Masih banyak orang yang berpandangan bahwa sukses
bisa diraih tanpa merasakan kesulitan dan mengecap pahitnya kesabaran. Benar
nggak sich?
Dari pandangan nggak tepat ini lahirlah fenomena
banyak remaja yang ingin meraih prestasi dan karir dengan cara-cara instan.
Nyontek, suap, berdukun, menjual agama, dan beragam cara tak halal lain. Gara-gara ogah lelah dan enggan
berusaha keras.
Padahal Allah telah menggandengkan jenis-jenis
kemuliaan hidup manusia seperti ilmu yang tinggi, perbaikan umat, dan
tujuan-tujuan besar lain dengan kesungguhan. Seluruh kebaikan tidak akan
diperoleh seseorang sementara dia bersantai, enak-enakan makan minum tanpa
beraktivitas jelas. Bila sesreorang hobi tidur dan besantai saja sambil
berharap bisa menghasilkan kebaikan untuk diri pribdainya dan umat maka hanya
omong kosong.
Meraih perkara mulia, sukses dalam hal ilmu, amal,
dan dakwah tak akan hadir hingga keningmu bercucur keringat dan lengan baju
tersingsingkan. Kesuksesan hidup enggan berdampingan dengan kemalasan. Ilmu pun
demikian, merupakan perkara mahal yang tak bisa diraih dengan kemalasan. Nah
coba, dech tanyakan pada remaja, mahasiswa sekarang, apa kebanyakan aktivitas
yang mereka lakukan? Bila jujur, mereka akan menjawab bahwa yang mereka lakukan
adalah tidur, makan, minum, ngobrol, main-main, dan bersantai.
Tak Bisa Diraih dengan Santai
Coba
renungkan ungkapan Al Imam Yahya bin Abi Katsir “Ilmu tak bisa dicapai dengan
badan yang bersantai”.
Siapa
yang memperhatikan luasnya ilmu, pendeknya umur, banyaknya kewajiban hidup akan
mendapati bahwa apa yang disampaikan
oleh Imam Yahya tidak ditulis sekedar dari sastra, namun diukir berdasarkan
pengalaman.
Kelelahan
yang mesti ditanggung ini tak hanya khusus pada satu atau dua bidang
penghidupan saja, namun berlaku umum pada semua hal yang mengantar manusia pada
kesempurnaan. Ibnul Qayyim berkata, “Seluruh kesempurnaan tidak bisa diraih
kecuali dengan melewati jembatan kesulitan dan kelelahan. Dan tidak bisa
dimasuki kecuali dari pintu makarih—hal-hal yang tidak disukai, kesabaran dan
menanggung kesulitan.”
Ibrahim
Al-Harabi—murid Imam Ahmad bin Hanbal—berkata, “Para pakar seluruh umat telah
bersepakat bahwa kenikmatan tidak bisa diperoleh dengan bernikmat-nikmat.”
Para
pakar menganggap baik keleahan jiwa demi meraih kesempurnaanya. Siapa yang
lebih lelah dalam meraihnya, maka itu lebih derajatnya lebih tinggi.”
Oleh
karena itu, saat kamu berada di masjid, rumah, atau kampus, sekolah sibuk
menghafal Al Quran, membaca buku-buku yang bermanfaat, sibuk berdakwah, atau
beraktivitas yang positif kemudian merasa lelah, maka ingatlah perkataan
Ibrahim Al Harbi di atas. Kemudian Rasakanlah bahwa semangatmu akan
terbangkitkan kembali.
Kesungguhan
dan kelelahan tak hanya sebatas dalam meraih perkara tertinggi yaitu suraga dan
selamat dari neraka. Atau memperoleh hal-hal mulia seperti ilmu, iman,
memperbaiki masyarakat. Bahkan dalam urusan dunia, prestasi sekolah, atau
pendapatan yang meningkat, semua butuh untuk melewati jembatan kelelahan.
Ibnu
Taimiyah mengatakan, “Kenikmatan duniawi pada umumnya tidak diraih kecuali
dengan sebagian kelelahan.”
Petunjuk Wahyu
Al
Quran dan Hadits Nabi telah memberikan isyarat tentang kaitan antara kelelahan
dan kesuksesan ini.
Rasulullah
Shalallahu’alaihi wa Sallam pernah
menyampaikan gambaran tentang surge, “Surga
dikelilingi dengan hal-hal yang tidak menyenangkan,” (Shahih Muslim)
Seseorang
tak akan sampai ke surge kecuali dengan melewati hal-hal yang tidak disenangi
oleh jiwa, yaitu meninggalkan hawa nafsu dan syahwat.
Di
dalam hadits yang lain Rasulullah bersabda, “Dunia
adalah penjara bagi orang-orang yang beriman” (Riwayat Muslim)
Al
Quran pun menggambarkan bahwa penduduk surge dahulunya di dunia senantiasa
berlelah-lelah dalam beramal ibadah. Mereka sedikit tidur di malam hari.
“Sesungguhnya
mereka sebelum itu di dunia adalah orang-orang yang berbuat baik; Mereka
sedikit sekali tidur di waktu malam; Dan di akhir-akhir malam mereka memohon
ampun (kepada Allah).” (QS. Adz Dzariyat: 16-18)
Oleh
karenanya, para malaikat memberikan salam penghormatan pada penduduk surga saat
mereka masuk. (Sambil mengucapkan):
“Salamun’alaikum bima shabartum” –keselamatan atas kalian dengan kesabaran
kalian--. Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu. (Ar-Ra’d: 24).
Berbeda kondisinya dengan penduduk neraka (ashhabusy
syimal).
Kesbaran
yang dimaksud di sini menunjukkan adanya perkara yang menyelisihi kesantaian.
“Sesungguhnya
mereka sebelum itu hidup bermewah-mewah”. (Al Waqiah: 45)
Dalam
medan dakwah para Nabi dan Rasul adalah teladan dalam kesungguhan dan memerangi
kemalasan.
“Nuh berkata: “Ya Rabbku sesungguhnya aku
telah menyeru kaumku malam dan siang,” (Nuh: 5)
Nabi
Muhammad –pemimpin anak Adam—beliau memanfaatkan setiap celah dan kesempatan
untuk berdakwah kepada kaumnya. Menyusuri beragam kesulitan, menanggung
pahitnya perjuangan, dan sedikit tidur di malam hari dalam menyebarkan ajaran
Islam.
Meskipun
demikian ini tidak berarti asal lelah saja. Misalnya lelah melakukan amalan
yang tidak ada contohnya dari Nabi Muhammad Shalallahu’alaihi
wa Sallam, maka ini tidak baik.
Lelah yang demikian tidak ada pahalanya bahkan berdosa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar