Minggu, 11 November 2012

Manajemen Lelah


Masih banyak orang yang berpandangan bahwa sukses bisa diraih tanpa merasakan kesulitan dan mengecap pahitnya kesabaran. Benar nggak sich?


Dari pandangan nggak tepat ini lahirlah fenomena banyak remaja yang ingin meraih prestasi dan karir dengan cara-cara instan. Nyontek, suap, berdukun, menjual agama, dan beragam cara tak  halal lain. Gara-gara ogah lelah dan enggan berusaha keras.

Padahal Allah telah menggandengkan jenis-jenis kemuliaan hidup manusia seperti ilmu yang tinggi, perbaikan umat, dan tujuan-tujuan besar lain dengan kesungguhan. Seluruh kebaikan tidak akan diperoleh seseorang sementara dia bersantai, enak-enakan makan minum tanpa beraktivitas jelas. Bila sesreorang hobi tidur dan besantai saja sambil berharap bisa menghasilkan kebaikan untuk diri pribdainya dan umat maka hanya omong kosong.

Meraih perkara mulia, sukses dalam hal ilmu, amal, dan dakwah tak akan hadir hingga keningmu bercucur keringat dan lengan baju tersingsingkan. Kesuksesan hidup enggan berdampingan dengan kemalasan. Ilmu pun demikian, merupakan perkara mahal yang tak bisa diraih dengan kemalasan. Nah coba, dech tanyakan pada remaja, mahasiswa sekarang, apa kebanyakan aktivitas yang mereka lakukan? Bila jujur, mereka akan menjawab bahwa yang mereka lakukan adalah tidur, makan, minum, ngobrol, main-main, dan bersantai.

Tak Bisa Diraih dengan Santai

Coba renungkan ungkapan Al Imam Yahya bin Abi Katsir “Ilmu tak bisa dicapai dengan badan yang bersantai”.

Siapa yang memperhatikan luasnya ilmu, pendeknya umur, banyaknya kewajiban hidup akan mendapati  bahwa apa yang disampaikan oleh Imam Yahya tidak ditulis sekedar dari sastra, namun diukir berdasarkan pengalaman.

Kelelahan yang mesti ditanggung ini tak hanya khusus pada satu atau dua bidang penghidupan saja, namun berlaku umum pada semua hal yang mengantar manusia pada kesempurnaan. Ibnul Qayyim berkata, “Seluruh kesempurnaan tidak bisa diraih kecuali dengan melewati jembatan kesulitan dan kelelahan. Dan tidak bisa dimasuki kecuali dari pintu makarih—hal-hal yang tidak disukai, kesabaran dan menanggung kesulitan.”

Ibrahim Al-Harabi—murid Imam Ahmad bin Hanbal—berkata, “Para pakar seluruh umat telah bersepakat bahwa kenikmatan tidak bisa diperoleh dengan bernikmat-nikmat.”

Para pakar menganggap baik keleahan jiwa demi meraih kesempurnaanya. Siapa yang lebih lelah dalam meraihnya, maka itu lebih derajatnya lebih tinggi.”

Oleh karena itu, saat kamu berada di masjid, rumah, atau kampus, sekolah sibuk menghafal Al Quran, membaca buku-buku yang bermanfaat, sibuk berdakwah, atau beraktivitas yang positif kemudian merasa lelah, maka ingatlah perkataan Ibrahim Al Harbi di atas. Kemudian Rasakanlah bahwa semangatmu akan terbangkitkan kembali.

Kesungguhan dan kelelahan tak hanya sebatas dalam meraih perkara tertinggi yaitu suraga dan selamat dari neraka. Atau memperoleh hal-hal mulia seperti ilmu, iman, memperbaiki masyarakat. Bahkan dalam urusan dunia, prestasi sekolah, atau pendapatan yang meningkat, semua butuh untuk melewati jembatan kelelahan.
Ibnu Taimiyah mengatakan, “Kenikmatan duniawi pada umumnya tidak diraih kecuali dengan sebagian kelelahan.”

Petunjuk Wahyu
Al Quran dan Hadits Nabi telah memberikan isyarat tentang kaitan antara kelelahan dan kesuksesan ini.
Rasulullah Shalallahu’alaihi wa Sallam pernah menyampaikan gambaran tentang surge, “Surga dikelilingi dengan hal-hal yang tidak menyenangkan,” (Shahih Muslim)

Seseorang tak akan sampai ke surge kecuali dengan melewati hal-hal yang tidak disenangi oleh jiwa, yaitu meninggalkan hawa nafsu dan syahwat.

Di dalam hadits yang lain Rasulullah bersabda, “Dunia adalah penjara bagi orang-orang yang beriman” (Riwayat Muslim)

Al Quran pun menggambarkan bahwa penduduk surge dahulunya di dunia senantiasa berlelah-lelah dalam beramal ibadah. Mereka sedikit tidur di malam hari.

“Sesungguhnya mereka sebelum itu di dunia adalah orang-orang yang berbuat baik; Mereka sedikit sekali tidur di waktu malam; Dan di akhir-akhir malam mereka memohon ampun (kepada Allah).” (QS. Adz Dzariyat: 16-18)

Oleh karenanya, para malaikat memberikan salam penghormatan pada penduduk surga saat mereka masuk. (Sambil mengucapkan): “Salamun’alaikum bima shabartum” –keselamatan atas kalian dengan kesabaran kalian--. Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu. (Ar-Ra’d: 24). Berbeda kondisinya dengan penduduk neraka (ashhabusy syimal).

Kesbaran yang dimaksud di sini menunjukkan adanya perkara yang menyelisihi kesantaian.
“Sesungguhnya mereka sebelum itu hidup bermewah-mewah”. (Al Waqiah: 45)

Dalam medan dakwah para Nabi dan Rasul adalah teladan dalam kesungguhan dan memerangi kemalasan.
“Nuh berkata: “Ya Rabbku sesungguhnya aku telah menyeru kaumku malam dan siang,” (Nuh: 5)

Nabi Muhammad –pemimpin anak Adam—beliau memanfaatkan setiap celah dan kesempatan untuk berdakwah kepada kaumnya. Menyusuri beragam kesulitan, menanggung pahitnya perjuangan, dan sedikit tidur di malam hari dalam menyebarkan ajaran Islam.

Meskipun demikian ini tidak berarti asal lelah saja. Misalnya lelah melakukan amalan yang tidak ada contohnya dari Nabi Muhammad Shalallahu’alaihi wa Sallam,  maka ini tidak baik. Lelah yang demikian tidak ada pahalanya bahkan berdosa.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar