Allah Subhanahu wa Ta’ala pun memberikannya kepada hamba yang
dicintai-Nya dan kepada hamba yang tidak dicintai-Nya, sehingga
kelebihan yang didapatkan seseorang dalam perkara dunia bukan jaminan ia
dicintai oleh Dzat Yang di atas. Berapa banyak orang yang jahat, ingkar
kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi
wasallam namun ia beroleh kekayaan dan
jabatan yang tinggi. Sebaliknya, banyak hamba yang taat kepada Allah
Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wasallam tidak
beroleh dunia kecuali sekadarnya. Kenapa demikian? Karena memang dunia
tiada bernilai di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala sampai-sampai kata
Rasul yang mulia Shallallahu ‘alaihi wasallam:
لَوْ كَانَتِ الدُّنْيَا تَعْدِلُ عِنْدَ اللهِ جَنَاحَ بَعُوْضَةٍ مَا سَقَى كَافِرًا مِنْهَا شَرْبَةَ مَاءٍ
“Seandainya dunia ini di sisi Allah punya nilai setara dengan sebelah
sayap nyamuk niscaya Allah tidak akan memberi minum seorang kafir
seteguk air pun.” (HR. At-Tirmidzi, dishahihkan Al-Imam Al-Albani
rahimahullahu dalam Ash-Shahihah no. 940)
Tatkala Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wasallam lewat di sebuah pasar sementara orang-orang
berada di sekitarnya, beliau melewati bangkai seekor anak kambing yang
cacat telinganya. Beliau memegang telinga bangkai hewan tersebut, lalu
berkata:
أَيُّكُمْ يُحِبُّ أَنَّ هَذَا لَهُ بِدِرْهَمٍ؟
فَقَالُوا: مَا نُحِبُّ أَنَّهُ لَنَا بِشَيْءٍ وَمَا نَصْنَعُ بِهِ؟
قَالَ: أَتُحِبُّوْنَ أَنَّهُ لَكُمْ؟ قَالُوا: وَاللهِ، لَوْ كَانَ حَيًّا
كَانَ عَيْبًا فِيْهِ لِأَنَّهُ أَسَكُّ فَكَيْفَ وَهُوَ مَيِّتٌ؟
فَقَالَ: فَوَاللهِ لَلدُّنْيَا أَهْوَنُ عَلَى اللهِ مِنْ هَذَا
عَلَيْكُمْ
“Siapa di antara kalian ingin memiliki bangkai anak kambing ini dengan membayar satu dirham?”
“Kami tidak ingin memilikinya walau dengan membayar sedikit, karena apa
yang akan kami perbuat dengannya?” jawab mereka yang ditanya.
Beliau kembali mengulang pertanyaannya, “Apakah kalian ingin bangkai anak kambing ini jadi milik kalian?”
“Demi Allah, seandainya pun hewan ini masih hidup, ia cacat, telinganya
kecil, apatah lagi ia sudah menjadi bangkai!” jawab mereka.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Maka demi Allah,
sungguh dunia ini lebih hina bagi Allah daripada bangkai anak kambing
ini bagi kalian.” (HR Muslim)
Mungkin kita termasuk orang yang
mendapatkan dunia sekadarnya, tidak seperti yang diperoleh orang-orang
sekitar kita, yang mungkin punya rumah mewah, mobil gonta-ganti,
perabotan yang wah . . . , dan jabatan yang empuk. Kekurangan yang ada
pada kita dari sisi lain seharusnya tidak perlu membuat dada kita sempit
sehingga kita berburuk sangka kepada Allah Yang Maha Adil. Rasul yang
mulia Shallallahu ‘alaihi wasallam telah memberi bimbingan dalam perkara
dunia kita. Beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam bertitah:
انظروا إلى من هو أسفل منكم. ولا تنظروا إلى من هو فوقكم؛ فهو أجدر أن لا تَزْدروا نعمة الله عليكم
“Lihatlah kepada orang yang lebih rendah daripada kalian dan jangan
melihat orang yang lebih di atas kalian. Yang demikian ini (melihat ke
bawah) akan membuat kalian tidak meremehkan nikmat Allah yang
diberikan-Nya kepada kalian.” (HR. Muslim)
Dalam satu riwayat:
إذا نظر أحدكم إلى من فضل عليه في المال والخلق فلينظر إلى من هو أسفل منه
“Apabila salah seorang dari kalian melihat kepada orang yang diberi
kelebihan dalam hal harta dan rupa/fisik, maka hendaklah ia melihat
orang yang lebih rendah dari dirinya.”
Hadits di atas memberi
arahkan kepada setiap muslim agar selalu melihat ke bawah dalam perkara
dunia dan jangan melihat kepada orang yang melebihinya. Karena bila ia
berbuat demikian akan membuatnya berkeluh kesah, sempit dada, dan tidak
bersyukur dengan apa yang Allah Subhanahu wa Ta’ala berikan kepadanya.
Sebaliknya dalam perkara agama/akhirat, seorang muslim harusnya melihat
ke atas, kepada orang yang lebih darinya dalam beramal ketaatan, dalam
keshalihan dan ketakwaan sehingga ia terpacu untuk terus menambah
ketaatan dan amal ibadah. (Bahjatun Nazhirin, 1/534)
Al-Imam
Ath-Thabari rahimahullahu berkata tentang hadits di atas, “Ini merupakan
sebuah hadits yang mengumpulkan kebaikan. Karena bila seorang hamba
melihat orang yang di atasnya dalam kebaikan, ia menuntut jiwanya untuk
turut bergabung dengan orang yang dilihatnya tersebut. Ia pun
mengecilkan keadaannya ketika itu sehingga ia bersungguh-sungguh untuk
menambah kebaikan. Bila dalam perkara dunianya ia melihat kepada orang
yang di bawahnya, akan tampak baginya nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala
yang terlimpah padanya, ia pun mengharuskan jiwanya bersyukur. Inilah
makna ucapan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam di atas. Bila
seseorang tidak melakukan anjuran Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam
tersebut maka keadaannya jadi sebaliknya. Ia terkagum-kagum dengan
amalannya sehingga ia malas menambah kebaikan. Ia membelakakkan dua
matanya kepada dunia dan berambisi untuk menambahnya. Nikmat Allah
Subhanahu wa Ta’ala yang diperolehnya pun diremehkan dan tidak
ditunaikan haknya.” (Ikmalul Mu’lim bi Fawa’id Muslim, 8/515)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam telah memberikan nasihat yang
akan mengobati penyakit yang mungkin ada di dalam dada, maka amalkanlah!
Selalulah melihat orang yang kekurangan dan lebih susah daripada kita.
Lihatlah. . . Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memberikan tempat tinggal
yang menaungi kita setiap harinya walau rumah yang sederhana, maka
syukurilah karena berapa banyak tuna wisma di sekitar kita. Mereka
terpaksa tidur di emperen toko, di kolong jembatan, dan di dalam
rumah-rumah kardus . . .
Setiap harinya kita bisa makan dan
minum walau hidangan yang tersaji sederhana, namun syukurilah. Lihatlah
di sana … Ada orang-orang yang mengais-ngais sampah untuk mencari
sesuatu yang dapat mengganjal perut mereka yang lapar.
Kita
diberi nikmat berupa pakaikan yang dapat menutup aurat kita dan
melindungi kita dari hawa panas dan dingin, walau harganya tak seberapa.
Namun lihatlah … di sana ada orang-orang yang berpakaian
compang-camping karena fakirnya.
Lihatlah dan tengoklah selalu
kepada orang yang hidupnya lebih sulit daripada kita, dengan begitu kita
dapat mensyukuri nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala yang diberikan-Nya
kepada kita.
Ingatlah selalu bahwa dunia ini ibaratnya hanyalah
fatamorgana, tiada berharga, maka jangan engkau terlalu berpanjang
angan untuk meraihnya. Tetapi berambisilah untuk kehidupanmu setelah
mati. Di sana ada negeri kekal menantimu…!!!
Wallahu a’lam bish-shawab.
(Sumber: Asy Syariah No. 48/IV/1430 H/2009. Rubrik: Sakinah, Lembar
untuk Wanita dan Keluarga. Katagori: Mutiara Kata. Halaman: 93 s.d. 94).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar