Senin, 30 Desember 2019

Cara Boikot Produk Kafir di Tahun Baru

Cara Boikot Produk Kafir di Tahun Baru

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,
Gerakan boikot kembali digalakkan kaum muslimin, menyusul gerakan bela islam untuk menuntut pelaku pelecehan al-Quran untuk segera diadili. Setidaknya ada manfaat dari gerakan ini bagi umat, yaitu membangkitkan kembali semangat ekonomi jamaah.
Hanya saja, ada sisi lain yang perlu kita sadari bahwa produk orang kafir tidak hanya dalam bentuk barang. Ada produk yang lebih berbahaya dari pada barang, itulah produk pemikiran. Bagian inilah yang lebih layak untuk kita boikot dari pada sebatas produk dalam bentuk barang. Karena mengikuti pemikiran, sama halnya melestarikan ideologi mereka.
Yahudi Hanya Menghendaki Muslim Mengikuti Mereka
Anda tentu sepakat bahwa semua polah tingkah Yahudi tehadap kaum muslimin, tidak lain tujuannya adalah untuk menyebarkan pemikiran Yahudi. Dengan ungkapan lain, me-Yahudi-kan pemikiran semua umat manusia, dari manapun latar belakang agamanya. Yang penting mereka loyal terhadap Yahudi, itu yang paling penting bagi yahudi. Tak peduli status agama yang melekat di KTP-nya. Orang ber-KTP Islam, ber-KTP Katolik, Kristen, Hindu, Budha, mereka semua bisa “di-Yahudikan”. Keajaiban statistik pemeluk agama di Amerika bisa menjadi contohnya. Mayoritas penduduknya beragama Protestan dan Katolik. Yudaisme kurang dari 2%. Namun di negara ini, pemikiran Yahudi begitu dihargai, dan menjadi negara pelindung terkuat bagi negara pusat Yahudi yang menjajah Palestina.
Dan itulah makna dari firman Allah;
وَلَنْ تَرْضَى عَنْكَ الْيَهُودُ وَلَا النَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ
“Orang Yahudi dan orang Nasrani, tidak akan pernah ridha kepamu, sampai kamu mengikuti millah mereka.” (QS. Al-Baqarah: 120).
Mengikuti millah Yahudi tidak harus dalam wujud pindah agama atau ganti KTP dengan status Yahudi. Bisa juga dalam bentuk menuruti semua kemauan mereka atau bahkan pemikiran mereka. Hal ini sebagaimana dikuatkan oleh tafsir Ibn Abbas radhiyallahu ‘anhuma bahwa ayat ini turun berkenaan dengan keinginan orang Yahudi Madinah dan orang Nasrani penduduk Najran agar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat shalat menghadap ke kiblat mereka (Baitul Maqdis). Ketika Allah pindahkan kiblat kaum muslimin ke Ka’bah, mereka putus asa untuk bisa menarik simpati Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (Zadul Masir, 1/106 – 107).

Kritik Yahudi & Boikot Pemikirannya

Dalam surat Al-Fatihah yang kita baca kurang lebih 17 kali dalam sehari, Allah mengajarkan kepada kita untuk berdoa agar dihindarkan dari dua jalan: orang yang dimurkai dan orang yang sesat. Tafsirnya, orang yang dimurkai adalah Yahudi, sedangkan orang yang sesat adalah Nasrani berdasarkan riwayat dari Adi bin Hatim dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Kita sangat yakin, mereka bestatus sebagai orang dimurkai lantaran perbuatannya dan bukan orangnya. Karena andaikan mereka meninggalkan perbuatan buruknya itu, dan kembali pada jalan yang benar, predikat sebagai ‘orang yang dimurkai’ tentu tidak lagi melekat pada dirinya. Dengan demikian, semua usaha untuk menjauhi sifat dan perilaku orang Yahudi, merupakan upaya menjauhkan diri kita dari status ‘dimurkai’, sebagaimana sebaliknya, meniru sifat, kebiasaan, atau bahkan pemikiran Yahudi, bisa menjadi sebab munculnya status ‘dimurkai’.
Syaikhul Islam menjelaskan salah satu kandungan akhir surat Al-Fatihah:
أن المخالفة في الهدى الظاهر توجب مباينة ومفارقة توجب الانقطاع عن موجبات الغضب وأسباب الضلال
“Sesungguhnya menyelisihi penampilan lahiriyah mengharuskan kita tampil beda dan terpisah dari mereka membebaskan kita dari sebab murka dan sebab kesesatan.” (Iqtidha’ Shirat Al-Mustaqim, Hal. 11).

Terompet itu Tradisi Yahudi

Abu ‘Umair bin Anas dari pamannya yang termasuk sahabat Anshar, beliau menceritakan,
اهْتَمَّ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- لِلصَّلاَةِ كَيْفَ يَجْمَعُ النَّاسَ لَهَا فَقِيلَ لَهُ انْصِبْ رَايَةً عِنْدَ حُضُورِ الصَّلاَةِ فَإِذَا رَأَوْهَا آذَنَ بَعْضُهُمْ بَعْضًا فَلَمْ يُعْجِبْهُ ذَلِكَ قَالَ فَذُكِرَ لَهُ الْقُنْعُ – يَعْنِى الشَّبُّورَ – وَقَالَ زِيَادٌ شَبُّورَ الْيَهُودِ فَلَمْ يُعْجِبْهُ ذَلِكَ وَقَالَ « هُوَ مِنْ أَمْرِ الْيَهُودِ ». قَالَ فَذُكِرَ لَهُ النَّاقُوسُ فَقَالَ « هُوَ مِنْ أَمْرِ النَّصَارَى ». فَانْصَرَفَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ زَيْدِ بْنِ عَبْدِ رَبِّهِ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memikirkan bagaimana cara mengumpulkan orang untuk shalat berjamaah. Ada beberapa orang yang memberikan usulan. Yang pertama usul, ‘Kibarkanlah bendera ketika waktu shalat tiba. Jika orang-orang melihat ada bendera yang berkibar maka mereka akan saling memberi tahu, waktu shalat telah tiba’. Namun Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menyetujuinya. Orang kedua mengusulkan agar memakai terompet. Nabi pun tidak setuju, lantas beliau bersabda, ‘Membunyikan terompet adalah perilaku orang-orang Yahudi.’ Orang ketiga mengusulkan agar memakai lonceng. Nabi berkomentar, ‘Itu adalah perilaku Nasrani.’ Setelah kejadian tersebut, Abdullah bin Zaid bin Abdi Rabbihi pun pulang.” (HR. Abu Daud 498, dan dishahihkan Al-Albani)
Kita bisa garis bawahi, ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mendengar usulan terompet untuk manfaat besar, yaitu memanggil orang agar shalat jamaah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarangnya dengan alasan, itu tradisi yahudi.
Nampaknya kita harus mulai sadar, dengan turut memeriahkan tahun baru, meniup terompet, menyalakan kembang api di malam tahun baru, berarti dia tengah melestarikan salah satu millah yahudi…
Allahu a’lam.
Ditulis oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)


Read more https://konsultasisyariah.com/28838-cara-boikot-produk-kafir-di-tahun-baru.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar