Jangan ada dusta di antara kita, maksudnya di antara suami dan istri,
karena berdusta adalah saudara selingkuh dan selingkuh merusak
kebahagiaan rumah tangga. Berdusta berarti menyampaikan atau
memberitakan sesuatu menyelisihi realita, bisa dengan kata-kata, bisa
dengan perbuatan, bisa dengan isyarat atau bahasa tubuh bahkan bisa pula
dengan diam.
Dusta biasanya menjadi peredam atau kedok dari sebuah keburukan yang
disembunyikan yang tak ingin terbongkar, ya kalau tidak, kalau baik,
maka untuk apa ditutupi dengan kebohongan? Karena keburukan memang
menghadirkan masalah, agar masalah tak hadir maka untuk sementara waktu
kudu dibungkus dulu dengan kebohongan, sebaliknya kebaikan, namanya juga
kebaikan, tak mengundang masalah, hingga tak perlu disimpan apalagi
ditutup dengan kebohongan.
Semua orang bahkan anak kecil sekali pun mengetahui bahwa dusta
merupakan perangai tercela dan perbuatan buruk. Dusta menyeret kepada fujur (perbuatan dosa) dan fujur menyeret ke neraka. Demikian peringatan Rasulullah saw terhadap akhlak tercela ini.
Dusta termasuk sebab ditolaknya perkataan, runtuhnya kepercayaan
kepada pelakunya dan pandangan kepadanya dengan mata pengkhianatan,
padahal kepercayaan dalam rumah tangga merupakan salah satu kunci
kebahagiaannya. Apalah arti sebuah bangunan rumah tangga yang tidak
didasari dengan sikap saling percaya karena adanya kedustaan dari salah
seorang pilarnya atau keduanya, di mana dalam hal ini adalah suami dan
istri?
Siapa pun sadar bahwa dusta sekecil apa pun akan menyeret kepada
dusta berikutnya, sehingga tidak ada cara yang paling manjur menurut
pendusta untuk menutupi dusta pertama selain dusta kedua dan begitu
seterusnya. Hal ini karena dusta ibarat tambang pendek yang jika
diruntut sebentar saja maka akan tertangkap ujungnya, demikian pula
dengan dusta yang jika diruntut dengan sedikit kecermatan maka akan
terkuak kedoknya, agar ujung tambang tidak tertangkap maka ia harus
disambung, agar dusta tidak terkuak maka harus ditimpali dengan dusta
yang baru, dan begitu seterusnya. Betapa buruknya sebuah perangai yang
menyeret pelakunya kepada perangai berikutnya di mana kedua-duanya
sama-sama buruk. Betapa susahnya hidup orang yang memilih jalan seperti
ini.
Imam al-Mawardi berkata, “Dusta adalah kunci segala keburukan, dasar
setiap celaan karena akibatnya yang buruk dan hasilnya yang busuk, ia
menelurkan namimah dan namimah melahirkan kebencian dan kebencian
menyeret kepada permusuhan, tidak ada rasa tenang dan aman dengan adanya
permusuhan, dari sini maka dikatakan, qalla shidquhu fa qalla shadiquhu (sedikit kejujurannya maka sedikit pula kawannya).”
Penulis yakin bahwa Anda wahai pembaca yakin bahwa siapa pun tidak
berharap didustai atau dikibuli. Anda pasti merasa sakit dan kecewa jika
seseorang mendustai Anda. Sakit dan kecewa ini akan semakin tinggi dan
berat jika ia terjadi dari orang yang telah Anda percayai, karena
semakin tinggi sebuah kepercayaan semakin sakit sebuah pengkhianatan,
sebagaimana semakin tinggi Anda jatuh semakin sakit pula yang Anda
rasakan. Lalu siapa orang yang paling Anda percayai dalam kehidupan
Anda? Bukankah dia adalah orang-orang terdekat Anda? Benar, pasangan
hidup Anda. Bagaimana jika pasangan Anda ini mendustai Anda? Penulis
yakin Anda telah mengantongi jawabnya, oleh karena itu jangan coba-coba
mendustai. Jangan melakukan apa yang tidak Anda ingin dilakukan oleh
pasangan Anda kepada Anda, termasuk dusta.
Di samping itu untuk apa Anda membohongi pasangan? Dengan alasan dan
atas dasar apa Anda mendustainya? Dusta biasanya dilakukan oleh para
pengecut yang tidak berani bertanggung jawab atas apa yang dilakukannya.
Bohong pada umumnya diperbuat oleh orang-orang rendah yang ingin
kerendahannya tidak terungkap. Namun tahukah Anda bahwa pada saat
kebohongan dan kedustaan itu terungkap, dan pasti terungkap, maka rasa
kecewa dan rasa sakit dari korban kebohongan jauh lebih berat dibanding
jika dia mengetahui apa adanya dari awal, jika dia mengetahui dari awal
karena Anda tidak berdusta maka tidak menutup kemungkinan yang
bersangkutan tidak akan mempersoalkannya atau memakluminya karena dia
sadar bahwa manusia tidak sempurna. Jadi untuk apa berdusta?
Dengan asumsi pasangan Anda akan marah dan kecewa jika Anda
berterus-terang dan meninggalkan kedustaan dan kepalsuan, bahkan dia
mungkin berubah sikap atau mungkin menghukum Anda, namun penulis jamin
bahwa semua itu akan lebih besar, marah pasangan akan lebih besar,
perubahan sikapnya akan lebih ekstrim dan hukumannya kepada Anda akan
lebih berat pada saat dia mengetahui Anda telah mendustainya. Anda bukan
anak kecil yang takut cubitan atau jeweran dari ibu jika dia berkata
jujur bukan?
Rasa kecewa dan menyesal pada saat didustai benar-benar merusak
kebahagiaan, menciderai ketenteraman dan menenggelamkan kepercayaan
kepada pasangan. Sekali dua kali barangkali dimaklumi oleh pasangan,
walaupun tidak semua pasangan bisa seperti itu, akan tetapi jika hal ini
terus terulang, maka jangan pernah bermimpi meraih kebahagiaan dalam
rumah tangga Anda, mendingan kalau pasangan tidak melakukan hal serupa,
tetapi siapa yang berani jamin sementara manusia cenderung membalas.
Semakin runyam perkaranya, semakin kusut benangnya, semakin becek tanah
basahnya jika dusta telah berbalas dusta.
Stop kebohongan sekarang juga, kalimat bijak berkata, “Ash-shidqu manja wal kadzibu mahwa.”
Jujur itu menyelamatkan dan dusta itu mencelakakan. Kaab bin Malik
bersama tiga orang rekannya selamat dari ujian akibat ketidaksertaan
mereka dalam perang Tabuk tanpa udzur dan mereka berani berterus terang
bahwa mereka tak punya alasan, karena mereka bertiga berani jujur dan
tidak berdusta layaknya orang-orang munafik.
Wallahu a’lam.
Sumber : Artikel Alsofwa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar