Oleh: Syaikh Ali Thanthawi
Dengan nama Allah Subhanahu wa Ta’ala dan segala puji senantiasa bagi
Allah Subhanahu wa Ta’ala. Shalawat dan salam tetap tercurah atas
Rasulullah Shalallahu’alaihi wa Sallam.
Sungguh,
saat ini kita diserang melalui dua jalan; jalan syubhat dan jalan
syahwat. Jalan pertama, jalan syubhat (kesamaran antara kebenaran dan
kebatilan), bencana yang diakibatkannya jauh lebih besar dan berbahaya,
tetapi ia bergerak secara perlahan, sebab tidak semua orang yang anda
sodori syubhat serta merta akan menerimanya. Sebaliknya, setiap pemuda
yang anda sodori kenikmatan syahwat (hawa nafsu), maka serta-merta ia
akan menerimanya . Jalan kedua, Syahwat merupakan penyakit yang gampang
menyebar dan cepat menular, meskipun tidak menghancurkan tetapi ia
merusak, meskipun tidak mematikan tetapi ia menyakitkan. Jalan pertama
(syubhat) mengakibatkan kekufuran, sedang jalan yang kedua (syahwat)
mengakibatkan kefasikan.
Putriku tercinta! Aku adalah seorang
laki-laki yang sudah beranjak usia lima puluh tahun.[1] Telah lewat
sudah masa remaja, dan kutinggalkan impian-impian dan khayalan-khayalan.
Berbagai negeri telah kukunjungi dan banyak orang kujumpai. Pahit
getirnya dunia telah aku cicipi. Karena itu, dengarkanlah
nasihat-nasihatku yang benar lagi jelas berdasarkan
pengalaman-pengamalanku. Pasti belum pernah engkau mendengarkannya dari
orang lain.
Melalui tulisan, kami selalu mengajak perlunya perbaikan
moral, menghapus kerusakan dan mengalahkan hawa nafsu hingga pena tak
lagi mampu menulis dan lidah menjadi kelu, namun kami tak menghasilkan
apa-apa. Kemungkaran belum dapat kami berantas bahkan semakin bertambah,
berbagai kerusakan merajalela, busana terbuka dan merangsang semakin
trendi serta makin marak. ‘Wabah’ ini berkembang dari satu negeri ke
negeri yang lain, bahkan menurut dugaanku, tidak ada satu negeri Muslim
pun yang selamat darinya. Di negeri-negeri kaum Muslimin sendiri yang
dulu terdapat baju panjang yang sempurna dan kesungguhan dalam menjaga
kehormatan aurat, kini wanitanya keluar rumah dengan busana ‘seksi’ yang
terbuka bagian lengan dan lehernya.
Kami belum berhasil dan saya
kira tidak akan berhasil. Mau tahu sebabnya? Karena sampai saat ini,
kami belum menemukan cara untuk memperbaikinya dan belum tahu jalannya.
Sesungguhnya, jalan kebaikan itu, ada di hadapan matamu, duhai putriku!
Kuncinya berada di tanganmu. Bila engkau percaya kunci untuk masuk itu
ada, lalu kalian mempergunakannya, maka pasti kondisinya akan menjadi
baik.
Benar, yang lebih dulu memulai mengayunkan langkah menuju
kubangan dosa adalah lelaki, bukan wanita! Hanya saja, bila engkau
menolak, pasti laki-laki tidak akan berani. Andai kata-kata lemah
gemulaimu,[2] laki-laki tidak akan bertambah nekad. Engkaulah yang
membuka pintunya sedangkan dia hanya masuk. Seakan kau katakan kepada si
pencuri, “Silahkan!” Lalu ketika ia telah mencuri, engkau berteriak,
“Maling! Tolong ada maling! Saya kemalingan!”
Jika engkau telah
menyadari bahwa laki-laki tersebut adalah srigala sedang dirimu seekor
domba, maka tentu engkau jauh-jauh hari sudah menghindarinya sebagaimana
domba yang menghindari srigala. Kalau engkau tahu bahwa laki-laki
tersebut adalah pencuri, pasti engkau akan bersikap hati-hati seperti
halnya si kikir yang takut akan hartanya dicuri.
Manakala srigala
hanya menghendaki daging si domba, maka apakah yang diinginkan laki-laki
darimu jauh lebih berharga dari sekedar daging domba itu. Bahkan,
kematian kiranya lebih baik bagimu daripada harus kehilangan sesuatu
yang paling berharga itu. Lelaki hanya mengingatkan sesuatu yang paling
berharga pada dirimu, yaitu kehormatanmu. Kehormatan adalah kebanggaan
dan kemuliaan yang dengannya kamu hidup. Hidup bagi wanita yang telah
terenggut kehormatannya adalah seratus kali lebih pahit daripada
kematian seekor domba yang ditekam srigala.
Ya, demi Allah Subhanahu
wa Ta’ala! Saat memandang seorang gadis, yang terlintas dalam khayalan
seorang pemuda hanyalah kondisinya yang tanpa sehelai benangpun melekat
di tubuhnya.
Demi Allah Subhanahu wa Ta’ala, begitulah kenyataannya.
Kami bersumpah untuk kedua kalinya di hadapanmu ini. Janganlah engkau
pernah percaya manisnya tutur kata sebagian laki-laki, bahwa mereka
tidak melirik seorang gadis melainkan hanya sekedar ingin mengetahui
akhlak dan budi pekertinya saja; bahwa mereka berbicara kepadanya hanya
sebagai seorang sahabat; bahwa mereka akan mencintainya sebagai seorang
teman. Demi Allah Subhanahu wa Ta’ala, itu bohong! Andaikata engkau
mendengar obrolan anak-anak muda dalam kesunyian mereka, tentulah engkau
akan mendengarkan sesuatu yang mengerikan dan menakutkan.
Senyuman
yang dilemparkan pemuda ke arahmu, kehalusan tutur kata dan perhatiannya
terhadapmu; semua itu tidak lain hanyalah perangka rayuan untuk
mencapai apa yang diinginkannya. Setidaknya rayuan itu adalah kesan
tersendiri bagi si pemuda.
Tetapi, selanjutnya, apa yang kemudian akan terjadi, duhai putriku? Campakkanlah dengan baik!
Kalian berdua sesaat berada dalam kenikmatan, untuk kemudian engkau
ditinggalkan begitu saja, dan engkau selamanya tetap akan merasakan
penderitaan akibat kenikmatan sesaat itu. Sementara pemuda itu akan
terus mencari mangsa untuk direnggut kehormatannnya. Sedang dirimu harus
menanggung beban kandungan yang membesar di perutmu. Jiwamu pasti
merintih, keningmu kini telah tercoreng. Masyarakat nan zhalim dapat
mengampuni pemuda itu mengatakan, “Dulu ia pemuda yang sesat, tapi
sekarang sudah bertaubat!” Tetapi bagaimana dengan dirimu? Selamanya
engkau hidup berkubang kehinaan dan membawa aib. Masyarakat seakan tak
dapat mengampuni perbuatanmu selamanya.
Andai saat bertemu pemuda
itu, engkau berani menentang, membuka muka, menunjukkan jati dirimu dan
menghindar, lalu bila si pengganggu itu belum juga mau mengindahkan
bahkan sampai berbuat lancang melalui ucapan atau tangannya yang usil,
maka lepaskanlah sepatu yang melekat di kakimu, lalu lemparkan ke
kepalanya! Jika semua itu engkau lakukan, pasti semua orang di jalan
akan membelamu. Setelah kejadian itu, tentu pemuda-pemuda iseng tidak
akan berani lagi mengganggumu dan juga gadis-gadis selainmu. Tentunya,
jika ia seorang pemuda yang baik, ia akan datang kepadamu untuk meminta
maaf dan berjanji tak akan mengulangi lagi perbuatannya. Bahkan, bisa
jadi akan mengharapkan hubungan yang baik dan halal denganmu, untuk
kemudian akan dating melamarmu.
Betapa pun status, kekayaan,
popularitas dan wibawa yang dicapai seorang wanita, maka ia tidak akan
dapat menggapai angan-angan terbesar dan kebahagiaan selain dalam sebuah
pernikahan. Yaitu kala menjadi isteri yang baik, seorang ibu yang
terhormat dan pendidik bagi keluarga. Sama saja dalam hal itu, para
ratu, para putri raja ataupun para artis film Hollywood kenamaan yang
memiliki ketenaran dan citra yang dapat menipu banyak wanita.
Aku mengenal dua orang sastrawati besar dari dua Negara Islam.
Keduanya adalah sastrawati sejati, memiliki harta dan kekayaan dan
kejayaan sastra. Namun saying, keduanya kehilangan suami, lalu akal
sehat pun hilang dan akhirnya menjadi gila. Dalam hal ini, jangan
pojokkan diriku dengan pertanyaan tentang siapa mereka sebab nama-nama
itu sudah amat terkenal.
Pernikahan adalah cita-cita tertinggi
seorang wanita, walaupun ia seorang anggota dewan dan pemegang
kekuasaan. Tak ada seorangpun yang sudi menikah dengan wanita pelacur.
Seorang laki-laki yang bermaksud menikahi wanita baik pun, bila
mengetahui ternyata ia seorang yang sesat, maka akan pergi
meninggalkannya pula. Kalau ingin menikah, maka ia akan memilih wanita
yang baik, karena ia tidak rela bila kelak nyonya rumah tangga dan ibu
bagi putra-putrinya adalah seorang wanita asusila.
Seorang laki-laki
walaupun dia seorang fasik, germo, bila di pasar kelezatan tidak
mendapatkan wanita yang rela menumpahkan kehormatannya di atas kedua
kakinya atau yang dapat menjadi barang permainan di hadapannya, atau
bila ia tidak juga mendapatkan wanita fasik atau wanita lalai yang mau
menemaninya kawin berdasarkan agama Iblis dan syari’at kucing di bulan
Februari, maka pastilah ia meminta wanita yang menjadi isterinya itu
menikah berdasarkan sunnah Islam.
Jadi, akar penyebab hilangnya
minat terhadap ikatan pernikahan adalah kalian, wahai kaum wanita! Bila
bukan karena wanita fasik, tentu hilangnya minat pada ikatan pernikahan
tidak akan terjadi dan peluang berbuat maksiat tidak akan terbuka lebar.
Kenapa kalian tidak menyadari hal itu? Dan mengapa para wanita mulia
tidak berupaya mencari penyelesaian bagi mala petaka ini ini? Kalian lah
yang lebih pantas dan mampu daripada kaum laki-laki untuk melakukan
upaya itu. Kalian lebih mengerti bahasa wanita dan cara menyadarkan
mereka, dan karena yang bisa menyelamatkan korban kerusakan ini hanya
kalian, para wanita terpelihara, mulia, wanita yang terjaga dan
beragama.[3]
Di setiap rumah di negeri kaum muslimin terdapat para
gadis berusia siap nikah tetapi belum juga mendapatkan jodoh.
Peneyebabnya adalah kecenderungan para pemuda untuk memiliki ‘pacar’
sehingga tidak butuh kepada isteri. Tidak menutup kemungkinan, kondisi
serupa juga terjadi di negeri-negeri lain.
Karena itu, kalian perlu
membentuk organisasi-organisasi kewanitaan yang terdiri dari para
sastrawati, para intelektual, para guru dan mahasiswi yang misinya
mengembalikan saudari-saudari kalian yang salahb jalan itu kepada
kebenaran. Ajaklah mereka agar bertakwa kepada Allah Subhanahu wa
Ta’ala. Jika menolak, takutilah mereka dengan memberikan peringatan
bahwa apa yang mereka lakukan itu dapat menyebabkan datangnya penyakit.
Jika masih membangkang, maka jelaskan kepada mereka dengan berkaca
kepada realitas yang ada. Katakan kepada mereka, “Kalian adalah
gadis-gadis remaja yang cantik. Karena itu, pasti kalian menjadi rebutan
para pemuda. Akan tetapi, apakah masa remaja dan kecantikan itu akan
kekal abadi? Adakah sesuatu di dunia ini yang akan kekal abadi? Bila
nanti, kalian sudah menjadi nenek-nenek yang bungkuk punggungnya dan
keriput wajahnya, ketika itu, siapa yang akan berminat lagi? Tahukah
kalian, siapa yang akan memperhatikan, menghargai dan mencintai seorang
nenek? Jawabannya, adalah anak-anak dan para cucunya. Saat itulah, ssang
nenek akan menjadi ratu di tengah rakyatnya. Duduk manis di atas
singgasana mengenakan mahkota. Akan tetapi, bagaimana pula dengan nasib
seorang nenek yang masih belum bersuami? Tentu, kalaian sendiri lebih
tahu apa yang terjadi dengannya!”
Di sebuah trotoar di persimpangan
jalan di Brussel, aku menyaksikan seorang nenek tua yang berdiri
menggunakan penyangga untuk kedua kakinya. Karena sudah dimakan usia,
segenap tubuhnya gemetaran. Ia ingin menyeberang, namun hampir saja
diseret oleh mobil-mobil di sekelilingnya. Kasihan, tidak seorang pun
yang mau membimbingnya.
Kepada pemuda yang bersamaku, aku berkata, “Sebaiknya salah seorang dari kalian menghampiri nenek itu dan menolongnya,”
Waktu itu, kami bersama seorang teman lama bernama Ustadz Nadim
Zhubyan. Sudah lebih 40 tahun ia tinggal di Brussel. Beliau bercerita
kepadaku, “Tahukah anda bahwa nenek tua itu dulunya adalah wanita
primadona di negeri ini yang banyak membuat orang terbuai? Para lelaki
selalu menguntitnya dan dengan sepenuh hati rela merogoh kocek mereka
hanya sekedar untuk dilirik atau disentuhnya. Tetapi setelah masa bunga
berakhir dan kecantikan di wajah telah pupus, tak seorangpun yang anda
lihat sudi menyentuh tangannya.”
Sebandingkah kenikmatan itu dengan
penderitaan yang dialaminya di atas? Akankah kita tukar akibat dari itu
dengan kenikmatan sementara?
Perkataan-perkataan seperti ini bagi
kalian para wanita, tidak memerlukan petunjuk orang lain dan kalian
tidak akan kehabisan cara untuk member nasehat kepada saudari-saudari
kalian yang salah jalan dan patut dikasihani. Jika kalian tidak dapat
mengasihani mereka, minimal berusahalah untuk menjaga wanita baik-baik,
gadis-gadis yang sedang tumbuh agar tidak menempuh jalan yang salah
itu.[4]
Aku tidak menuntut kalian untuk merubah secara drastis dan
mengembalikan wanita masa kini kepada kondisi muslimah sejati. Tidak,
kami menyadari bahwa perubahan secepat itu biasanya mustahil dilakukan.
Kondisinya seperti antara malam yang gelap gulita dan pagi cerah
bercahaya, di mana Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak memindahkan dari
kegelapan kepada cahaya dalam sekejap. Tetapi, Dia memasukkan siang ke
dalam malam tanpa engkau rasakan adanya perubahan itu. Sama seperti
jarum jam yang engkau lihat diam tak bergerak. Padahal bila dirimu
kembali dua jam kemudian, pasti ia telah bergeser. Demikian pula dengan
perubahan manusia dari masa kanak-kanak ke masa remaja, dari masa remaja
ke masa tua. Juga sama halnya dengan perubahan sebuah negeri, dari satu
kondisi ke kondisi lain.
Akan tetapi kembalilah ke jalan kebaikan
selangkah demi selangkah, sebagaimana ketika engkau menyongsong jalan
keburukan setapak demi setapak. Kalian mulai dari memendekkan pakaian
sedikit demi sedikit, kalian pertipis kerudung dan sabar melalui masa
yang panjang. Kalian melakukan perubahan ini, sedangkan lelaki shalih
tidak menyadari. Majalah-majalah porno menggalakkan masalah ini,
orang-orang fasik riang gembira, sampai akhirnya kita mencapai suatu
keadaan yang tidak diridhai Islam, bahkan tidak pula oleh agama lain.
Juga tidak dilakukan oleh orang-orang Majusi para penyembah api yang
berita mereka sudah kita baca di buku-buku sejarah. Bahkan hingga sampai
pada suatu keadaan yang tidak dapat diterima para hewan.
Dua ekor
ayam jago saja bila bertemu untuk memperebutkan sang betina, pasti
saling serang karena rasa cemburu dan membela. Tetapi sungguh aneh
dengan para lelaki Muslim yang tidak cemburu terhadap wanita Muslimah
dilirik orang asing.[5]Bukan sekedar wajah yang dilirik, telapak tangan
ataupun lehernya tetapi segalanya. Ya, segalanya segala sesuatu yang
menjijikkan untuk dilihat dan harus ditutup, yaitu kemaluan dan buah
dada.
Di klub-klub malam, suami-suami Muslim tega menyodorkan
isteri-isteri mereka diajak berdansa dan dipeluk wanita lelaki lain.
Dada menempel dengan dada, perut bertemu perut, bibir denga pipi, lengan
melingkar tubuh. Kendati demikian, tak ada seorangpun yang protes
terhadap pemandangan itu. Di kampus-kampus Universitas Islam, mahasiswa
Muslim biasa berdua-duaan dengan mahasiswi Muslimah yang tanpa menutup
aurat. Anehnya, tak satupun, orang-orang tua Muslim yang mengingkari hal
tersebut.[6]
Pemandangan seperti itu banyak terjadi. Dan itu tidak
dapat diatasi hanya dalam sehari atau dengan upaya tergesa-gesa. Tetapi
caranya adalah dengan kembali ke jalan yang benar melalui jalan yang
semula pernah kita tempuh ketika melakukan keburukan, walaupun jalan
yang berat itu sekarang amat panjang. Jalan kembali satu-satunya yang
panjang ini harus ditempuh, sebab bila tidak, maka kita tidak akan
sampai ketujuan. Kita mulai dengan memberantas ikhtlath (bercampur
baurnya laki-laki dan wanita dalam keadaan satu tempat tanpa hijab).
Seorang gadis tidak seharusnya bercampur baur dengan lelaki yang bukan
mahramnya, seorang isteri juga tidk seharusnya menerima teman suaminya
di rumah, menyapanya jika bertemu di kereta atau bertemu di jalan.
Seorang gadis tidak seharusnya menjabat tangan pria di kampus,
berbincang-bincang, berjalan seiring, belajar bersama untuk ujian,
kemudian dia lupa bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikannya sebagai
wanita dan si kawan sebagai pria, satu dengan yang lainnya dapat saling
terangsang. Siapa pun, baik wanita, pria atau seluruh penduduk dunia
tidak akan mampu mengubah ciptaan Allah Subhanahu wa Ta’ala, menyamakan
antara kedua jenis atau menghilangkan kecenderungan yang ada di dalam
jiwa mereka.
Aku memiliki beberapa makalah tentang kesetaraan gender
(kesamaan antara laki-laki dan wanita). Di situ aku berbicara tentang
beberapa hak dan kewajiban, pahala dan siksa, tetapi aku tidak(kesamaan
antara laki-laki dan wanita). Di situ aku berbicara tentang beberapa hak
dan kewajiban, pahala dan siksa, tetapi aku tidak bebicara mengenai
pekerjaan, fungsi dan tugas. Karena tidaklah mungkin seorang laki-laki
itu akan hamil dan menyusui menggantikan para wanita, sementara wanita
pun tidak mungkin berperang atau melakukan pekerjaan-pekerjaan berat
menggantikan peran kaum laki-laki.
Para propagandis
‘egalitarianisme’ (persamaan hak) dan ikhtilath yang mengatas namakan
‘civiel society’adalah para pembohong besar. Hal ini dapat dilihat dari
dua aspek:
Pertama, karena semua itu mereka lakukan untuk memberikan
kepuasan kepada diri mereka sendiri. Mereka menikmati pemandangan
anggota tubuh yang terbuka itu dan kenikmatan-kenikmatan lain yang
mereka bayangkan. Akan tetapi, mereka tidak berani berterus terang. Oleh
karena itu, slogan-slogan seperti kemajuan, masyarakat madani, seni,
kehidupan kampus, semangat olahraga dan slogan-slogan kosong tanpa makna
lainnya hanyalah kedok belaka, ibarat gendang yang ditabuh.
Kedua,
mereka bohong karena mengekor kepada Barat dan menjadikan Barat sebagai
penyuluh. Mereka tidak dapat memahami kecuali menurut cara pandang
Barat. Menurut mereka, kebenaran bukanlah lawan dari kebatilan. Tetapi
kebenaran adalah segala sesuatu yang datang dari; Paris, London, Berlin
dan New York, sekalipun yang dilakukan itu berupa dansa, pornografi,
pergaulan bebas di kampus, pamer aurat, di tempat umum atau telanjang
ria di pantai (atau kolam renang). Sementara kebatilan menurut mereka
adalah sesuatu yang datang dari sini; dari lembaga-lembaga pendidikan
Islam Timur dan dar masjid-masjid milik orang-orang Islam, sekalipun hal
itu berupa kehormatan, petunjuk kebenaran, keterpeliharaan dan kesucian
hati maupun tubuh.
Di Eropa dan Amerika, Seperti yang sering kita
baca dan dengar dari mereka yang pernah berkunjung ke sana ternyata
masih terdapat keluarga yang tidak rela dan tidak mengizinkan pergaulan
bebas. Di Paris, misalnya, para bapak dan ibu melarang anak gadis mereka
berjalan dengan seorang pemuda atau pergi bersama ke gedung bioskop.
Bahkan mereka tidak diperbolekan nonton, kecuali film-film yang sudah
diketahui jalan ceritanya dan mereka tahu benar bahwa di dalam film-film
itu, tidak ada adegan porno dan jorok. Yaitu, adegan-adegan yang sanagt
disayangkan, selalu ada dalam tayangan-tayangan yang dibuat perusahaan
film ddi negeri kita untuk kalangan muda-mudi, yang mereka sebut sebagai
seni perfilman, karena ketidakpahaman terhadap agama bahkan juga
terhadap film itu sendiri.
Kata mereka, “Pergaulan bebas itu dapat
mengurangi nafsu birahi, mendidik watak dan dapatmenekan gejolak seksual
di dalam jiwa.”
Untuk menjawab hal ini, saya limpahkan kepada
mereka yang telah lebih dulu pernah merasakan pergaulan bebas di
sekolah-sekolah, yaitu Rusia yang tidak beragama, yang tidak pernah
mendengar petuah ulama dan pendeta. Bukankah mereka telah meninggalkan
percobaan ini, setelah melihat bahwa hal ini amat merusak?
Tentang
Amerika, apakah mereka belum membaca, bahwa problem Amerika, adalah
semakin meningkatnya siswi-siswi yang hamil? Itu karena mereka
mengajarkan pelajaran seks di sekolah-sekolah. Artinya, sama saja dengan
menuangkan bensin ke dalam api. Kepada para gadis suci yang buta
terhadap masalah seks, mereka jelaskan mengenai apa yang tersembunyi
dari aurat laki-laki dan apa yang dilakukan laki-laki jika sedang
berduaan dengan wanita. Pada saat yang sama ada setan-setan dari jenis
manusia yang mengajak kita agar melakukan seperti apa yang mereka
lakukan. Sebagaimana mereka juga membiasakan dan melatih para siswi
sekolah-sekolah menengah untuk menggunakan pil pencegah kehamilan.
Siapa yang akan merasa senang apabila universitas-universitas di negeri kaum Muslimin mengalami persoalan yang sama?
Aku tidak berbicara kepada para pemuda. Aku tidak ingin mereka
mendengar. Aku tahu bahwa mungkin mereka menyanggah dan menertawakan
diriku. Karena aku telah menghalangi mereka menikmati kelezatan yang
benar-benar telah mereka peroleh. Akan tetapi, aku berbicara kepada
kalian, putri-putriku. Wahai putriku yang beriman dan beragama! Putriku
yang terhormat dan terpelihara! Ketahuilah bahwa yang akan menjadi
korban bukan orang lain tetapi kamu sendiri. Oleh karena itu, jangan
serahkan diri kalian sebagai korban iblis. Jangan dengarkan bujuk rayu
mereka dengan dalih pergaulan demi kebebasan, modernisasi, kemajuan dan
kehidupan kampus. Sungguh kebanyakan orang-orang terkutuk itu tidak
memiliki isteri dan anak. Mereka sama sekali tidak perduli dengan
kalian, selain sebagai pemuas kenikmatan sementara. Sedangkan aku
(penulis) adalah seorang ayah dari beberapa orang putrid. Jika aku
membela kalian, berarti putrid-putriku sendiri. Aku ingin kalian bahagia
seperti yang aku inginkan untuk putrid-putriku.
Sesungguhnya dari
perbuatan liar yang mereka lakukan, tak ada sesuatupun yang dapat
mengembalikan diri wanita kepada kehormatannya yang lenyap, kemuliaannya
yang terkoyak, begitu juga dengan martabat yang hilang.
Jika
seorang gadis telah terjerumus, maka tidak seorang pun dari mereka yang
mau meraih tangannya kembali atau menyelamatkannya dari mereka
keterjerumusan itu. Yang justeru mereka lakukan adalah memperebutkan
kecantikan gadis itu selama masih tersisa kecantikan wajahnya. Jika
sudah hilang, merekapun pergi meninggalkan gadis tersebut. Persis
seperti anjing-anjing yang meninggalkan bangkai karena sudah tak
menyisakan daging sedikit pun.
Inilah nasihatku buatmu, wahai
putriku. Inilah kebenaran, selain ini jangan dipercaya. Sadarlah bahwa
di tanganmulah kunci pintu perbaikan itu, bukan di tangan kaum lelaki.
Jika ada kemauan pada dirimu niscaya engkau sanggup memperbaiki dirimu
sendiri, dengan demikian, umat secara keseluruhan akan menjadi baik.
Makkah al-Mukarramah, 12 Rabi’ul Awwal 1406 H
Sumber: Yayasan Al-Sofwa Jakarta
Sungguh, jika setelah membaca sebuah risalah ini, remaja muslimah tak
juga sadar, maka sungguh kita takutkan hatinya telah terkunci.
Naudzubillah.
[1] Yaitu ketika menulis tulisan ini, sedang pada tahun 1986 M, beliau memasuki usia 80 tahun.
[2] Rasulullah Shalallahu’alaihi wa Sallam bersabda:
صنفان مناأهل النار لم أرهما: قوم معهم سياط كأذناب البقر يضربون بهاالناس
ونساء كاسيات عاريات مميلات مائلات رؤوسهن كأسنمة البخت المائلة ﻻيدخلن
الجنةوﻻيجدن ريحهاوإن ريحها ليوجد من مسيرة كذاو كذا.
“Dua (jenis
manusia) dari ahli Neraka yang aku belum meliahatnya sekarang yaitu;
Kaum yang membawa cemeti-cemeti seperti seekor sapi, mereka memukul
manusia dengannya, dan wanita-wanita berpakaian tetapi telanjang,
berjalan dengan menggoyang-goyangkan pundaknya dan berlenggak-lenggok.
Kepala mereka seperti punuk unta yang condong. Mereka tidak akan masuk
Surga, bahkan tidak akan mendapatkan wanginya, padahal sungguh wangi
Surga telah tercium dari jarak perjalanan sekian dan sekian. (HR.
Muslim, 3/1680)
[3] Rasulullah Shalallahu’alaihi wa Sallam bersabda:
من رأى منكم منكرا فليغيره بيده فإ لم يستطع فبلسانه فإ لم يستطع فقلبه وذالك أضعف الإيمان.
“Barangsiapa diantara kalian ada yang melihat suatu kemungkaran, maka
hendaklah ia mengubahnya dengan tangannya, jika tidak mampu, maka dengan
lisannya, jika tdak mampu, maka dengan hatinya dan itulah
selemah-lemahnya iman.” (HR. Muslim).
[4] Rasulullah Shalallahu’alalihi wa Sallam bersabda:
فوالله لأيهدي الله بك رجلا خير لك من أن يكون لك حمر النعم
“Demi Allah, jika Allah Subhanahu wa Ta’ala member petunjuk kepada
seseorang melalui kamu, itu lebih baik bagimu daripada unta merah (harta
yang paling berharga di masa itu).” (Muttafaq’alaih)
[5] Rasulullah Shalallahu’alaihi wa Sallam bersabda:
ثلاثة قدحرم الله عليهم الجنة: مدمن الخمر والعاق والديوث الذي في أهله الخبث.
“Tiga (jenis manusia) yang Allah haramkan atas mereka Surga: Peminum
khamar (minuman keras), pendurhaka (kepada kedua orang tuanya) dan
dayyuts (lelaki yang tidak punya rasa cemburu) yaitu yang merelakan
kekejian dalam keluarganya.” (HR. al- Bukhari, lihat Fathul Baari, 8/45)
[6] Rasulullah Shalallahu’alaihi wa Sallam bersabda:
“Tidaklah seorang laki-laki berduaan dengan wanita (yang bukan
mahramnya), kecuali pihak ketiganya adalah syetan.”(HR. at-Tirmidzi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar