Sabtu, 06 September 2014

Ngalap Berkah Yang Syirik

Kemusyrikan dalam ngalap berkah
Ngalap berkah itu terhitung kemusyrikan dalam dua kondisi:
Pertama, jika berkeyakinan bahwa benda yang diambil berkahnya itu sendiri yang memberi pengaruh manfaat atau kebaikan yang diharapkan. Ngalap berkah dalam kondisi ini adalah kemusyrikan besar.
Kedua, tidak berkeyakinan bahwa benda tersebut memberi pengaruh manfaat dengan sendirinya. Tindakan ngalap berkah jenis ini memiliki dua bentuk:
  1. Ngalap berkah dari benda yang bukan benda yang mengandung keberkahan. Ngalap berkah dalam kondisi ini adalah kemusyrikan kecil.
  2. Memposisikan benda yang diizinkan untuk dicari berkahnya lebih dari posisi seharusnya yang dibenarkan oleh syariat. Ngalap berkah dalam kondisi ini juga tergolong kemusyrikan kecil. Oleh karena itu orang yang ngalap berkah dengan benda yang diizinkan untuk dicari berkahnya namun dengan cara ngalap berkah yang tidak dibenarkan oleh syariat maka dia terjerumus dalam syirik kecil jika pelaku ngalap berkah tidak menyakini bahwa benda itu sendiri yang memberi pengaruh atau memberi manfaat.
Contoh kasus:
Jika ada orang yang mengambil debu suatu tanah lalu dijadikan sebagai bahan campuran adukan semen untuk membangun sebuah rumah dalam rangka mencari keberkahan dengan debu tersebut tanpa menyakini bahwa debu tersebut bisa memberi pengaruh atau manfaat dengan sendirinya maka orang ini telah melakukan syirik kecil.
Demikian pula seorang yang memanfaatkan benda-benda tertentu yang dinyatakan oleh syariah mengandung keberkahan namun benda tersebut diletakkan lebih dari posisi seharusnya maka orang tersebut juga terjerumus dalam kemusyrikan kecil. Contoh benda yang dinyatakan syariat mengandung berkah adalah air zamzam. Oleh karena itu jika ada orang yang minum air zamzam dan hatinya terkait dengannya demikian kuat melebihi kadar keterkaitan hati dengan sebab yang diizinkan oleh syariat maka dia telah terjerumus dalam syirik kecil.
Kadar keterkaitan hati dengan sebab yang diizinkan oleh syariat adalah merasa tenang dan gembira dengan sebab tersebut. Allah berfirman mengenai turunnya para malaikat dalam jihad yang dilakukan oleh kaum muslimin:
وَمَا جَعَلَهُ اللَّهُ إِلَّا بُشْرَى لَكُمْ وَلِتَطْمَئِنَّ قُلُوبُكُمْ بِهِ 126)
“Tidaklah Allah menjadikannya kecuali sebagai kabar gembira untuk kalian dan supaya hati kalian merasa tenang dengannya” [QS Ali Imran: 126]
Ayat ini dalil bahwa kadar keterkaitan hati yang sepatutnya ada saat melakukan usaha atau sebab syar’I ataupun sebab qadari (sebab nyata berdasarkan hukum sebab akibat) baik dalam rangka mencari berkah atau usaha biasa adalah merasa senang dan tenang dengan usaha atau sebab yang telah dilakukan.
Misalnya saat umroh ada seorang yang jatuh sakit lantas temannya datang membawakan air zamzam sambil mengatakan “Ini adalah air zamzam, air yang penuh berkah. Minumlah, moga penyakitmu hilang karenanya”. Orang tersebut lantas meminum air zamzam dengan perasaan penuh dengan kegembiraan dan merasa tenang dengannya diiringi harapan agar Allah memberikan kesembuhan kepadanya. Perbuatan semisal ini dibenarkan oleh syariat.
Namun jika orang yang membawa air zamzam tadi mengatakan kepada temannya yang sakit, “Minumlah air zamzam ini, niscaya dia akan menumpas penyakit yang menderitamu”. Lantas si sakit minum dengan perasaan semacam ini maka tindakan ini mengandung ketergantungan hati dengan kadar yang melebihi apa yang diizinkan oleh syariat karena fungsi sebab itu di tangan pemilik sebab, Allah ta’ala. Jika Allah berkehendak maka sebab itu berfungsi namun jika Dia tidak berkehendak maka sebab tersebut tidak berfungsi.
Setelah Ibnu Qoyyim membawakan hadits-hadits yang isinya adalah perintah untuk menurunkan panas badan dengan air secara umum dalam sebagian riwayat atau air zamzam sebagaimana dalam riwayat Bukhari, beliau mengatakan bahwa resep pengobatan ini tidak manfaat di luar daerah Hijaz karena Nabi bermaksud mengajari cara menurunkan panas badan dengan air di Hijaz karena cuaca Hijaz itu panas sehingga cocok diberi pengobatan semacam ini. Ibnul Qoyyim mengatakan bahwa jika pengobatan semacam ini diterapkan di negeri yang cuacanya dingin tidak akan bermanfaat karena berfungsi atau tidaknya sebab itu tergantung kondisi yang meliputinya. Sebab atau usaha itu di tangan Allah sehingga tidak mesti memberikan dampak yang diharapkan. Usaha dan sebab tidaklah bisa berfungsi dengan sendirinya namun tunduk dengan ketentuan Allah.
Benda yang boleh diambil berkahnya itu harus memenuhi dua hal:
Pertama, memang terbukti merupakan sebab untuk mendapatkan keberkahan
Kedua, cara ngalap berkahnya sesuai dengan ketentuan syariat
Misal benda yang memang terbukti mengandung berkah adalah air zamzam. Air zamzam memang air yang mengandung berkah. Sedangkan air yang ada di kota Riyadh bukanlah air yang terbukti mengandung berkah. Jadi harus ada dalil syar’I yang menunjukkan bahwa suatu hal itu mengandung berkah. Setelah jelas bahwa air zamzam yang terbukti secara syariat mengandung berkah, cara pemanfaatannya harus sesuai dengan ketentuan syariat yang telah tertera dalam hadits “Air zamzam itu tergantung niat orang yang meminumnya” [HR Ibnu Majah] yaitu dengan diminum.
Jika air zamzam digunakan untuk melumuri tiang rumah dalam rangka ngalap berkah tentu saja tidak diperbolehkan karena tidak demikian cara ngalap berkah dengan air zamzam. Nabi, shahabat, tabiin dan para ulama setelahnya pun tidak ngalap berkah air zamzam dengan mengusapkannya ke bangunan. Inilah dua hal yang harus diperhatikan terkait benda yang diambil berkahnya.
Sumber:
Syaikh Shalih al ‘Ushoimi dalam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar