Fiqih Parfum Muslimah
Telah
dimaklumi bahwa parfum merupakan salah satu perangkat berhias. Tidak hanya kaum
wanita yang berhias dengan parfum, kaum laki-laki pun berhias dengannya.
Seorang laki-laki belum merasa percaya diri akan penampilannya bila masih ada
masalah dengan bau badan (BB)nya, apalagi wanita. Bahkan aib yang disebabkan
oleh BB ini kebanyakannya lebih merisaukan. Oleh karenanya, baik laki-laki
maupun wanita menjadikan parfum termasuk salah satu diantara pelengkap
perhiasannya, tidak ketinggalan juga kaum muslimah.
Muslimah boleh berparfum
Sebagaimana
kaum laki-laki muslim, pada asalnya kaum wanita muslimah pun boleh berparfum.
Bahkan terkadang dalam keadaan tertentu seorang muslimah justru dianjurkan
berparfum. Selagi dia memperhatikan adab-adab syari’at, maka parfum pun
hukumnya boleh baginya.
Ada beberapa
riwayat tentang perbolehan wanita muslimah berparfum, diantaranya sabda
Rasulullah Shalallahu’alahi wa Sallam:
“Mandi hari
jum’at hukumnya wajib bagi setiap orang baligh, lalu bersiwak dan mengusapkan
parfum yang ia dapati.” Dalam satu riwayat disebutkan, “… meki (yang ada ialah)
parfum si istri.” (HR. Muslim)
Hadits ini
menunjukkan bahwa para wanita muslimah biasa memiliki parfum tersendiri.
Dan
disebutkan oleh Aisyah Ummul Mukminin Rhadiyallahu’anha,
bahwa ada seorang wanita bertanya kepada Rasulullah Shalallahu’alaihi wa Sallam tentang bagaimana tata cara mandi setelah suci
dari haidnya. Maka beliau Shalallahu’alaihi
wa Sallam menyuruhnya dengan bersabda:
“Ambillah
secarik kain berfarum, lalu bersucilah dengannya.” (HR. al-Bukhari: 1/119/308)
Yaitu,
hendaknya ia mengusapkan kain parfum tersebut pada bekas atau sisa-sisa haid.
Sifat parfum muslimah
Tentang
sifat parfum muslimah, sebagaimana ditunjukkan dalam beberapa hadits ialah
meninggalkan bekas rupa namun tidak semerbak harumnya. Sebagaimana yang
disebutkan oleh Rasulullah Shalallahu’alaihi
wa Sallam dalam sabdanya:
“Parfum kaum
laki-laki ialah yang kuat baunya namun tersembunyi rupa (bekas olesan)nya,
sedangkan parfum kaum muslimah ialah yang meninggalkan bekas rupa namun tidak
semerbak harumnya.” (HR. at-Tirmidzi: 5/107/2787, belia berkata, “Hadits ini
hasan.” Dan hadits ini dishahihkan oleh al-Albani di dalam Mukhtasar asy-Syama’il: 1/117/188 dan di dalam al-Misykah: 2/508/4443)
Dan yang
harus dipahami bahwa di dalam hadits tersebut Rasulullah Shalallahu’alaihi wa Sallam hanya menyebutkan sifat parfum wanita
muslimah. Hadits ini tidak menunjukkan bolehnya seorang muslimah keluar rumah
berparfum dengan sifat parfum tersebut di sembarang tempat dan keadaan.
Tidak berparfum sembarangan
Sebagaimana
telah disebutkan, seorang muslimah harus memperhatikan adab-adab berparfum. Ia
hendaknya tidak berparfum di sembarang tempat dan atau sembarang orang. Hal ini
sebab parfum termasuk salah satu perhiasan, sehingga harus disembunyikan dari
laki-laki yang bukan mahramnya. Sebab meski tidak tampak rupanya, aroma parfum
bisa menimbulkan pengaruh yang justru melibihi pengaruh perhiasan yang tampak
rupanya. Karena daya godanya yang besar bagi kaum laki-laki, berparfum
sembarangan di tempat-tempat umum dan semisalnya dilarang dalam Islam.
Rasulullah Shalallahu’alaihi wa Sallam bersabda:
“Wanita mana
saja yang berparfum lalu (keluar) dan melewati kaum tertentu agar mereka
mencium aromanya, maka ia sedang melacur.” (HR. Abu Dawud: 4/79/4173,
at-Tirmidzi: 5/106/2786, an Nasa’i: 5/430/9422, dan lafazh ini milik an-Nasa’I,
dengan sanad shahih)
Hukum ini
tetap berlaku meskipun tujuan keluarnya seorang muslimah yang berparfum
tersebut ialah ke masjid untuk shalat berjama’ah dengan kaumnya. Rasulullah Shalallahu’alaiihi wa Sallam bersabda:
“Apabila
salah seorang musimah diantara kalian hendak hadir ke masjid, maka janganlah
menyentuh parfum.” (HR. Muslim: 1/328/443)
Jika ada
yang bertanya, “Lalu bagaimana dengan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala (yang artinya), ‘Hai anak adam, pakailah
pakaianmu yang indah disetiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah tapi jangan
berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang
berlebih-lebihan.’ (QS. Al-A’raf: 31).
Bukankah
ayat ini menunjukkan perintah berhias apabila hendak ke masjid? Bukankah
diantara perhiasan itu ialah parfum? Bukankah kaum lakai-laki dan kaum wanita
sama-sama diseru di dalam ayat tersebut? Mengapa kaum wanita dilarang ke masjid
apabila berparfum? Bukankah larangannya ialah apabila berlebih-lebihan saja
sesuai dengan ayat tersebut? Apakah ini kontradiksi ayat dengan hadits?
Maka jawabnya: Untuk memahami ayat ini kita harus
kembali kepada penafsiran yang shahih. Untuk itu kita harus meninjau sebab turunnya
ayat ini. Sebab turunnya ayat ini, sebagaimana disebutkan oleh Abdullah bin
Abbas Rhadiyalllahu’anhuma, ialah
adanya kebiasaan kaum wanita jahiliah berthawaf di Ka’bah dalam keadaan
telanjang berujar, “Siapa yang akan memberiku pakaian thawaf?” Maksudnya yang
bias menutup farjinya. Ia sambil mendendangkan sya’ir, “Hari ini tampak
seluruhnya atau sebagiannya. Sedangkan apa pun yang tampak tidak akan
kuhalalkan.” Lalu turunlah ayat ini…
Demikianlah
sebab turunnya ayat ini, sebagaimana yang disebutkan oleh Abdullah bin Abbas Rhadiyallahu’anhuma, di dalam riwayat
al-Imam Muslim (4/2320/3028).
Jadi, yang
dimaksud dengan perhiasan di dalam ayat ini bagi kaum wanita bukanlah parfum,
tetapi pakaian yang menutup aurat. Adapun bagi kaum laki-laki ialah setiap
perhiasan yang boleh dikenakannya. Hal ini sesuai dengan hadits larangan wanita
muslimah ke masjid dengan berparfum, dan sesuai dengan anjuran bagi kaum
laki-laki agar ke masjid dalam keadaan berhias sesempurna mungkin, termasuk
dengan parfum yang paling harum yang ia miliki, selagi masih tidak
berlebih-lebihan. Adapun kaum muslimah, maka mereka apabila hendak ke masjid
diperintahkan agar keluar ke masjid dalam keadaan tidak berhias yang tampak
dipandang oleh kaum yang bukan mahramnya dan agar tidak berhias dengan parfum.
Sehingga kesimpulannya, tidak ada kontradiksi antara ayat dengan hadits dalam
masalah ini.
Dari sini
juga bisa dipahami bahwa larangan bagi muslimah yang hendak ke masjid agar
tidak berparfum itu tidak dibatasi dengan berlebihan saja, namun mencakup yang
sederhana maupun yang berlebihan.
Apabila
seorang muslimah hendak keluar rumah menuju masjid untuk shalat berjama’ah saja
dilarang berhias dan berparfum, maka untuk tujuan ke tempat umum lainnya yang
banyak kerumunan kaum laki-laki yang
bukan mahramnya, tentu lebih sangat dilarang.
Bila Terlanjur berparfum.
Apabila
seorang muslimah terlanjur berparfum karena lupa atau semisalnya, atau ia
ketika di rumah berparfum lalu hendak keluar rumah—baik ke masjidmaupun ke
tempat lainnya—untuk suatu hajat yang penting, apa yang harus ia lakukan?
Dalam
keadaan seperti itu, yang harus dilakukan oleh muslimah tersebut ialah
membersihkan diri dan pakaiannya dari parfum. Membersihkan diri/badan dengan
membasuhnya tiga kali (bila cukukp dengan membasuh saja), atau dengan mandi
sebagaimana mandi janabah bila diperlukan. Adapun membersihkan pakaian, maka
dengan mengganti pakaian berparfum yang dikenakannya. Hal ini berdasarkan
hadits yang shahih dari Rasulullah Shalallahu’alaihi
wa Sallam. Wallahu ’Alam bis shawab.
[Dirangkum
dari Majalah al-Mawaddah Vol. 37 (Shafar 1432 H) rubrik Dunia Wanita oleh Ust. Abu
Ammar al-Ghoyami]
Sumber:
Buletin Al-Furqon Volume 12 no. 4 Rabi’ul Akhir 1432 Tahun Ke-5.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar