Senin, 31 Desember 2012

Al-Imam Ibnul Qoyyim Rahimahullah Berbicara Cinta


CINTA DAN MENCINTAI ALLAH
Definisi Cinta
Imam Ibnu Qayyim mengatakan, “Tidak ada batasan  cinta yang lebih jelas daripada kata cinta itu sendiri; memba-tasinya justru hanya akan menambah kabur dan kering maknanya. Maka ba-tasan dan penjelasan cinta tersebut tidak bisa dilukiskan hakikatnya secara jelas, kecuali dengan kata cinta itu sendiri.
Kebanyakan orang hanya membe-rikan penjelasan dalam hal sebab-musabab,
konsekuensi, tanda-tanda, penguat-penguat dan buah dari cinta serta hukum hukumnya.
Maka batasan dan gambaran cinta yang mereka berikan berputar pada enam hal di atas walaupun masing-masing berbeda dalam pendefinisiannya, tergantung kepada pengetahuan,kedudukan, keadaan dan penguasaannya terhadap masalah ini. (Madarijus-Salikin 3/11)
Beberapa definisi cinta:
1. Kecenderungan seluruh hati yang terus-menerus (kepada yang dicintai).
2. Kesediaan hati menerima segala keinginan orang yang dicintainya.
3. Kecenderungan sepenuh hati untuk lebih mengutamakan dia daripada diri dan harta sendiri, seia sekata dengannya baik dengan sembunyi-sebunyi maupun terang-terangan, kemudian merasa bahwa kecintaan tersebut masih kurang.
4. Mengembaranya hati karena men-cari yang dicintai sementara lisan senantiasa menyebut-nyebut namanya.
5. Menyibukkan diri untuk menge-nang yang dicintainya dan menghinakan diri
kepadanya.
PEMBAGIAN CINTA
1. Cinta ibadah
Ialah kecintaan yang menyebabkan timbulnya perasaan hina kepadaNya dan
mengagungkanNya serta bersema-ngatnya hati untuk menjalankan segala
perintahNya dan menjauhi segala larangaNya.
Cinta yang demikian merupakan pokok keimanan dan tauhid yang pelakunya akan mendapatkan keutamaan-keutamaan yang tidak terhingga. Jika ini semua diberikan kepada selain Allah maka dia terjerumus ke dalam cinta yang bermakna syirik, yaitu menyekutukan Allah dalam hal cinta.
2. Cinta karena Allah
Seperti mencintai sesuatu yang dicintai Allah, baik berupa tempat tertentu,
waktu tertentu, orang tertentu, amal perbuatan, ucapan dan yang semisalnya. Cinta yang demikian termasuk cinta dalam rangka mencintai Allah.
3. Cinta yang sesuai dengan tabi’at (manusiawi),
Yang termasuk ke dalam cintai jenis ini ialah:
a. Kasih-sayang, seperti kasih-sayangnya orang tua kepada anaknya dan
sayangnya orang kepada fakir-miskin atau orang sakit.
b. Cinta yang bermakna segan dan hormat, namun tidak termasuk dalam
jenis ibadah, seperti kecintaan seorang anak kepada orang tuanya,
murid kepada pengajarnya atau syaikhnya, dan yang semisalnya.
c. Kecintaan (kesenangan) manusia kepada kebutuhan sehari-hari yang
akan membahayakan dirinya kalau tidak dipenuhi, seperti kesenangannya kepada makanan, minuman, nikah, pakaian, persaudaraan serta persahabatan dan yang semisalnya.
Cinta-cinta yang demikian termasuk dalam kategori cinta yang manusiawi yang
diperbolehkan. Jika kecintaanya tersebut membantunya untuk mencintai dan
mentaati Allah maka kecintaan tersebut termasuk ketaatan kepada Allah, demikian pula sebaliknya.
KEUTAMAAN MENCINTAI ALLAH
1. Merupakan Pokok dan inti tauhid
Berkata Syaikh Abdurrahman bin Nashir Al-Sa’dy, “Pokok tauhid dan intisarinya ialah ikhlas dan cinta kepada Allah semata. Dan itu merupakan pokok dalam peng- ilah-an dan penyembahan bahkan merupakan hakikat ibadah  yang tidak akan sempurna tauhid seseorang kecuali dengan
menyempurnakan kecintaan kepada Rabb-nya dan menye-rahkan seluruh
unsur-unsur kecintaan kepada-Nya sehingga ia berhukum hanya kepada Allah
dengan menjadikan kecintaan kepada hamba mengikuti kecintaan kepada
Allah yang dengannya seorang hamba akan mendapatkan kebahagiaan dan
ketenteraman. (Al-Qaulus Sadid,hal 110)
2. Merupakan kebutuhan yang sangat besar melebihi makan, minum,
nikah dan sebagainya. Syaikhul Islam Ibnu Taymiyah berkata: “Didalam hati manusia ada rasa cinta terhadap sesuatu yang ia sembah dan ia ibadahi ,ini merupakan tonggak untuk tegak dan kokohnya hati seseorang serta baiknya jiwa mereka.
Sebagaimana pula mereka juga memiliki rasa cinta terhadap apa yang ia
makan, minum, menikah dan lain-lain yang dengan semua ini kehidupan
menjadi baik dan lengkap.Dan kebutuhan manusia kepada penuhanan lebih
besar daripada kebutuhan akan makan, karena jika manusia tidak makan
maka hanya akan merusak jasmaninya, tetapi jika tidak mentuhankan
sesuatu maka akan merusak jiwa/ruhnya. (Jami’ Ar-Rasail Ibnu Taymiyah
2/230)
3. Sebagai hiburan ketika tertimpa musibah
Berkata Ibn Qayyim, “Sesungguh-nya orang yang mencintai sesuatu akan
mendapatkan lezatnya cinta manakala yang ia cintai itu bisa membuat lupa
dari musibah yang menimpanya. Ia tidak merasa bahwa itu semua adalah
musibah, walau kebanyakan orang merasakannya sebagai musibah. Bahkan
semakin menguatlah kecintaan itu sehingga ia semakin menikmati dan
meresapi musibah yang ditimpakan oleh Dzat yang ia cintai. (Madarijus-
Salikin 3/38).
4. Menghalangi dari perbuatan maksiat.
Berkata Ibnu Qayyim (ketika menjelaskan tentang cinta kepada Allah): “Bahwa ia merupakan sebab yang paling kuat untuk bisa bersabar sehingga tidak menyelisihi dan bermaksiat kepada-Nya. Karena sesungguhnya seseorang pasti akan mentaati sesuatu yang dicintainya; dan setiap kali bertambah kekuatan cintanya maka itu berkonsekuensi lebih kuat untuk taat kepada-Nya, tidak me-nyelisihi dan bermaksiat kepada-Nya. Menyelisihi perintah Allah dan bermaksiat kepada-Nya hanyalah bersumber dari hati yang lemah rasa cintanya kepada Allah.Dan ada perbeda-an antara orang yang tidak bermaksiat karena takut kepada tuannya dengan yang tidak bermaksiat karena mencintainya.
Sampai pada ucapan beliau, “Maka seorang yang tulus dalam cintanya, ia
akan merasa diawasi oleh yang dicintainya yang selalu menyertai hati dan
raganya.Dan diantara tanda cinta yang tulus ialah ia merasa terus-menerus
kehadiran kekasihnya yang mengawasi perbuatannya. (Thariqul Hijratain, hal
449-450)
5. Cinta kepada Allah akan menghilangkan perasaan was-was.
Berkata Ibnu Qayyim, “Antara cinta dan perasaan was-was terdapat perbedaan
dan pertentangan yang besar sebagaimana perbedaan antara ingat dan lalai, maka cinta yang menghujam di hati akan menghilangkan keragu-raguan terhadap yang dicintainya.
Dan orang yang tulus cintanya dia akan terbebas dari perasaan was-was karena hatinya tersibukkan dengan kehadiran Dzat yang dicintainya tersebut. Dan tidaklah muncul perasaan was-was kecuali terhadap orang yang lalai dan berpaling dari dzikir kepada Allah Subhannahu wa Ta’ala , dan tidaklah mungkin cinta kepada Allah bersatu dengan sikap was-was. (Madarijus-Salikin 3/38)
6. Merupakan kesempurnaan nikmat dan puncak kesenangan.
Berkata Ibn Qayyim, “Adapun mencintai Rabb Subhannahu wa Ta’ala maka
keadaannya tidaklah sama dengan keadaan mencin-tai selain-Nya karena
tidak ada yang paling dicintai hati selain Pencipta dan Pengaturnya; Dialah
sesembahannya yang diibadahi, Walinya, Rabb-nya, Pengaturnya, Pemberi
rizkinya, yang mematikan dan menghidupkannya. Maka dengan mencintai
Allah Subhannahu wa Ta’ala akan menenteramkan hati, menghidupkan ruh,
kebaikan bagi jiwa menguatkan hati dan menyinari akal dan menyenangkan
pandangan, dan menjadi kayalah batin. Maka tidak ada yang lebih nikmat dan
lebih segalanya bagi hati yang bersih, bagi ruh yang baik dan bagi akal yang
suci daripada mencintai Allah dan rindu untuk bertemu dengan-Nya.
Kalau hati sudah merasakan manisnya cinta kepada Allah maka hal itu tidak
akan terkalahkan dengan mencintai dan menyenangi selain-Nya. Dan setiap
kali bertambah kecintaannya maka akan bertambah pula pengham-baan,
ketundukan dan ketaatan kepada Allah Subhannahu wa Ta’ala dan membebaskan diri dari penghambaan, ketundukan ketaatan kepada selain-
Nya.”(Ighatsatul-Lahfan, hal 567)
ORANG-ORANG YANG DICINTAI ALLAH Subhannahu wa Ta’ala
Allah Subhannahu wa Ta’ala mencintai dan dicintai. Allah Subhannahu wa Ta’ala berfirman di dalam surat Al-Ma’idah: 54, yang artinya: “Maka Allah akan
mendatangkan satu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai Allah.”
Mereka yang dicintai Allah Subhannahu wa Ta’ala :
• Attawabun (orang-orang yang bertau-bat), Al-Mutathahhirun (suka bersuci),
Al-Muttaqun (bertaqwa), Al-Muhsinun (suka berbuat baik) Shabirun (bersabar), Al-Mutawakkilun (bertawakal ke-pada Allah) Al-Muqsithun (berbuat adil).
• Orang-orang yang berperang di jalan Allah dalam satu barisan seakan-akan
mereka satu bangunan yang kokoh.
• Orang yang berkasih-sayang, lembut kepada orang mukmin.
• Orang yang menampakkan izzah/kehormatan diri kaum muslimin di hadapan
orang-orang kafir.
• Orang yang berjihad (bersungguh-sungguh) di jalan Allah.
• Orang yang tidak takut dicela manusia karena beramal dengan sunnah.
• Orang yang berusaha mendekatkan diri kepada Allah dengan ibadah sunnah
setelah menyelesaikan ibadah wajib.
SEBAB-SEBAB UNTUK MENDAPATKAN CINTA ALLAH Subhannahu wa Ta’ala
• Membaca Al-Qur’an dengan memikir-kan dan memahami maknanya.
• Berusaha mendekatkan diri kepada Allah Subhannahu wa Ta’ala dengan
ibadah sunnah setelah menyelesaikan ibadah yang wajib.
• Selalu mengingat Allah Subhannahu wa Ta’ala , baik de-ngan lisan, hati
maupun dengan anggota badan dalam setiap keadaan.
• Lebih mengutamakan untuk mencintai Allah Subhannahu wa Ta’ala daripada
dirinya ketika hawa nafsunya menguasai dirinya.
• Memahami dan mendalami dengan hati tentang nama dan sifat-sifat Allah.
• Melihat kebaikan dan nikmatNya baik yang lahir maupun yang batin.
• Merasakan kehinaan dan kerendahan hati di hadapan Allah.
• Beribadah kepada Allah pada waktu sepertiga malam terakhir (di saat Allah
turun ke langit dunia) untuk bermunajat kepadaNya, membaca Al-Qur’an ,
merenung dengan hati serta mempelajari adab dalam beribadah di hadapan
Allah kemudian ditutup dengan istighfar dan taubat.
• Duduk dengan orang-orang yang memiliki kecintaan yang tulus kepada Allah
dari para ulama dan da’i, mendengar-kan dan mengambil nasihat mereka serta tidak berbicara kecuali pembica-raan yang baik.
• Menjauhi/menghilangkan hal-hal yang menghalangi hati dari mengingat Allah
Subhannahu wa Ta’ala .
(Disadur dari kalimat mutanawwi’ah fi abwab mutafarriqah karya Muhammad bin Ibrahim Al-Hamd oleh Abu Muhammad).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar