Sabtu, 24 November 2012

Fiqih Parfum Muslimah


Fiqih Parfum Muslimah

Telah dimaklumi bahwa parfum merupakan salah satu perangkat berhias. Tidak hanya kaum wanita yang berhias dengan parfum, kaum laki-laki pun berhias dengannya. Seorang laki-laki belum merasa percaya diri akan penampilannya bila masih ada masalah dengan bau badan (BB)nya, apalagi wanita. Bahkan aib yang disebabkan oleh BB ini kebanyakannya lebih merisaukan. Oleh karenanya, baik laki-laki maupun wanita menjadikan parfum termasuk salah satu diantara pelengkap perhiasannya, tidak ketinggalan juga kaum muslimah.

Muslimah boleh berparfum

Sebagaimana kaum laki-laki muslim, pada asalnya kaum wanita muslimah pun boleh berparfum. Bahkan terkadang dalam keadaan tertentu seorang muslimah justru dianjurkan berparfum. Selagi dia memperhatikan adab-adab syari’at, maka parfum pun hukumnya boleh baginya.

Ada beberapa riwayat tentang perbolehan wanita muslimah berparfum, diantaranya sabda Rasulullah Shalallahu’alahi wa Sallam:
“Mandi hari jum’at hukumnya wajib bagi setiap orang baligh, lalu bersiwak dan mengusapkan parfum yang ia dapati.” Dalam satu riwayat disebutkan, “… meki (yang ada ialah) parfum si istri.” (HR. Muslim)
Hadits ini menunjukkan bahwa para wanita muslimah biasa memiliki parfum tersendiri.

Dan disebutkan oleh Aisyah Ummul Mukminin Rhadiyallahu’anha, bahwa ada seorang wanita bertanya kepada Rasulullah Shalallahu’alaihi wa Sallam  tentang bagaimana tata cara mandi setelah suci dari haidnya. Maka beliau Shalallahu’alaihi wa Sallam menyuruhnya dengan bersabda:
“Ambillah secarik kain berfarum, lalu bersucilah dengannya.” (HR. al-Bukhari: 1/119/308)
Yaitu, hendaknya ia mengusapkan kain parfum tersebut pada bekas atau sisa-sisa haid.

Sifat parfum muslimah

Tentang sifat parfum muslimah, sebagaimana ditunjukkan dalam beberapa hadits ialah meninggalkan bekas rupa namun tidak semerbak harumnya. Sebagaimana yang disebutkan oleh Rasulullah Shalallahu’alaihi wa Sallam dalam sabdanya:

“Parfum kaum laki-laki ialah yang kuat baunya namun tersembunyi rupa (bekas olesan)nya, sedangkan parfum kaum muslimah ialah yang meninggalkan bekas rupa namun tidak semerbak harumnya.” (HR. at-Tirmidzi: 5/107/2787, belia berkata, “Hadits ini hasan.” Dan hadits ini dishahihkan oleh al-Albani di dalam Mukhtasar asy-Syama’il: 1/117/188 dan di dalam al-Misykah: 2/508/4443)

Dan yang harus dipahami bahwa di dalam hadits tersebut Rasulullah Shalallahu’alaihi wa Sallam hanya menyebutkan sifat parfum wanita muslimah. Hadits ini tidak menunjukkan bolehnya seorang muslimah keluar rumah berparfum dengan sifat parfum tersebut di sembarang tempat dan keadaan.

Tidak berparfum sembarangan

Sebagaimana telah disebutkan, seorang muslimah harus memperhatikan adab-adab berparfum. Ia hendaknya tidak berparfum di sembarang tempat dan atau sembarang orang. Hal ini sebab parfum termasuk salah satu perhiasan, sehingga harus disembunyikan dari laki-laki yang bukan mahramnya. Sebab meski tidak tampak rupanya, aroma parfum bisa menimbulkan pengaruh yang justru melibihi pengaruh perhiasan yang tampak rupanya. Karena daya godanya yang besar bagi kaum laki-laki, berparfum sembarangan di tempat-tempat umum dan semisalnya dilarang dalam Islam. Rasulullah Shalallahu’alaihi wa Sallam bersabda:

“Wanita mana saja yang berparfum lalu (keluar) dan melewati kaum tertentu agar mereka mencium aromanya, maka ia sedang melacur.” (HR. Abu Dawud: 4/79/4173, at-Tirmidzi: 5/106/2786, an Nasa’i: 5/430/9422, dan lafazh ini milik an-Nasa’I, dengan sanad shahih)

Hukum ini tetap berlaku meskipun tujuan keluarnya seorang muslimah yang berparfum tersebut ialah ke masjid untuk shalat berjama’ah dengan kaumnya. Rasulullah Shalallahu’alaiihi wa Sallam bersabda:
“Apabila salah seorang musimah diantara kalian hendak hadir ke masjid, maka janganlah menyentuh parfum.” (HR. Muslim: 1/328/443)

Jika ada yang bertanya, “Lalu bagaimana dengan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala (yang artinya), ‘Hai anak adam, pakailah pakaianmu yang indah disetiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah tapi jangan berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.’ (QS. Al-A’raf: 31).
Bukankah ayat ini menunjukkan perintah berhias apabila hendak ke masjid? Bukankah diantara perhiasan itu ialah parfum? Bukankah kaum lakai-laki dan kaum wanita sama-sama diseru di dalam ayat tersebut? Mengapa kaum wanita dilarang ke masjid apabila berparfum? Bukankah larangannya ialah apabila berlebih-lebihan saja sesuai dengan ayat tersebut? Apakah ini kontradiksi ayat dengan hadits?

Maka jawabnya: Untuk memahami ayat ini kita harus kembali kepada penafsiran yang shahih. Untuk itu kita harus meninjau sebab turunnya ayat ini. Sebab turunnya ayat ini, sebagaimana disebutkan oleh Abdullah bin Abbas Rhadiyalllahu’anhuma, ialah adanya kebiasaan kaum wanita jahiliah berthawaf di Ka’bah dalam keadaan telanjang berujar, “Siapa yang akan memberiku pakaian thawaf?” Maksudnya yang bias menutup farjinya. Ia sambil mendendangkan sya’ir, “Hari ini tampak seluruhnya atau sebagiannya. Sedangkan apa pun yang tampak tidak akan kuhalalkan.” Lalu turunlah ayat ini…

Demikianlah sebab turunnya ayat ini, sebagaimana yang disebutkan oleh Abdullah bin Abbas Rhadiyallahu’anhuma, di dalam riwayat al-Imam Muslim (4/2320/3028).

Jadi, yang dimaksud dengan perhiasan di dalam ayat ini bagi kaum wanita bukanlah parfum, tetapi pakaian yang menutup aurat. Adapun bagi kaum laki-laki ialah setiap perhiasan yang boleh dikenakannya. Hal ini sesuai dengan hadits larangan wanita muslimah ke masjid dengan berparfum, dan sesuai dengan anjuran bagi kaum laki-laki agar ke masjid dalam keadaan berhias sesempurna mungkin, termasuk dengan parfum yang paling harum yang ia miliki, selagi masih tidak berlebih-lebihan. Adapun kaum muslimah, maka mereka apabila hendak ke masjid diperintahkan agar keluar ke masjid dalam keadaan tidak berhias yang tampak dipandang oleh kaum yang bukan mahramnya dan agar tidak berhias dengan parfum. Sehingga kesimpulannya, tidak ada kontradiksi antara ayat dengan hadits dalam masalah ini.

Dari sini juga bisa dipahami bahwa larangan bagi muslimah yang hendak ke masjid agar tidak berparfum itu tidak dibatasi dengan berlebihan saja, namun mencakup yang sederhana maupun yang berlebihan.
Apabila seorang muslimah hendak keluar rumah menuju masjid untuk shalat berjama’ah saja dilarang berhias dan berparfum, maka untuk tujuan ke tempat umum lainnya yang banyak kerumunan kaum laki-laki  yang bukan mahramnya, tentu lebih sangat dilarang.

Bila Terlanjur berparfum. 

Apabila seorang muslimah terlanjur berparfum karena lupa atau semisalnya, atau ia ketika di rumah berparfum lalu hendak keluar rumah—baik ke masjidmaupun ke tempat lainnya—untuk suatu hajat yang penting, apa yang harus ia lakukan?

Dalam keadaan seperti itu, yang harus dilakukan oleh muslimah tersebut ialah membersihkan diri dan pakaiannya dari parfum. Membersihkan diri/badan dengan membasuhnya tiga kali (bila cukukp dengan membasuh saja), atau dengan mandi sebagaimana mandi janabah bila diperlukan. Adapun membersihkan pakaian, maka dengan mengganti pakaian berparfum yang dikenakannya. Hal ini berdasarkan hadits yang shahih dari Rasulullah Shalallahu’alaihi wa Sallam. Wallahu ’Alam bis shawab.

[Dirangkum dari Majalah al-Mawaddah Vol. 37 (Shafar 1432 H) rubrik Dunia Wanita oleh Ust. Abu Ammar al-Ghoyami]

Sumber: Buletin Al-Furqon Volume 12 no. 4 Rabi’ul Akhir 1432 Tahun Ke-5.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar