Selasa, 23 Mei 2017

Kritik Pendapatnya Namun Tetap Hormati Orangnya

Betapa indahnya sebuah perkataan,
انتقد القول ولكن احترم القائل فـإن مهنتنا أن تقضي على المرض وليس المريض
“Kritiklah pendapatnya namun tetap hormati orangnya, karena tugas kita adalah menyingkirkan penyakit bukan menyingkirkan orangnya”[1]

Ini termasuk adab mulia dalam mengkritik (baca: menasehati) yang mungkin kita sering lalai. Mungkin yang bisa menjadi intropeksi kita bersama:

1. Tidak mencaci-maki dan menghina orangnya apalagi dia seorang muslim
Terkadang kita “kelolosan” mngkritik pendapat sampai mencaci-maki orangnya dan menghina orangnya. Apalagi yang dikritik adalah saudara kita seorang muslim, padahal kita bersaudara dan seorang muslim tidak boleh dicela sama sekali[2]

2. Walaupun berbeda pendapat tetapi tetap bisa bersaudara, sebagaimana perkataan Imam Asy-Syafi’i[3]

Karena prinsip dakwah adalah hanya menyampaikan, jika diterima alhamdulillah jika ditolak maka dia masih saudara kita, perlu didoakan jika memang yang kita bawa adalah kebaikan

3. Bisa jadi kesalahannya hanya beberapa perkara dan itu udzur baginya serta tidak ada manusia yang luput dari kesalahan
Kita yang mengkritikpun bisa jadi kesalahan kita lebih banyak dari dia, hanya saja Allah menyembunyikan kesalahan-kesalahan kita. Jadi renungkanlah ketika akan mencela orangya.

4. Bisa jadi yang dikritik lebih mulia kedudukannya di sisi Allah
Misalnya dia terjatuh dalam perkara “yang tidak ada dasar syariatnya” tetapi dia lebih menjaga shalat wajib berjamaah di masjid (amalan wajib), dia lebih banyak memberikan hidayah Islam dan bisa jadi lebih ikhlas daripada kita. Adapun kita dengan amalan sunnah yang kita terapkan, membuat kita sombong.

5. Bisa jadi niat kita mengkritik bukan untuk menasehati, akan tetapi karena rasa hasad kita untuk menjatuhkan saudara kita

6. Jika bisa dilakukan empat mata, maka sebaiknya demikian dan kurang bijaksana jika mengkritiknya di depan publik, media sosial dan tempat umum[4]
Karena bisa jadi ia menerima dan mengaku salah tetapi gengsi menerimanya karena martabatnya sudah dijatuhkan dahulu atau malu terlihat kalah di depan orang banyak, tentu bukan ini tujuan kita.
7. Sebaiknya kritik dilakukan oleh mereka yang sudah berilmu dan pengetahuannya luas

Adapun pemula sebaiknya jangan, nanti malam memicu perdebatan dan saling ngotot tanpa dasar ilmu.
Semoga ini bisa menjadi masukan untuk saya pribadi terutama dan kaum muslimin

@Laboratorium RS Manambai, Sumbawa Besar – Sabalong Samalewa
Penyusun: Raehanul Bahraen
Artikel www.muslimafiyah.com

[1] Sebagian menyandarkan kepada perkataan imam Syafi’i dalam kitab Kasbul Qulub, akan tetapi kami belum menemukannya, wallahu a’lam
[2] Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
سِبَابُ الْمُسْلِمِ فُسُوقٌ ، وَقِتَالُهُ كُفْرٌ
“Mencela seorang muslim adalah kefasikan, dan membunuhnya kekufuran.” (HR. Bukhari dan muslim)

[3] Beliau berkata kepada Abu Musa,
يَا أَبَا مُوْسَى، أَلاَ يَسْتَقِيْمُ أَنْ نَكُوْنَ إِخْوَانًا وَإِنْ لَمْ نَتَّفِقْ فِيْ مَسْأَلَةٍ
“Wahai Abu Musa, bukankah kita tetap bersaudara (bersahabat) meskipun kita tidak bersepakat dalam suatu masalah?” (Siyar A’lamin Nubala’, 10: 16).

[4] Imam Syafi’i berkata,
ما رأيت على رجل خطأ، إلا سترته، وأحببت أن أزين أمره، وما استقبلت رجلا في وجهه بأمر يكرهه، ولكن أبين له خطأه فيما بيني وبينه، فإن قبل ذلك، وإلا تركته
Tidaklah aku lihat kesalahan seseorang (saudara se-Islam), kecuali aku menutupinya,  aku senang untuk memperindah urusan dirinya.
Tidaklah aku menjumpai seseorang dengan hal yang dia benci di hadapannya, kecuali aku jelaskan kesalahannya (secara sembunyi-sembunyi)hanya antara aku dan dia
Jika dia menerima penjelasanku (maka itu lebih baik), dan jika dia tidak menerima ucapanku, maka aku membiarkannya.[4]

Sumber: https://muslimafiyah.com/kritik-pendapatnya-namun-tetap-hormati-orangnya.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar