Menebarkan Sunnah dan Menegakkan Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah
Manfaatkan masa mudamu sebelum masa tuamu.
Kau Isi Apa Waktumu?
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pernah membuat suatu garis lalu beliau bersabda: "Ini adalah cita-citanya, dan ini adalah ajalnya, ketika seseorang seperti itu (dalam cita-citanya), maka datanglah garis yang lebih dekat (yaitu ajalnya)." [Hr.Bukhori No.5939]
? “Dan berilah nasihat dengan baik kepada para wanita, karena sesungguhnya wanita itu tercipta dari tulang rusuk (yang bengkok), dan tulang rusuk yang paling bengkok itu adalah bagian paling atasnya, jika engkau memaksa untuk meluruskannya engkau akan mematahkannya, namun jika engkau biarkan ia akan tetap bengkok, maka nasihatilah para wanita dengan baik.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairahradhiyallahu’anhu]
? #Beberapa_Pelajaran:
1) Kewajiban menasihati wanita dengan metode yang lembut dan tidak membiarkannya dalam kebengkokan, hendaklah diluruskan namun dengan cara yang baik, bukan dengan cara yang kasar dan keras.
2) Bersikap kasar dan keras kepada wanita akan mematahkannya, maknanya adalah akan terjadi perceraian.
3) Isyarat bolehnya menceraikan seorang istri apabila tidak dapat diluruskan.
4) Anjuran untuk menggunakan metode pendekatan hati dalam menasihati, agar hati orang yang dinasihati lebih mudah menerima kebenaran.
5) “Politik” dalam mengatur wanita adalah dengan memaafkan kesalahannya dan bersabar menghadapi kebengkokannya serta tetap memberi nasihat dengan cara yang baik.
? [Disarikan dari Fathul Baari, (9/253-254) dan‘Umdatul Qori, (29/403-405)]
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم
? “Apabila engkau berkata kepada temanmu pada hari jum’at: Diamlah! Padahal imam sedang berkhutbah maka sungguh engkau telah berbuat sia-sia.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu]
? #Beberapa_Pelajaran:
1. Hadits yang mulia ini menunjukkan wajibnya diam dan mendengar khutbah Jum’at serta haramnya berbicara.
Al-Hafiz Ibnu Abdil Barr rahimahullah berkata,
لا خلاف بين فقهاء الأمصار في وجوب الإنصات للخطبة على من سمعها
“Tidak ada perbedaan pendapat di antara ahli-ahli fiqh dari berbagai negeri bahwa wajib atas orang yang mendengar khutbah (Jum’at) untuk diam.” [Al-Istidzkar, 5/43]
Asy-Syaikh Ibnu Baz rahimahullah berkata,
وسماه النبي صلى الله عليه وسلم لاغياً مع أنه آمر بالمعروف، فدل ذلك على وجوب الإنصات وتحريم الكلام حال الخطبة
? “Dan Nabi shallallahu’alaihi wa sallam menamakannya sebagai orang yang berbuat sia-sia padahal ia memerintahkan yang ma’ruf, maka itu menunjukkan wajibnya diam dan haramnya berbicara saat khutbah Jum’at.” [Majmu’ Al-Fatawa, 30/252-253]
2. Ringkasan Beberapa Permasalahan:
Mengucapkan salam dan menjawab salam serta mendoakan orang yang bersin ketika imam sedang khutbah juga terlarang.
Bahkan melarang kemungkaran dengan lisan juga terlarang.
Pengecualiaan bagi orang yang diajak berbicara oleh khatib karena suatu keperluan maka boleh berbicara sebatas keperluan.
Boleh berbicara sebelum dan sesudah khatib berkhutbah atau ketika khatib diam di antara dua khutbah.
Apabila ada orang yang mengucapkan salam hendaklah dijawab saat khatib selesai berkhutbah atau di antara dua khutbah.
Boleh memberi isyarat kepada orang yang mengucapkan salam dan berjabat tangan tanpa berbicara.
Ketika mendengar khatib menyebut nama Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam maka boleh bershalawat secara pelan, tidak dikeraskan.
Juga boleh mengaminkan doa khatib secara pelan, tidak dikeraskan.
Boleh berbicara dalam kondisi darurat seperti para petugas di Masjidil Haram yang menegur orang-orang yang duduk atau sholat di arus keluar masuk jama’ah.
Dianjurkan sholat tahiyyatul masjid walau khatib sedang khutbah.
Boleh merekam khutbah.
? [Lihat Fatawa Lajnah, 8/240-250]
3. Hadits yang mulia ini juga menunjukkan bahwa semua perbuatan sia-sia terlarang, seperti memainkan jari-jari, kerikil, jenggot, HP, pena dan lain-lain.
Apalagi berbicara, bahkan menegur orang lain yang berbicara pun dihukumi sebagai perbuatan sia-sia, padahal asalnya disyari’atkan karena termasuk amar ma’ruf dan nahi munkar.
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,
وَمَنْ مَسَّ الْحَصَى فَقَدْ لَغَى
? “Dan barangsiapa yang menyentuh (memainkan) kerikil maka ia telah berbuat sia-sia.” [HR. Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu]
4. Lalu bagaimana cara menegur yang dibolehkan? Bagaimana pula dengan saudara kita yang tertidur saat khutbah Jum’at, apakah kita bangunkan atau biarkan saja?
Jawabannya: Harus ditegur dengan memberi isyarat tanpa berbicara dan dibangunkan dengan cara menyentuhnya, tidak dengan ucapan.
Asy-Syaikh Ibnu Baz rahimahullah berkata,
يستحب إيقاظهم بالفعل لا بالكلام؛ لأن الكلام في وقت الخطبة لا يجوز
? “Dianjurkan untuk membangunkan mereka dengan perbuatan bukan dengan ucapan, sebab berbicara ketika khutbah tidak boleh.” [Majmu’ Al-Fatawa, 30/252-253]
5. Mengkhususkan pembacaan hadits ini ketika imam sedang naik mimbar atau setelahnya, baik dibaca oleh imam maupun mu’adzin, termasuk bid’ah (lihat Fatawa Lajnah, 8/241-242).
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم
══════ ❁✿❁ ══════
Bergabunglah dan Sebarkan Dakwah Sunnah Bersama
?Markaz Ta’awun Dakwah dan Bimbingan Islam: ?Join Channel Telegram: http://goo.gl/6bYB1k ?Gabung Group WA: 08111377787 ?www.facebook.com/taawundakwah ?www.taawundakwah.com ?PIN BB: Penuh
? “Barangsiapa yang diratapi kematiannya maka ia akan diazab dengan sebab ratapan itu pada hari kiamat.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Al-Mughirah bin Syu’bah radhiyallahu’anhu]
? #Beberapa_Pelajaran:
1) Mayit akan diazab dengan sebab tangisan keluarganya yang disertai ratapan, hal itu jika si mayit mewasiatkan untuk diratapi atau ia tidak mewasiatkan untuk meninggalkannya padahal ia tahu mereka biasa melakukannya, apatah lagi ketika hidupnya ia pernah mengajari mereka untuk melakukan ratapan kematian.
Al-Imam Abdullah bin Mubarok rahimahullah berkata,
إذا كان ينهاهم في حياته ففعلوا شيئا من ذلك بعد وفاته، لم يكن عليه شئ
? “Jika si mayit telah melarang mereka ketika hidupnya, lalu mereka masih tetap meratapinya setelah kematiannya, maka ia tidak akan diazab sedikit pun.” [Umdatul Qori, 4/74, Ahkamul Janaiz, hal. 28]
Ucapan beliau ini merupakan pendapat Jumhur ulama, sebagai bentuk kompromi dengan firman Allah ta’ala,
وَلا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى
? “Seseorang tidaklah menanggung dosa orang lain.” [Al-An’am: 164]
? “Bukan bagian dari kami orang yang menampar-nampar pipi, merobek-robek pakaian dan menyeru dengan seruan jahiliyah (ketika ditimpa musibah).” [HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu’anhu]
Sahabat yang mulia Abu Musa Al-Asy’ari radhiyallahu’anhu berkata,
إِنَّ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم بَرِئَ مِنَ الصَّالِقَة وَالْحَالِقَةِ وَالشَّاقَّةِ
? “Sesungguhnya Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam berlepas diri dari wanita yang meraung-raung, memotong rambut dan mencabik-cabik pakaian (ketika ditimpa musibah).” [HR. Muslim]
Sahabat yang Mulia Jabir bin Abdullah Al-Bajali radhiyallahu’anhu berkata,
? “Dahulu kami menganggap bahwa berkumpul di rumah keluarga mayyit dan membuat makanan setelah ia dikuburkan termasuk meratap.” [HR. Ahmad, Ahkamul Janaaiz, hal. 167]
3) Meratap termasuk bid’ah dan tasyabbuh kepada orang-orang kafir, karena itu termasuk kebiasaan Jahiliyah yang merupakan dosa besar.
? “Empat perkara pada umatku yang termasuk perkara Jahiliyah yang tidak mereka tinggalkan, berbangga dengan keturunan, mencaci nasab, menisbatkan hujan kepada bintang dan meratapi mayit.” [HR. Muslim dari Abu Musa Al-Asy’ari radhiyallahu’anhu]
4) Peringatan khusus bagi para wanita untuk tidak meratapi mayyit, karena yang paling banyak meratap adalah kaum wanita.
? “Seorang wanita yang meratapi mayit jika tidak bertaubat sebelum mati maka pada hari kiamat ia akan dibangkitkan dengan memakai pakaian dari ter dan baju tameng dari kudis.” [HR. Muslim dari Abu Musa Al-Asy’ari radhiyallahu’anhu]
5) Ada keyakinan yang batil bahwa apabila mayyit terkena air mata keluarganya maka ia akan mendapat azab, keyakinan ini tidak berdasar dalil. Bahkan menangis itu sendiri tidak terlarang jika tanpa mengeluarkan ucapan atau tidakan yang bertentangan dengan syari’at.
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam pun menangis ketika meninggal putera beliau yang bernama Ibrahim, beliau memeluknya dan menciumnya, dalam keadaan beliau menangis, seraya bersabda,
? “Sesungguhnya mata boleh menangis, hati pun bersedih, namun kita tidak boleh mengucapkan kecuali yang diridhoi oleh Rabb kita. Sesungguhnya kami sedih karena berpisah denganmu wahai Ibrahim.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Anas bin Malik radhiyallahu’anhu]
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم
Telah tersebar fatwa–fatwa ulama bahwa merayakan tahun baru masehi adalah haramdengan berbagai dalil misalnya tasyabbuh(menyerupai orang kafir), membuang-buang harta, membuat ‘ied (hari raya) baru dan lainnya. Akan tetapi bagi orang yang masih awam dan belum kokoh keimanannya tentu masih terasa berat meninggalkannya setelah sebelumnya mereka bergembira dan menjadi acara yang paling dinanti-nanti.
Salah satu hikmah dalam berdakwah adalah kita tidak hanya sekedar melarang sesuatu serampangan dan keras tanpa hikmah seperti berkata: “ini haram pak, itu haram, hal ini bid’ah, apalagi itu syirik besar dan bisa kafir!!!”
Tetapi termasuk hikmah, melarang kemudian memberikan solusi dan pengganti dengan yang lebih baik.
Berusaha meninggalkan dan mencari pengganti
Psikologi manusia akan susah meninggalkan sesuatu yang dicintai dan digandrungi bertahun-tahun dalam waktu yang lama. Oleh karena itu, perlu mencari dan membuat kegiatan mubah atau disyariatkan dalam Islam untuk mengganti kegiatan malam tahun baru. Dengan syarat kegiatan itu bukan untuk merayakan tahun baru dan jika keimanan sudah kokoh maka jalanilah malam tahun baru sebagaimana malam-malam yang lain. Inilah kaidah psikologis yang disampaikan oleh ulama Islam, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah,
النفس لا تترك شيئا ألا بشيئ
“jiwa tidak akan bisa meninggalkan sesuatu kecuali jika ada sesuatu (yang menggantikannya)”
Ia juga perlu meyakini bahwa jika kita meninggalkan sesuatu karena Allah, maka Allah akan mengganti dengan yang lebih baik.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sesungguhnya jika engkau meninggalkan sesuatu karena Allah ‘Azza wa Jalla, niscaya Allah akan memberi ganti padamu dengan yang lebih baik bagimu.”[1]
Pengganti kegiatan yang lebih baik
Bagi yang sudah kokoh keimanannya mungkin dia tidak perlu mencari kegiatan pengganti. Hari tahun baru sebagaimana hari-hari yang lain. Bagi yang sudah berkeluarga bisa membuat kegiatan dan acara kumpul keluarga, tentu dengan kegiatan di rumah karena jika keluar jalan-jalan atau piknik maka jalanan bisa macet dan kita dapati banyak pelanggaran syariat Islam. Kegiatan tersebut misalnya:
– Acara masak bersama dengan keluarga
Sepertinya acara ini seru (apalagi pengantin baru dan belum punya anak), belanja bareng dulu kemudian membuat makanan dengan resep khusus dan istimewa, memasak bersama dan bersantap bersama
-makan dan santap malam bersama
Jika tidak ada dalam keluarga bakat memasak. Sekali-kali bisa memanjakan keluarga dengan makanan yang agak enak dan bernilai
-membuat keterampilan tangan bersama
-olahraga di rumah jika ada peralatan olahraga rumah
Dan perlu diperhatikan, tetap saja menganggap kegiatan ini tidak ada hubungannya dengan tahun baru dan berusaha menjalani seperti hari-hari biasa dan biarlah mereka yang merayakan tahun baru akan bertanggung jawab dengan perbuatan mereka terhadap Rabb mereka
Jangan kegiatan bid’ah sebagai pengganti
Sebagian orang memiliki niat yang baik dalam beragama akan tetapi caranya yang salah. Inilah yang dilakukan oleh mereka yang melakukan perbuatan bid’ah (sesuatu yang diada-adakan dalam agama dan tidak ada tuntunan dalam syariat). Mereka mengganti kegiatan malam tahun baru dengan kegiatan bid’ah. Misalnya:
-menggelar shalat malam, doa dan dzkir bersama ketika malam tahun baru
-menggelar acara Islami dengan versi Islami ketika malam tahun baru misalnya konser nasyid, ceramah dan penggalangan dana
Maka itu tidak dibenarkan dalam Islam. Karena bid’ah amalannya tertolak dan mendapat ancaman yang serius.
Dalil mereka: “daripada kita merayakan tahun baru, tahun masehinya orang kafir, lebih baik kita buat acara yang Islami”
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,
Gerakan boikot kembali digalakkan kaum muslimin, menyusul gerakan bela islam untuk menuntut pelaku pelecehan al-Quran untuk segera diadili. Setidaknya ada manfaat dari gerakan ini bagi umat, yaitu membangkitkan kembali semangat ekonomi jamaah.
Hanya saja, ada sisi lain yang perlu kita sadari bahwa produk orang kafir tidak hanya dalam bentuk barang. Ada produk yang lebih berbahaya dari pada barang, itulah produk pemikiran. Bagian inilah yang lebih layak untuk kita boikot dari pada sebatas produk dalam bentuk barang. Karena mengikuti pemikiran, sama halnya melestarikan ideologi mereka.
Yahudi Hanya Menghendaki Muslim Mengikuti Mereka
Anda tentu sepakat bahwa semua polah tingkah Yahudi tehadap kaum muslimin, tidak lain tujuannya adalah untuk menyebarkan pemikiran Yahudi. Dengan ungkapan lain, me-Yahudi-kan pemikiran semua umat manusia, dari manapun latar belakang agamanya. Yang penting mereka loyal terhadap Yahudi, itu yang paling penting bagi yahudi. Tak peduli status agama yang melekat di KTP-nya. Orang ber-KTP Islam, ber-KTP Katolik, Kristen, Hindu, Budha, mereka semua bisa “di-Yahudikan”. Keajaiban statistik pemeluk agama di Amerika bisa menjadi contohnya. Mayoritas penduduknya beragama Protestan dan Katolik. Yudaisme kurang dari 2%. Namun di negara ini, pemikiran Yahudi begitu dihargai, dan menjadi negara pelindung terkuat bagi negara pusat Yahudi yang menjajah Palestina.
“Orang Yahudi dan orang Nasrani, tidak akan pernah ridha kepamu, sampai kamu mengikuti millah mereka.” (QS. Al-Baqarah: 120).
Mengikuti millah Yahudi tidak harus dalam wujud pindah agama atau ganti KTP dengan status Yahudi. Bisa juga dalam bentuk menuruti semua kemauan mereka atau bahkan pemikiran mereka. Hal ini sebagaimana dikuatkan oleh tafsir Ibn Abbas radhiyallahu ‘anhuma bahwa ayat ini turun berkenaan dengan keinginan orang Yahudi Madinah dan orang Nasrani penduduk Najran agar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat shalat menghadap ke kiblat mereka (Baitul Maqdis). Ketika Allah pindahkan kiblat kaum muslimin ke Ka’bah, mereka putus asa untuk bisa menarik simpati Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (Zadul Masir, 1/106 – 107).
Kritik Yahudi & Boikot Pemikirannya
Dalam surat Al-Fatihah yang kita baca kurang lebih 17 kali dalam sehari, Allah mengajarkan kepada kita untuk berdoa agar dihindarkan dari dua jalan: orang yang dimurkai dan orang yang sesat. Tafsirnya, orang yang dimurkai adalah Yahudi, sedangkan orang yang sesat adalah Nasrani berdasarkan riwayat dari Adi bin Hatim dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Kita sangat yakin, mereka bestatus sebagai orang dimurkai lantaran perbuatannya dan bukan orangnya. Karena andaikan mereka meninggalkan perbuatan buruknya itu, dan kembali pada jalan yang benar, predikat sebagai ‘orang yang dimurkai’ tentu tidak lagi melekat pada dirinya. Dengan demikian, semua usaha untuk menjauhi sifat dan perilaku orang Yahudi, merupakan upaya menjauhkan diri kita dari status ‘dimurkai’, sebagaimana sebaliknya, meniru sifat, kebiasaan, atau bahkan pemikiran Yahudi, bisa menjadi sebab munculnya status ‘dimurkai’.
Syaikhul Islam menjelaskan salah satu kandungan akhir surat Al-Fatihah:
أن المخالفة في الهدى الظاهر توجب مباينة ومفارقة توجب الانقطاع عن موجبات الغضب وأسباب الضلال
“Sesungguhnya menyelisihi penampilan lahiriyah mengharuskan kita tampil beda dan terpisah dari mereka membebaskan kita dari sebab murka dan sebab kesesatan.” (Iqtidha’ Shirat Al-Mustaqim, Hal. 11).
Terompet itu Tradisi Yahudi
Abu ‘Umair bin Anas dari pamannya yang termasuk sahabat Anshar, beliau menceritakan,
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memikirkan bagaimana cara mengumpulkan orang untuk shalat berjamaah. Ada beberapa orang yang memberikan usulan. Yang pertama usul, ‘Kibarkanlah bendera ketika waktu shalat tiba. Jika orang-orang melihat ada bendera yang berkibar maka mereka akan saling memberi tahu, waktu shalat telah tiba’. Namun Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menyetujuinya. Orang kedua mengusulkan agar memakai terompet. Nabi pun tidak setuju, lantas beliau bersabda, ‘Membunyikan terompet adalah perilaku orang-orang Yahudi.’ Orang ketiga mengusulkan agar memakai lonceng. Nabi berkomentar, ‘Itu adalah perilaku Nasrani.’ Setelah kejadian tersebut, Abdullah bin Zaid bin Abdi Rabbihi pun pulang.” (HR. Abu Daud 498, dan dishahihkan Al-Albani)
Kita bisa garis bawahi, ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mendengar usulan terompet untuk manfaat besar, yaitu memanggil orang agar shalat jamaah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarangnya dengan alasan, itu tradisi yahudi.
Nampaknya kita harus mulai sadar, dengan turut memeriahkan tahun baru, meniup terompet, menyalakan kembang api di malam tahun baru, berarti dia tengah melestarikan salah satu millah yahudi…
Allahu a’lam.
Ditulis oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)
Seluruh penjuru dunia telah menyambut pergantian tahun. Seperti negara-negara lain di dunia, masyarakat di Indonesia pun juga demikian. Jika di beberapa negara Asia, seperti Jepang, Korea, dan China, masyarakatnya menghabiskan malam Tahun Baru dengan mengunjungi tempat ibadah untuk berdoa. Maka di Indonesia, meniup terompet sudah menjadi tradisi masyarakat saat menyambut pergantian tahun.
Sayangnya, hingga saat ini tak banyak orang yang tahu mengapa terompet dipilih untuk menyambut datangnya tanggal 1 Januari!! Mereka juga tak tahu hukumnya menurut syariat Islam!!!
Semula, budaya meniup terompet ini merupakan budaya masyarakat Yahudi saat menyambut tahun baru bangsa mereka yang jatuh pada bulan ke tujuh pada sistem penanggalan mereka (bulan Tisyri). Walaupun setelah itu mereka merayakannya di bulan Januari sejak berkuasanya bangsa Romawi kuno atas mereka pada tahun 63 SM. Sejak itulah mereka mengikuti kalender Julian yang kemudian hari berubah menjadi kalender Masehi alias kalender Gregorian.
Pada malam tahun barunya, masyarakat Yahudi melakukan introspeksi diri dengan tradisi meniup shofar (serunai), sebuah alat musik sejenis terompet. Bunyi shofar mirip sekali dengan bunyi terompet kertas yang dibunyikan orang Indonesia di malam Tahun Baru.
Sebenarnya shofar (serunai) sendiri digolongkan sebagai terompet. Terompet diperkirakan sudah ada sejak tahun 1.500 sebelum Masehi. Awalnya, alat musik jenis ini diperuntukkan untuk keperluan ritual agama dan juga digunakan dalam militer terutama saat akan berperang. Kemudian terompet dijadikan sebagai alat musik pada masa pertengahan Renaisance hingga kini.
Para pembaca yang budiman, inilah sejarah terompet dan asal penggunaannya. Dia merupakan syi’ar dan simbol keagamaan mereka saat merayakan tahun baru. Selain itu, terompet juga dipakai oleh bangsa Yahudi dalam mengumpulkan manusia saat mereka ingin beribadah dalam sinagoge (tempat ibadah) mereka.
Perkara ini telah dijelaskan oleh hadits yang diriwayatkan oleh Sahabat Abdullah bin Umar -radhiyallahu anhu- saat beliau berkata,
“Dahulu kaum muslimin saat datang ke Madinah, mereka berkumpul seraya memperkirakan waktu sholat yang (saat itu) belum di-adzani. Di suatu hari, mereka pun berbincang-bincang tentang hal itu. Sebagian orang diantara mereka berkomentar, “Buat saja lonceng seperti lonceng orang-orang Nashoro”. Sebagian lagi berkata, “Bahkan buat saja terompet seperti terompet kaum Yahudi”. Umar pun berkata, “Mengapa kalian tak mengutus seseorang untuk memanggil (manusia) untuk sholat”. Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- bersabda, “Wahai Bilal, bangkitlah lalu panggillah (manusia) untuk sholat (adzan-admin)”. [HR. Al-Bukhoriy (604) dan Muslim (377)]
فعن أبي عميرٍ بن أنسٍ عن عمومةٍ له من الأنصار قال: “اهتم النبي – صلى الله عليه وسلم – للصلاة كيف يجمع الناس لها؟ فقيل له: انصب راية عند حضور الصلاة فإذا رأوها آذن بعضهم بعضاً، فلم يعجبه ذلك، قال: فذكر له القنع يعني الشبور (هو البوق كما في رواية البخاري) ، وقال زياد: شبور اليهود، فلم يعجبه ذلك، وقال: ((هو من أمر اليهود))، قال فذكر له الناقوس، فقال: ((هو من أمر النصارى))، فانصرف عبد الله بن زيد بن عبد ربه وهو مهتمٌ لهمِّ رسول الله – صلى الله عليه وسلم -، فأُريَ الأذان في منامه
Dari Abu ‘Umair bin Anas dari bibinya yang termasuk shahabiyah anshor, “Nabi memikirkan bagaimana cara mengumpulkan orang untuk shalat berjamaah. Ada beberapa orang yang memberikan usulan. Yang pertama mengatakan, ‘Kibarkanlah bendera ketika waktu shalat tiba. Jika orang-orang melihat ada bendera yang berkibar maka mereka akan saling memberi tahukan tibanya waktu shalat. Namun Nabi tidak menyetujuinya. Orang kedua mengusulkan agar memakai teropet. Nabipun tidak setuju, beliau bersabda, ‘Membunyikan terompet adalah perilaku orang-orang Yahudi.’ Orang ketiga mengusulkan agar memakai lonceng. Nabi berkomentar, ‘Itu adalah perilaku Nasrani.’ Setelah kejadian tersebut, Abdullah bin Zaid bin Abdi Rabbihi pulang dalam kondisi memikirkan agar yang dipikirkan Nabi. Dalam tidurnya, beliau diajari cara beradzan.” [ 1.HR. Abu Daud, shahih]
Al-Hafizh Ibnu Hajar -rahimahullah- berkata, “Terompet dan sangkakala sudah dikenal. Maksudnya (hadits ini), bahwa terompet itu ditiup lalu berkumpullah mereka (orang-orang Yahudi) saat mendengar suara terompet. Ini adalah syi’ar kaum Yahudi. Ia disebut juga dengan shofar (serunai)”. [Lihat Fathul Bari (2/399), cet. Dar Al-Fikr]
Syaikhul Islam Abul Abbas Al-Harroniy -rahimahullah- berkata, “Tujuan kita disini bahwa Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- tatkala membenci terompet Yahudi yang tertiup dengan mulut dan lonceng Nashoro (Kristen) yang dipukul dengan tangan, maka beliau menjelaskan sebab (beliau membenci terompet) bahwa ini (terompet Yahudi) termasuk urusan agama Yahudi, dan beliau menjelaskan sebab (beliau membenci lonceng) bahwa ini (lonceng Nashoro) termasuk urusan agama Nashoro.
Karena penyebutan sifat setelah hukum menunjukkan bahwa ia adalah sebab bagi kebencian tersebut. Ini mengharuskan pelarangan dari segala perkara yang termasuk urusan agama Yahudi dan Nashoro”. Demikianlah perkaranya. Padahal terompet Yahudi, konon kabarnya ia terambil dari Musa –alaihis salam- dan bahwa di zaman beliau terompet ditiup. Adapun lonceng, maka ia perkara yang diada-adakan. Sebab mayoritas syariat kaum Nashoro telah diada-adakan oleh para pendeta dan ahli ibadah mereka.
Kebencian Rasul -Shallallahu alaihi wa sallam- terhadap terompet Yahudi dan lonceng Nashoro demi menyelisihi mereka. Ini menuntut dibencinya jenis suara ini secara mutlak pada selain sholat juga. Karena hal itu termasuk urusan agama Yahudi. Sebab orang-orang Nashoro memukul lonceng di luar waktu-waktu ibadah mereka…Sungguh kebanyakan orang dari kalangan umat ini (baik raja, maupun selainnya) telah tertimpa oleh syi’ar Yahudi dan Nashoro ini”. [Lihat Al-Iqtidho’ (5/19)]
Apa yang dinyatakan oleh Syaikhul Islam -rahimahullah- amatlah benar. Anda lihat di malam tahun baru, banyak diantara kaum muslimin yang jahil ikut meniup terompet. Padahal semua itu adalah syi’ar agama Yahudi yang dilarang untuk ditiru.
Jika ada yang berkata, “Ini khan sekedar tiup terompet, kenapa dilarang?“
Maka jawabannya : Keserupaan fisik dan zhahir bisa membuat kedekatan hati dan batin. Contoh sederhananya, misalnya jika sesroang bertemu dengan orang lain yang seragamnya sama, maka ia akan langsung merasa dekat dan bisa jadi akrab. Inilah penyebab dilarangnya menyerupai suatu kaum diluar Islam.
Lantaran itu, perbuatan ini kita harus jauhi, sebab Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- pernah bersabda,
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barang siapa yang menyerupai suatu kaum maka dia termasuk kaum tersebut” (HR. Abu Dawud (4031). Di-hasan-kan oleh Al-Albaniy dalam Takhrij Al-Misykah (4347)]
Walaupun dalam hal yang mungkin dianggap kecil seperti terompet, akan tetapi Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam telah mengingatkan hal ini. Karena sedikit demi sedikit, sejengkal demi sejengkal dan mulai dari hal yang kecil akan mengikuti mereka.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sungguh kalian akan mengikuti jalan orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta sampai jika orang-orang yang kalian ikuti itu masuk ke lubang dhob (yang sempit sekalipun, -pen), pasti kalian pun akan mengikutinya.” Kami (para sahabat) berkata, “Wahai Rasulullah, apakah yang diikuti itu adalah Yahudi dan Nashrani?” Beliau menjawab, “Lantas siapa lagi?”[4 HR. Muslim no. 2669]
Berkata Sufyan Ibnu ‘Uyainah dan yang lainnya dari kalangan salaf,
ولهذا كان (2) السلف (3) سفيان بن عيينة (4) وغيره، يقولون: إن (5) من فسد من علمائنا ففيه شبه من اليهود! ومن فسد من عبّادنا ففيه شبه من النصارى
“Sungguh orang yang rusak dari kalangan ulama kita, karena penyerupaannya dengan Yahudi. Dan orang yang rusak dari kalangan ahli ibadah kita, karena penyerupaannya dengan Nashrani.” [5 Iqtidha’ Ash-Shirathil Mustaqim 1/79 Dar A’Alamil Kutub, Beirut, cet. VII, 1419 H, tahqiq: Nashir Abdul Karim Al-‘Aql, syamilah]
Orang nashrani dan yahudi tidak akan ridha sampai kita mengikuti mereka. Allah Ta’ala berfirman,
“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka.” (Al-Baqarah: 120)
Terakhir, kami nasihatkan kepada kaum muslimin agar menjauhkan terompet-terompet Yahudi dari anak-anak dan rumah-rumah kita setelah kita mengetahui haramnya, membenci dan meninggalkannya. Sebab, benda itu hanyalah mengingatkan kita kepada agama dan syi’ar kekafiran mereka!!!