Qs Al Baqarah : 185
Bersungguh sungguhlah untuk memperbanyak bacaan Al-Quran yang penuh berkah, terutama pada bulan ini, bulan diturunkannya Al-Qur’an. pembacaan AlQu’an pada bulan ini memiliki keistimewaan tersendiri. Dahulu Jibril mendatangi dan mengajarkan Al-Qur’an kepada Nabi shalallahu ‘alayhi wa sallam setiap tahun sekali pada bulan ramadhan. Pada tahun wafatnya Rasulullah shalallahu ‘alayhi wasallam Jibril mendatangi dan mengajarkan Al-Qur’an kepada beliau sebanyak dua kali untuk mengokohkan dan memantapkannya.
Para salafus shaalih rahimahumullah memperbanyak membaca AlQur’an pada bulan ramadhan, baik di dalam maupun di dalam shalat. Berikut ini adalah beberapa contohnya.
Imam az-zuhri rahimahullohu berkata, pada saat memasuki bulan ramadhan, “Ini adalah bulan pembacaan AlQur’an dan pemberian makanan.”
Ketika memasuki ramadhan, Imam malik rahimahulloh meninggalkan pembacaan hadits dan majelis majelis ilmu lalu beliau memfokuskan diri untuk membaca AlQur’an dengan memakai mushaf.
Qatadah selalu mengkhatamkan Qur’an setiap tujuh malam, namun pada bulan Ramadhan, beliau mengkhatamkan Al-Quran dalam tiga hari, bahkan pada sepuluh malam terakhir, beliau mengkhatamkannya setiap malam.
Ibrahim an Nakha’i rahimahullah menkhamkan Al-Quran setiaptiga malam da pada sepuluh malam terakhir beliau mengkhatamkannya tiap dua malam.
Adapun Al-Aswad rahimahulloh, beliau membaca seluruh ayat alQur’an setiap duahari pada setiap bulan.
Maka, jadikanlah orang orang pilihan tersebut sebagai teladan kalian. Ikutilah jalan mereka dan pergunakanlah kesempatan pada waktu siang dan malam dengan sebaik baiknya untuk mendekatkan diri kalian kepada Yang maha Perkasa lagi maha Pengampun.Ketahuilah, umur itu hilang dengan cepat dan waktu itu akan sirna seluruhnya, seolah olah hanya sekejap mata saja.
Ya Allah, berilah karunia kepada kami untuk dapat membaca kitabMu sesuai dengan cara yang Engkau Ridhai dari kami. Dengannya tunjukkanlah kami jalan jalan keselamatan dan keluarkanlah kami dari kegelapan kepada cahaya. Wahai pemilik dan Pengatur alam Semesta, jadikanlah ia sebagai hujjah yang memperkuat kami, bukan hujjah yang mencelakakan kami.
Disalin dari Majelis Bulan Ramadhan – Syaikh Muhammad bin Shalih al- Utsaimin -rahimahulloh-, Pustaka Imam Syafi’i

Melakukan Safar Pada Bulan Ramadhan, Berbuka atau Tetap Puasa?

Manakah yang Lebih Afdhal Bagi Wanita yang Melakukan Safar Pada Bulan Ramadhan, Berbuka atau Tetap Puasa
Seorang wanita yang sedang melakukan safar (perjalanan) dibolehkan untuk berbuka, berdasarkan keumuman firman Allah ta’ala yang artinya,
وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ
“Dan barang siapa yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkannya itu pada hari-hari yang lain.” (Qs. Al-Baqarah: 185)
Namun, untuk menimbang mana yang lebih afdhal, apakah berbuka atau tetap berpuasa, maka dapat dilihat kepada tiga keadaan, yaitu: [Lihat Ensiklopedi Fiqh Wanita (I/457-458)]
Pertama: Perjalanan tersebut membuatnya berat (lemah) dalam menjalankan puasa dan menghalangi dirinya untuk berbuat kebaikan, maka ketika itu berbuka lebih baik baginya. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika melihat sekelompok orang yang sedang melakukan perjalanan, berdesakan dan seseorang sedang diteduhi karena dia sedang berpuasa,
لَيْسَ مِنْ الْبِرِّ الصَّوْمُ فِي السَّفَرِ
“Bukan termasuk kebaikan (baginya), berpuasa dalam perjalanan.” [Hadits shahih. Riwayat Bukhari dalam Shahih-nya (no. 1946) dan Muslim dalam Shahih-nya (no. 1115), dari Jabir radhiyallahu 'anhu]
Kedua: Perjalanan tersebut tidak membuatnya merasa berat (lemah) dalam menjalankan puasa dan tidak menghalanginya dalam melakukan kebaikan, maka berpuasa lebih baik baginya daripada berbuka. Hal ini berdasarkan keumuman firman Allah ta’ala yang artinya,
وَأَنْ تَصُومُوا خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
“Dan berpuasa itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (Qs. Al-Baqarah: 184)
Ketiga: Perjalanan yang dilakukannya itu dirasa sangat berat olehnya dalam keadaan berpuasa dan dapat menyebabkan kematian apabila ia tetap berpuasa. Maka ketika itu, dia wajib untuk berbuka dan haram hukumnya berpuasa. Hal ini berdasarkan keumuman firman Allah ta’ala,
وَلا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا
“… dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” (Qs. An-Nisaa’: 29)
***
artikel muslimah.or.id (Bagian ke 4 dari pembahasan: Problema Muslimah di Bulan Ramadhan)
Penyusun: Ummu Sufyan Rahmawaty Woly bintu Muhammad
Maraji’:
  • Al-Adzkar an-Nawawi, Imam an-Nawawi; takhrij, tahqiq dan ta’liq oleh Syaikh Amir bin Ali Yasin, cet. Daar Ibn Khuzaimah
  • Ahkaamul Janaaiz wa Bida’uha, Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani, cet. Maktabah al-Ma’arif
  • Ensiklopedi Adab Islam Menurut al-Qur’an dan as-Sunnah, ‘Abdul ‘Aziz bin Fathi as-Sayyid Nada, cet. Pustaka Imam asy-Syafi’i
  • Ensiklopedi Fiqh Wanita, Abu Malik Kamal bin as-Sayyid Salim, cet. Pustaka Ibnu Katsir
  • Fatwa-Fatwa Tentang Wanita, Lajnah ad-Daimah lil Ifta’, cet. Darul Haq
  • Meneladani Shaum Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali dan Syaikh ‘Ali bin Hasan bin ‘Ali al-Halabi al-Atsari, cet. Pustaka Imam asy-Syafi’i
  • Syarah Riyadhush Shalihin, Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali, cet. Pustaka Imam asy-Syafi’i
  • Tamamul Minnah fii Ta’liq ‘ala Fiqhis Sunnah, Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani, cet. Daar ar-Raayah
  • Tiga Hukum Perempuan Haidh dan Junub, Abdul Hakim bin Amir Abdat, cet. Darul Qolam